Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Mengusir pendatang haram

Iain alaudin ujungpandang mengusir 40 mahasiswa "palsu". mereka tak berhasil mendapat nomor induk mahasiswa menjelang ujian. diduga yg memasukkan dosen, pegawai administrasi dan mahasiswa senior.

25 Mei 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IAIN Alauddin Ujungpandang mengusir 40 mahasiswa "palsu". Yang memasukkan dosen, pegawai dan mahasiswa senior. Korban diburu dari pintu ke pintu. DUA guncangan menerpa lingkungan pendidikan di Ujungpandang pekan lalu. Yang pertama, pengusutan kasus kebocoran soal-soal Ebtanas SMA. Yang kedua, pengusiran sekitar 40 mahasiswa IAIN Alauddin dari kampusnya. Perihal soal-soal ujian akhir sekolah yang beredar sebelum waktunya terjadi hampir setiap tahun di berbagai tempat. Namun, pengusiran mahasiswa secara masal semacam itu termasuk langka. Alasan resmi, ke-40 mahasiswa yang diusir itu, menjelang ujian akhir semester ini, tak bisa memiliki Nomor Induk Mahasiswa (NIM). Memang, musibah itu punya ujung pangkal yang panjang. Mereka bisa menjadi "pendatang haram" di kampus IAIN Alauddin sejak awal tahun ajaran 1990/91 karena ada pihak yang membawanya. Yang dicurigai adalah sejumlah dosen, pegawai administrasi, dan mahasiswa senior. Para oknum yang dicurigai, menurut pemeriksaan perguruan tinggi itu, mengincar calon mahasiswa yang gagal dalam tes masuk. Bahkan, ada beberapa mahasiswa senior yang dari pintu ke pintu mendatangi lulusan SMTA yang ingin menjadi mahasiswa. Takdir, salah seorang korban, misalnya, mengaku diiming-imingi seorang mahasiswa IAIN Alauddin yang kebetulan sedang menjalani Kuliah Kerja Nyata (KKN) di kampungnya. Si mahasiswa senior menjamin membawanya masuk ke perguruan tinggi agama Islam itu lewat pintu belakang. Singkat cerita, dengan membayar Rp 110 ribu, Takdir -- setelah kalah dalam seleksi masuk IAIN -- - langsung mendapat blangko isian sebagaimana laiknya mahasiswa lain. Dan ia pun lalu bisa mengikuti kuliah tiap hari di Fakultas Adab. Rahman, korban yang lain, menjadi "pendatang haram" di kampus itu lewat celah yang sama. Alumnus SMA Nahdiat Ujungpandang itu -- setelah mendapat info tentunya -- mendatangi rumah seorang dosen muda. "Saat itu dia bilang bisa mengurus ke dalam," katanya. Dalam pertemuan ketika itu disepakati "harga tiket masuk" Rp 245 ribu. Karena ingin menjadi sarjana, ia pun mendesak orangtuanya -- guru mengaji di kampung -- agar menjual harta bendanya. Demi anak lelaki satu-satunya bisa menjadi sarjana, duit sebesar itu pun dicari dari berbagai sumber. Begitu uang diserahkan kapada si perantara, Rahman langsung mendapat Kartu Rencana Studi (KRS). Ia pun kemudian ikut kuliah seperti mahasiswa lain setelah mengisikan mata kuliah pilihannya pada KRS. Namun, menjelang ujian semester, para mahasiswa yang lewat pintu belakang itu mulai resah. Mereka tak berhasil mendapatkan NIM. Artinya, mereka tak boleh ikut ujian semester. Lebih curiga lagi, kata Rahman, Pak Dosen yang memasukkannya mendatangi para "pendatang haram" kampus di tempat kos masing-masing. Ketika itu, menurut Rahman, Pak Dosen memberi tahu bahwa ujian tak perlu ditempuh di ruang kuliah, tapi cukup di rumah dosen. Akhirnya, mereka ramai-ramai memprotes para perantaranya. Mereka merasa sah-sah saja sebagai mahasiswa. Yang beda, cara masuknya saja, yakni lewat pintu belakang. "Sebab, kami juga membayar SPP, uang penataran, dan ikut orientasi studi pengenalan kampus segala," kata Takdir. Pimpinan IAIN pun cepat bertindak. Ke-40 "pendatang haram" itu langsung diusir dari kampus setelah setahun mengikuti berbagai kegiatan di kampus. Pelacakan masih diteruskan untuk menjaring mahasiswa yang "diselundupkan". Jumlah yang akan diusir mungkin akan bertambah terus. Namun, tampaknya, usaha pembersihan itu tak akan gampang. Sebagian "pendatang haram" sudah sempat diputihkan dengan memperoleh NIM. INi diakui seorang mahasiswi jurusan Tadris yang juga dimasukkan oleh dosen yang membawa Rahman. Lewat dosen tadi pula, katanya, ia mendapatkan NIM. "Saya sekarang sudah jadi mahasiswa penuh karena punya NIM," katanya sambil menunjukkan kartu mahasiswanya kepada TEMPO. Si dosen yang disebut-sebut para mahasiswa sebagai perantaranya ketika ditemui TEMPO mengakui terus terang. Yang diakui, ia baru sempat menguruskan kartu NIM untuk dua mahasiswa yang masih anggota keluarganya. "Saya ini hanya perantara. NIM bisa diperoleh karena bantuan orang dalam yang sehari-hari bertugas mengurusi itu," katanya. Rektor IAIN Alauddin, Dra. Andi Rasdianah, tampaknya merasa kecolongan oleh permainan itu. "Semua yang terlibat -- baik dosen, pegawai administrasi, maupun mahasiswa akan kami tindak," katanya. Didampingi para pembantunya, pimpinan IAIN itu mengakui adanya lubang untuk permainan itu, yakni tak semua mahasiswa yang lulus tes mendaftar ulang untuk benar-benar masuk IAIN itu. Para oknum, katanya, kemudian memanfaatkan bangku kosong itu untuk diperjualbelikan kepada calon mahasiswa yang tak lolos tes. Mereka lalu menyodorkan blangko pembayaran SPP dan kartu kuliah kepada para korban. Dengan modal itu, para korban bisa masuk kuliah setiap hari. Selanjutnya, pihak rektor tampaknya tak berhenti hanya mengusir 40 mahasiswa palsu tadi. Mereka yang telah punya NIM pun, kalau proses masuknya tak wajar, akan ditindak pula. "Kalau ketemu, mereka akan langsung kami usir," katanya. Kasus mahasiswa palsu semacam itu mungkin ada di tempat lain. Yang pernah terbuka adalah Lestari di Universitas Airlangga Surabaya tahun 1988. Gadis manis asal Magetan itu sempat kuliah delapan bulan di Fakultas Kedokteran. Ia mengaku masuk lewat jalur PMDK, tetapi kedoknya terbuka setelah ketahuan namanya tak tercantum ketika ujian semester. Sebelum diusir, Lestari kabur sendiri. Gatot Triyanto (Jakarta) dan Asdar Muis (Ujungpandang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus