Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Momen

25 Februari 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Babak Baru Kasus E-KTP

KASUS megakorupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) memasuki babak baru. Dua saksi dalam persidangan terdakwa bekas Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Setya Novanto, menyeret para ketua fraksi periode 2009-2014. Mereka tidak hanya disebut mengetahui perancangan anggaran, tapi juga dituding menikmati aliran dana proyek yang merugikan negara Rp 2,3 triliun ini.

Bekas Bendahara Umum Demokrat, M. Nazaruddin, misalnya, mengatakan semua ketua fraksi partai di DPR menerima uang dari proyek e-KTP. Menurut Nazar, saat pembahasan proyek itu di ruang Ketua Fraksi Demokrat Anas Urbaningrum, Mustokoweni membuat catatan pembagian uang untuk para pemimpin fraksi. Besaran uang untuk ketua fraksi berbeda-beda, tapi Nazar mengatakan semua mendapat bagian.

Mustokoweni adalah politikus Golkar yang saat itu menjadi Koordinator Badan Anggaran Komisi Pemerintahan DPR. Ia meninggal pada Juni 2010. "Menurut laporan Bu Mustoko dan Andi, semua terealisasi," ujar Nazar. Andi yang disebut Nazar adalah Andi Narogong, pengusaha dan orang dekat Setya yang diduga ikut membagi-bagikan uang ke DPR.

Dugaan keterlibatan para ketua fraksi juga disebut bekas Wakil Ketua Komisi Pemerintahan DPR, Ganjar Pranowo, ketika menjadi saksi untuk Setya, dua pekan sebelumnya. Ganjar mengatakan pembahasan proyek e-KTP selalu dilaporkan kepada setiap ketua fraksi di Dewan.

Komisi Pemberantasan Korupsi mempertimbangkan untuk memanggil para ketua fraksi di persidangan Setya guna mengklarifikasi kesaksian Nazar dan Ganjar. Komisi antikorupsi bakal mencocokkan keterangan-keterangan itu dengan alat bukti yang ada. "Akan diuji logis atau tidak. Jika didukung bukti lain, dapat ditelusuri lebih jauh," ujar juru bicara KPK, Febri Diansyah.

Setya Novanto, yang saat itu menjabat Ketua Fraksi Golkar, membantah kesaksian Nazar. "Enggak benar itu," ucapnya. Dalam beberapa kesempatan, Anas Urbaningrum membantah kecipratan duit e-KTP. Jafar Hafsah, Ketua Fraksi Demokrat pengganti Anas, mengaku pernah menerima duit Rp 1 miliar untuk dana operasional. Dia mengaku baru mengetahui duit itu bermasalah dan kemudian mengembalikannya ke KPK. "Kalau dianggap uang e-KTP, saya kembalikan saja," katanya.

Mereka Terseret

PEMBAHASAN anggaran proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) di Dewan Perwakilan Rakyat berlangsung sepanjang 2010-2012. Inilah mereka yang ketika itu memimpin fraksi di Dewan.
1. Fraksi Partai Demokrat Ketua (periode 2009-2010): Anas Urbaningrum Ketua (periode 2010-2012): Jafar Hafsah
2. Fraksi Partai Golkar Ketua: Setya Novanto
3. Fraksi PDI Perjuangan Ketua (periode 2009-2012): Tjahjo Kumolo Ketua (periode 2012-2014): Puan Maharani
4. Fraksi PKS Ketua: Mustafa Kamal
5. Fraksi PAN Ketua: Asman Abnur
6. Fraksi PPP Ketua: Hasrul Azwar
7. Fraksi PKB Ketua: Marwan Jafar
8. Fraksi Partai Gerindra Ketua: Wijono Haryanto
9. Fraksi Partai Hanura Ketua: Ahmad Fauzi


Novel Baswedan Pulang

SETELAH lebih dari 10 bulan dirawat di Singapura, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, kembali ke Tanah Air. Novel pulang dengan kondisi mata yang belum sepenuhnya pulih akibat teror penyiraman air keras pada 11 April 2017. Dia masih akan menjalani operasi pemasangan kornea artifisial dalam empat pekan ke depan di Negeri Singa.

