Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mesam-mesem gaya pronk

Ketua IGGI Jan Pieter Pronk mengadakan kunjungan ke Indonesia selama 12 hari. Sempat disambut & bertemu dengan sejumlah mahasiswa dan aktivis hak asasi manusia. Bantuan IGGI diprotes & dipertahankan.

21 April 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DAFTAR "petualangan" J.P. Pronk, selama 12 hari kunjungannya di Indonesia terus bertambah di hari-hari terakhir. Setelah meninjau gang-gang sumpek di Jakarta dan daerah bencana Gunung Kelud, Jawa Timur, Menteri Kerja Sama Pembangunan Belanda yang juga Ketua IGGI ini "memaksa" rombongannya mampir ke makam Bung Karno di Blitar pekan lalu. Pronk mengaku sebagai pengagum Bung Karno. "Dia pemimpin besar, sejajar dengan Nasser, Nehru, dan Tito. Lepas dari segala kesalahannya, Soekarno telah banyak berjasa bagi negeri ini, tidak saja sebagai pelopor kemerdekaan, juga sebagai pemersatu bangsa ini," katanya. Ia juga mengaku sepaham dengan Soekarno. "Dalam hal kerakyatan," ujarnya kepada wartawan TEMPO Mohamad Cholid. Sebagai tamu negara, Pronk memang terkesan merasa tak nyaman diatur-atur oleh acara protokoler yang ketat. Sedikit ada waktu lowong, dia nyelonong pergi untuk "bertualang". Jumat malam pekan lalu, misalnya, dia bertamu ke sebuah rumah di Tebet Dalam, Jakarta. Ketua IGGI itu bertamu dengan gaya orang swasta: Tanpa pengawal dan menumpang mobil pribadi Dubes Belanda di Jakarta. Malam itu, yang bertindak sebagai tuan rumah adalah sekelompok pembela hak asasi manusia, yang menamakan diri Infight (Indonesian Front for the Defence of Human Rights). Pertemuan informal itu dibuka pukul 22.00 dalam gaya lesehan. "Bukannya kami hendak mengadu, tapi kami ingin mengungkapkan bahwa bantuan Anda dan IGGI justru merugikan sasarannya," begitu tutur Hira Jhamtani, aktivis Infight, membuka pembicaraan. Lantas, Hira pun membacakan laporan berbahasa Inggris yang diberi judul Indonesian Notes for the 24th Session of IGGI. Laporan 27 halaman itu mengungkapkan banyak hal, yang oleh Infight dianggap merupakan pelanggaran atas hak asasi manusia. Agar lebih afdol, pengungkapan kasus-kasus itu dilengkapi dengan penyajian gambar-gambar slide. Lembar pertama dalam daftar "pelanggaran" hak asasi itu dibuka dengan kasus Cimacan, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Di situ diungkapkan soal petani penggarap tanah titisara Desa Cimacan yang harus rela menyerahkan tanahnya dengan ganti rugi Rp 30 per m2. Ganti rugi itu, "Seharga sebatang rokok," kata pembaca laporan itu. Dari Cimacan, laporan tadi bergulir ke Majalengka -- tentang sengketa 1.043 ha tanah, antara penduduk desa dan TNI AU Kasus ini, "Menimbulkan penderitaan bagi 2.291 keluarga," begitu dilaporkan. Lantas, daftar masalah itu beralih ke Kedungombo, Boyolali, Jawa Tengah -- mengungkapkan tarik tambang antara penduduk yang emoh dipindahkan dari lokasi genangan waduk dan pihak pemerintah daerah. Pronk mendengarkan cerita-cerita itu dengan santai, duduk bersandar ke dinding sembari kakinya jidang. Sementara itu, Hira bersemangat membacakan kisah-kisah berikutnya: Kasus Pulau Panggung (Lampung), penangkapan atas beberapa mahasiswa di Yogya, Bandung, dan Jakarta, hingga soal penebangan hutan tropis Indonesia yang disebut-sebut mencapai satu juta hektare per tahun. Selesai pembacaan rentetan "kemelut" itu tibalah saatnya acara tanya jawab. Seorang pemuda, yang mengaku datang dari Majalengka, bertanya dalam bahasa Indonesia: "Apakah Tuan Pronk tak sadar bahwa bantuan yang Anda berikan itu memperkukuh tindakan yang menyalahi hak asasi manusia?" Lewat penerjemah, Pronk menjawab, "Saya melihat sudah terjadi banyak kemajuan di sini." Petani muda -- yang enggan disebut namanya -- itu tak puas, dan mendebat. "Bukankah Tuan telah melihat bukti-bukti lewat slide tadi?" Kasus-kasus itu, sahut Pronk, sudah dia saksikan sejak dia ada di negerinya. "Tapi saya ucapkan terima kasih atas input Saudara. Saya berjanji, masalah ini akan saya sampaikan dalam IGGI," kata Pronk, yang disambut tepuk tangan. Gerakan mempertanyakan bantuan IGGI ini juga meletup Sabtu pekan lalu di Jakarta. Sekitar 30 mahasiswa mendatangi kantor Kedutaan Besar Belanda di Jalan Rasuna Said, Jakarta. Mereka mendesak satpam kedutaan agar membuka pintu pagar dan membiarkan mereka bertemu dengan J.P. Pronk, yang mereka sangka ada di kantor kedutaan. Tapi satpam kedutaan bersikeras tak mau membuka pintu pagar. Alasannya sepele. "Ini kan Sabtu, jadi hari libur, tak ada siapa pun di kantor," ujar seorang satpam dari seberang pintu besi. Tapi kelompok mahasiswa yang mengaku datang dari berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta di Jakarta itu tak mau percaya. Mereka berkerumun selama tiga jam di depan kedutaan. Apa yang hendak mereka katakan? "Kami hendak menegaskan, bantuan IGGI harus dikendalikan agar tak membikin susah kaum lemah," ujar seorang mahasiswa, sambil menyebut kasus Kedungombo. Mereka memasang poster-poster, lalu bubar tanpa insiden. Salah satu poster berbunyi "Your aid is our AIDS". Demo serupa juga terjadi di Yogyakarta, Jumat pagi pekan lalu. Sekitar 50 mahasiswa, yang menamakan diri Forum Komunikasi Mahasiswa Yogyakarta, mencegat Pronk di Stasiun Tugu. Tanpa ragu, Pronk membaur dengan para mahasiswa itu sekitar sepuluh menit. "Stop bantuan IGGI sebelum demokrasi beres," kata seorang mahasiswa. Protes-protes terhadap IGGI tampaknya tak membuat Pronk terganggu. Dia cuma mesam-mesem (tersenyum) saja mendengar kritikan-kritikan itu. Lantas, apa komentarnya tentang hak asasi dan demokrasi di Indonesia. "Sudah semakin baik," ujarnya, "jangan membandingkannya dengan negeri lain. Bandingkanlah dengan masa sebelumnya." Putut Tri Husodo dan Ahmadie Thaha

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus