Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bukan pemerintah yang menentukan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen, tapi Dewan Perwakilan Rakyat. Ia menyebutkan, kenaikan PPN menjadi 12 persen merupakan keputusan DPR lewat pengesahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HHP).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mantan Ketua Umum Partai Golkar ini mengatakan semua fraksi di Senayan, kecuali Partai Keadilan Sejahtera, menyetujui pengesahan undang-undang tersebut. DPR mengesahkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 dalam sidang paripurna pada 7 Oktober 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Jadi yang menentukan bukan pemerintah,” kata Airlangga di Lanud Halim Perdana Kusumah, Jakarta Timur, Selasa, 17 Desember 2024.
Pemerintah Prabowo Subianto memastikan kenaikan PPN menjadi 12 persen akan tetap berlaku pada 1 Januari 2025. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan penerapan PPN 12 persen ini akan dikenakan pada barang dan jasa dalam kategori mewah. Ia menyebut, selama ini, barang dan jasa mewah banyak dikonsumsi oleh penduduk kaya dengan pengeluaran menengah ke atas yang masuk dalam kategori desil 9 hingga 10.
“Kami akan menyisir untuk kelompok harga barang dan jasa yang masuk kategori barang dan jasa premium tersebut,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers Paket Stimulus Ekonomi di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin kemarin.
Sri Mulyani mencontohkan beberapa barang dan jasa kategori mewah yang akan terkena PPN 12 persen yaitu beras premium, buah-buahan premium, daging premium (seperti wagyu dan daging kobe), ikan premium (seperti salmon dan tuna premium), udang dan crustacea premium (seperti king crab). Selanjutnya, jasa pendidikan premium seperti layanan pendidikan mahal dan berstandar internasional, jasa pelayanan kesehatan medis premium atau VIP, serta listrik pelanggan rumah tangga dengan daya 3.500 hingga 6.600 VA.
Di samping itu, Sri Mulyani juga menyebutkan beberapa jenis komoditas yang tidak terkena PPN, seperti beras, daging, ikan, telur, sayur, susu, gula konsumsi, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa angkutan umum, jasa tenaga kerja, jasa keuangan, jasa asuransi, vaksin polio, dan pemakaian air.
Ada juga sejumlah komoditas pokok lain yang pajaknya bertahan di angka 11 persen, seperti tepung terigu, gula industri, dan Minyakita. Pemerintah mempertahankan tarif PPN ketiga komoditas tersebut dengan menggunakan mekanisme kebijakan insentif pajak ditanggung pemerintah (DTP).
Oyuk Ivani berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor : Subsidi Energi lewat Skema Bantuan Langsung Tunai