Novel memutuskan pulang lebih awal untuk menunjukkan semangat perlawanan terhadap teror dan intimidasi yang menghadang upaya KPK memberantas korupsi. Menurut Novel, teror itu telah gagal. "Sekarang, mereka yang seharusnya berhati-hati," ucapnya. Dari Bandar Udara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Novel langsung menuju kantor KPK. Ia disambut ratusan kolega dan para pegiat antikorupsi.

Hingga kini, polisi tak kunjung berhasil mengungkap kasus teror terhadap Novel. "Kalau kami terlihat diam, itu bukan karena tak berbuat apa-apa. Kami terus bekerja," kata Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI Komisaris Jenderal Ari Dono.


PDIP Kembali Usung Jokowi

KETUA Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan MegawatiSoekarnoputri mengumumkan penetapan Joko Widodo sebagai calon presiden 2019-2024. "Dengan ini saya nyatakan calon presiden dari PDI Perjuangan, Joko Widodo," kata Megawati dengan suara memekik dalam pidato pembukaan Rapat Kerja Nasional III PDIP di Grand Inna Beach Hotel, Bali, Jumat pekan lalu.

Suara pidato Megawati ini disambut sorak-sorai oleh ratusan kader yang hadir dalam rapat. "Siap dimenangkan?" kata Megawati sambil mengangkat tangan berbentuk simbol metal. "Yooo!" teriak peserta Rakernas yang juga mengikuti gaya tangan metal Megawati.

Jokowi menyampaikan terima kasih atas keputusan PDIP mengusungnya dalam pemilihan presiden 2019.Mengenai calon wakil presiden yang akan mendampinginya, Jokowi mengatakan akan membahasnya dengan partai koalisi yang akan mendukungnya kelak. "Nanti setelah berbicara dengan partai-partai, baru saya sampaikan," ujarnya.


Moratorium Proyek Infrastruktur Layang

PEMERINTAH menghentikan sementara (moratorium) semua proyek jalan dan rel kereta layang di Indonesia. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basoeki Hadimoeljono mengatakan moratorium merupakan respons pemerintah atas banyaknya kecelakaan proyek konstruksi belakangan ini.

Dalam kecelakaan terakhir, Selasa pekan lalu, baja penahan cetakan beton (bekisting) pada tiang jalan tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu) ambrol dan melukai tujuh pekerja. "Kami mengantisipasi. Ini (kecelakaan) yang ke-14 kalinya dalam dua tahun," ujar Basoeki di kantornya, kemarin.

Semua proyek jalan layang akan dihentikan sementara, dari proyek kereta ringan atau light rail transit (LRT), jalan layang atau mass rapid transit (MRT) di Lebak Bulus, hingga proyek Jembatan Holtekamp di Papua. Menurut Presiden Joko Widodo, kecelakaan kerja tak akan terjadi meski pengerjaan infrastruktur dikebut. Asalkan ada pengawasan ketat. l


Yogya Melanjutkan Diskriminasi

PENGADILAN Negeri Yogyakarta menolak gugatan warga Yogyakarta bernama Handoko atas Surat Instruksi Wakil Gubernur DIY Nomor 898/I/A/1975 tentang Larangan Kepemilikan Hak atas Tanah bagi Warga Nonpribumi. "Menolak gugatan dan meminta penggugat membayar biaya perkara," kata ketua majelis hakim Cokro Hendro Mukti, Selasa pekan lalu.

Majelis hakim berpendapat aturan itu tidak bertentangan dengan asas pemerintahan yang baik. Selain itu, menurut hakim, kebijakan tersebut terkait dengan status keistimewaan Yogyakarta yang memberi kewenangan khusus di bidang pertanahan dan menjaga keberadaan Kesultanan Yogyakarta. Handoko menggugat Gubernur Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X dan pejabat Kepala Badan Pertanahan Nasional Yogyakarta karena menjalankan instruksi itu. Ia berencana mengajukan permohonan banding atas putusan pengadilan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus