Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan sengketa Pilkada Kota Banjarbaru. Dalam putusannya, MK memerintahkan Komisi Pemilihan Umum Kota Banjarbaru untuk menggelar pemungutan suara ulang (PSU) dengan surat suara yang berisi kolom yang mencantumkan pasangan calon nomor urut satu Erna Lisa Halaby-Wartono serta kolom kosong yang tidak bergambar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan tersebut pada Senin, 24 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, KPU Banjarbaru telah menetapkan Lisa Halaby-Wartono sebagai calon tunggal Pilkada Kota Banjarbaru tanpa menghapus kolom gambar pasangan calon nomor urut dua, yaitu Aditya Mufti Ariffin-Said Abdullah, dalam surat suara. Padahal, paslon tersebut telah didiskualifikasi.
KPU juga menganggap surat suara dengan kondisi kolom gambar paslon nomor urut dua yang tercoblos sebagai tidak sah. Oleh para hakim, KPU dinilai tidak memberikan kebebasan kepada para pemilih untuk memberikan pilihan lain selain kepada pasangan calon nomor urut satu.
“Pemilukada dengan satu pasangan calon tanpa adanya pilihan untuk mencoblos kolom kosong sebagai pernyataan tidak setuju dengan keterpilihan pasangan calon tersebut menyebabkan dalam pemilihan tersebut sesungguhnya tidak terdapat pilihan yang bermakna," ujar hakim MK Enny Nurbaningsih.
Enny memandang KPU telah merenggut hak pemilih untuk memberikan suaranya secara bermakna. Hal itu juga dinilai telah melanggar Pasal 18 ayat 4 UUD Tahun 1945 dan asas-asas kepemiluan lainnya. KPU juga disebut telah abai dalam menerapkan diskresi untuk mengedepankan hak konstitusional dan kepentingan pemilih.
"Pemilihan (Kota Banjarbaru) yang dilaksanakan demikian merupakan bentuk pemilihan di mana kepala daerah tidak dipilih secara demokratis,” kata Enny.
Dalam gugatan ini, MK memilih untuk mengesampingkan aspek kedudukan hukum penggugat. Diketahui, Lembaga Studi Visi Nusantara sebetulnya tidak bisa mengajukan permohonan karena awalnya Pilwalkot Kota Banjarbaru akan diikuti dua pasangan calon.
Lembaga Studi Visi Nusantara sebagai lembaga pemantau pemilu yang telah diverifikasi oleh KPU seharusnya tidak dapat mengajukan gugatan terhadap sengketa Pilwalkot Banjarbaru. Bila berdasar pada Pasal 157 dan Pasal 158 UU Pilkada, lembaga pemantau pemilu hanya dapat mengajukan gugatan bila pilkada hanya diikuti oleh satu paslon.
“Persoalan formal berkenaan kedudukan hukum Pemohon dalam kasus ini dapat dikesampingkan demi kepentingan yang lebih besar, yaitu kepentingan yang berkenaan dengan hak konstitusional pemilih,” kata Enny.
Dalam Pilkada Kota Banjarbaru, mulanya terdapat dua paslon, yakni Lisa Halaby-Wartono sebagai nomor urut satu dan Aditya Mufti Ariffin-Said Abdullah yang memegang nomor urut dua. Namun, pada 31 Oktober 2024, KPU Kota Banjarbaru membatalkan pencalonan Aditya-Said.
Meski begitu, surat suara telah terlanjur dicetak dengan dua paslon dan digunakan dalam pemungutan suara Pilkada 2024. KPU menggunakan mekanisme bahwa pemilih paslon nomor urut 2 sebaga suara tidak sah. Dalam hasil rekapitulasi, KPU menetapkan Erna Lisa Halaby-Wartono sebagai pemenang dengan 36.135 suara sah. Sementara suara tidak sah mencapai 78.736 suara. Surat suara tidak sah itu diantaranya merupakan suara dari pemilih yang mencoblos Aditya-Said. Adapun perkara ini teregister dengan nomor 05/PHPU.WAKO-XXIII/2025.
Pilihan Editor: Penjelasan SDIT Mutiara Hati soal Pemecatan Vokalis Sukatani