CERITA tentang teror "RMS" telah tinggal apa yang disebut
cerita "follow-up". Di Indonesia bahkan koran-koran praktis
hampir berhenti membicarakannya. Sebagai mingguan, TEMPO tidak
teramat "beruntung" untuk bisa menghabiskan cerita itu sekali
pukul dalam nomor-nomor yang lalu. Tapi di lain fihak, kami bisa
menindak-lanjuti cerita teror itu sampai dengan perkembangan
sesudahnya. Dan juga segi-segi lain yang tak sempat ditelusuri
oleh koran harian.
Pada pokoknya, segi-segi itulah yang kami sajikan dalam laporan
utama minggu ini, yang memakan ruangan agak istimewa: 9 halaman.
Mudah-mudahan minggu berikut masih bisa disertakan lagi cerita
"RMS" yang lain ....
* * *
LAPORAN ini ditulis oleh Toeti Kakiailatu dan George Yunus
Adicondro. Ini adalah hasil kedua kerjasama mereka tentang
"RMS". Yang pertama dalam TEMPO 15 Pebruari 1975, hampir setahun
yang lalu. Waktu itu keduanya bekerja dari Jakarta saja. Kali
ini, Toeti menulis langsung dari Negeri Belanda. Angin kencang,
hujan dan dingin yang sangat mengenainya, dan dengan tenggorokan
yang sakit ia bekerja menyelesaikan laporan. Ia berhasil
mewawancarai ir. Manusama, dan tokoh-tokoh pelbagai kelompok
"RMS", termasuk Etti Aponno yang mengklaim diri berada di
belakang pembajakan. Ia juga mewawancarai bekas sandera, dan tak
ketinggalan juga dutabesar RI Sutopo Yuwono, yang menurut Toeti,
selalu bersikap tenang biarpun dalam suasana tegang itu. Ia
juga merekam pembicaraan dengan De Vries, Ketua Yayasan "Setia
Sepanjang Abad". Sebagai nyonya Kakiailatu, isteri seorang
dokter spesialis yang kini sedang belajar di Negeri Belanda,
nama Malukunya terkadang menguntungkan, terkadang tidak dalam
tugas kali ini. Misalnya turun dari pesawat pertengahan Desember
yang lalu, di Schiphol, ia diperiksa agak keras. Untuk masuk ke
Balai Kota Amsterdam, di mana para sandera setelah dibebaskan
berkumpul, ia terpaksa ngibuli polisi Belanda.
Di Jakarta, George -- sambil menantikan kelahiran anaknya yang
pertama (dan yang kemudian memang lahir: (laki-laki) --
menyelesaikan bagian laporannya. Bagi dia, dan juga bagi
Fachruddin Yahya, Alex Korompis, Aston Pasaribu, Zubaidi dan
Widi Jarmanto -- semuanya dari Bagian Produksi dan Artistik --
hari libur Tahun Baru Masehi dan Tahun Baru Hijriyah tidak
merupakan hari libur. Juga hari Minggu. Sebab seperti barangkali
anda ketahui, bagi mingguan hari libur resmi justru merupakan
pertanda akan ada kerja ganda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini