Seorang wartawan senior akan jadi dubes di Australia? Itu terobosan dari Pejambon. SUDAH hampir sebulan Sabam Siagian berdasi. Biasanya, Pemimpin Redaksi The Jakarta Post, yang selalu tampil necis, suka juga mengenakan setelan safari lengan panjang. Belakangan, dia juga sulit dihubungi di kantornya, karena "masih sedang kursus di Deplu," kata seorang anak buahnya. Senin pagi pekan ini, sang wartawan muncul di kantor Menko Polkam Sudomo. Selesai pertemuan, terdengar ucapan "selamat" dari Sudomo ketika bersalaman dengan Sabam Siagian. Ada apa? Sebelum Sudomo menjawab, Sabam cepat menyela, "Ya, Jakarta Post kan barusan ulang tahun." Para wartawan, yang kelihatan penasaran, rupanya sudah mendengar info tentang tugas baru yang akan dijabat oleh Sabam. Sabam, yang hari itu mengenakan hem lengan panjang biru muda, dan berdasi keren, hadir di kantor bersama belasan pejabat Deplu. Menurut sumber TEMPO, pertemuan Senin itu adalah untuk mengikuti brifing dari Menko Polkam Sudomo bagi para calon dubes Indonesia. Menurut catatan di Deplu, saat ini ada 14 kedubes dan 3 konsulat Indonesia di negara sahabat yang menanti pejabat baru. Dan sas-sus Sabam akan jadi calon dubes memang sudah lama terdengar, bahkan sebelum Ali Alatas jadi menteri luar negeri RI. Tapi suara itu datang dan pergi, bak angin lalu. Soalnya, sejak tahun 1966, memang tak lazim seorang wartawan senior akan ditunjuk untuk menduduki pos utama di luar negeri. Belakangan ini suara itu kembali beredar. Dan orang pun semakin yakin, ketika koran The Canberra Times di Australia, 10 April lalu, menurunkan berita tentang pencalonan itu dengan judul "Penunjukan Duta Besar Sipil Yang Mengejutkan". Maklum, sejak zaman Orde Baru, para duta besar RI yang bertugas di Australia datang dari kalangan militer. Antara lain Letjen. (Purn.) Hidajat, Mayjen. (Purn.) Erman Harirustaman, Mayjen. (Purn.) August Marpaung, dan Marsekal Muda (Purn.) Rusman Nurjadin. Australia memang termasuk pos utama yang di kalangan Deplu dikenal sebagai A-1. Pos tersebut, antara lain, setingkat dengan pos dubes RI untuk ASEAN, Jepang, Negeri Belanda, dan Amerika Serikat. Benarkah jabatan dubes di Negeri Kanguru melulu untuk kalangan ABRI? Mensesneg Moerdiono tak melihat begitu. "Siapa saja bisa dicalonkan, yang penting orang itu mampu," katanya kepada Linda Djalil dari TEMPO. Dan menurut Moerdiono, Sabam Siagian memang dicalonkan sebagai duta besar Australia. "Pertimbangannya tentu pengetahuan dan wawasan baik dan ada kemampuan berdialog," katanya. Bekal seperti dikemukakan Moerdiono tampaknya dimiliki oleh putra sulung almarhum Pendeta Isak Siagian. Selain fasih berbahasa Inggris, Sabam punya banyak kenalan di Australia, baik di kalangan pejabat Deplu di Canberra, maupun kalangan universitas, dan, ini yang penting, kalangan pers sana. Barangkali, yang terakhir itulah yang oleh Menlu Ali Alatas dilihat perlu segera digarap. Pers di Australia -- terutama sejak matinya lima wartawan mereka di medan Tim-Tim dulu -- dikenal tak ramah terhadap jirannya dari "Utara". "Kalau G to G, praktis tidak ada persoalan," kata seorang pejabat di Deplu. Betulkah pencalonan Sabam Siagian sudah ditandatangani oleh Presiden? Sabam sendiri masih enggan menjawabnya. Menlu Ali Alatas, yang baru kembali dari Swedia, belum dapat dihubungi TEMPO. Namun, beberapa sumber resmi mengatakan, tinggal menunggu persetujuan dari Canberra. Kalau benar demikian, sekali lagi dari kantor Ali Alatas di Pejambon, terjadi suatu terobosan. Sebelumnya, Bintoro Tjokroamidjojo, pejabat Bappenas yang belakangan jadi Direktur Lembaga Administrasi Negara (LAN), ditugasi sebagai Dubes RI di Negeri Belanda. Liston Siregar dan FJ
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini