Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Momen

21 April 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Beda Pendapat, Pengurus PPP Dipecat

Suryadharma Ali memecat enam pengurus Partai Persatuan Pembangunan yang ikut mengajukan mosi tak percaya lantaran Ketua Umum PPP itu menghadiri kampanye Partai Gerakan Indonesia Raya pada Maret lalu.

Mereka yang dipecat adalah Wakil Ketua Umum dan Ketua Badan Pemenangan Pemilu Suharso Monoarfa, Ketua Pengurus Jawa Barat Rahmat Yasin, Ketua Jawa Timur Musyaffa Noer, Ketua Sulawesi Selatan Amir Uskara, Ketua Sumatera Utara Fadli Nurizal, dan Sekretaris Kalimantan Tengah Awaluddin.

"Surat pemecatan sudah ditandatangani oleh Ketua Umum dan Wakil Sekjen," kata Wakil Sekretaris Jenderal Syaifullah Tamliha, Rabu pekan lalu. Menurut dia, gerakan menjatuhkan Menteri Agama itu dianggap merusak partai. Kedatangan Suryadharma ke kampanye Gerindra itu, menurut Syaifullah, merupakan bentuk komunikasi politik.

Gerakan pendongkelan Suryadharma itu didukung 26 pengurus provinsi. Sesuai dengan hasil Musyawarah Kerja Nasional 2013, Prabowo Subianto, calon presiden dari Gerindra, tak masuk daftar tujuh tokoh yang akan disokong PPP. Justru nama Suryadharma dan calon presiden dari PDI Perjuangan, Joko Widodo, yang masuk.

Tapi Suryadharma malah menempel Prabowo. "Itu sangat merendahkan martabat partai," ujar Rahmat Yasin. Suharso menyebut keputusan pemecatan oleh Suryadharma itu sepihak karena tidak melalui rapat pengurus harian. Wakil Ketua Umum Emron Pangkapi menilai pemecatan itu tak sah.


Konflik Bersejarah Partai Ka'bah

PERSETERUAN bukan barang baru di Partai Persatuan Pembangunan. Sejak berdiri pada 5 Januari 1973, PPP jatuh-bangun akibat gesekan kepentingan elitenya.

1980.
Perebutan kursi Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat antara unsur NU dan Parmusi.

1982.
Ketua Umum H J. Naro mencoret banyak kader NU dari kepengurusan tanpa setahu Presiden PPP Idham Chalid dan pengurus lain.

1983.
Idham, dari NU, membentuk pengurus tandingan.

1984
- Kelompok Soedardji, kader Parmusi, mengajukan perubahan lambang dari Ka'bah menjadi bintang, PPP menerima asas tunggal Pancasila. Naro menolak dengan alasan itu keputusan muktamar.
- NU keluar dari PPP, kembali ke Khittah 1926 sesuai dengan hasil Muktamar 1984 di Situbondo, Jawa Timur. Gerakan ini menggembosi PPP.

1986.
Naro menyusun daftar calon sementara untuk Pemilu 1987 dengan menggeser kelompok Soedardji. Soedardji membuat daftar tandingan, tapi ditolak Menteri Dalam Negeri.

1987.
PPP kehilangan 33 kursi dalam Pemilu 1987.

1998.
PPP gembos lagi karena sebagian besar nahdliyin keluar untuk mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa.

1999.
Hamzah Haz, kader NU, terpilih menjadi Ketua Umum PPP melalui Muktamar IV pada 1999. Dia menggantikan Buya Ismail Hasan Metareum. Hamzah menekuk calon dari kubu Parmusi, A.M. Saefuddin.

27 Januari 2002.
Kelompok KH Zainuddin Mz. mendeklarasikan Partai Bintang Reformasi. Kubu Zainuddin menilai penundaan muktamar dari 2003 menjadi 2004 adalah cara Hamzah, kala itu Wakil Presiden Indonesia, mempertahankan posisinya menjelang Pemilu 2004.

2005.
Dimotori unsur Parmusi, digelar Silaturahmi Nasional di Jakarta pada 25-27 Februari 2005. Kelompok Bachtiar Chamsyah ingin muktamar dipercepat. Salah satu alasannya, perolehan suara PPP pada Pemilu 1999 dan 2004 terus merosot. Ditolak Hamzah Haz.

April 2014.
Sebanyak 26 pengurus provinsi dan sejumlah petinggi memberikan mosi tak percaya kepada Ketua Umum Suryadharma Ali karena kehadirannya dalam kampanye Partai Gerindra. Suryadharma menjawab dengan memecat enam motor gerakan pendongkelan.

Sumber diolah Tempo

Meminta Maaf, Panglima TNI Dikritik

Guru besar hukum internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, mengkritik pernyataan maaf Panglima TNI Jenderal Moeldoko kepada pemerintah Singapura atas penamaan kapal perang RI Usman-Harun. Permintaan maaf itu disiarkan televisi Singapura, NewsAsia.

"Panglima TNI harus mengklarifikasinya," kata Hikmahanto, Kamis pekan lalu. Tapi Moeldoko membantah minta maaf. Ia menjelaskan, kata "maaf" tersebut adalah ungkapan sikap Indonesia yang tak akan mengubah nama kapal. "Tak ada itu mohon maaf," ucap Moeldoko.

Singapura memprotes karena kapal yang dibeli dari Inggris tersebut diberi nama dua prajurit Marinir TNI Angkatan Laut, Usman Haji Mohamed Ali dan Harun Said. Keduanya dihukum mati pengadilan Singapura karena mengebom MacDonald House di Orchard Road, Singapura, pada 10 Maret 1965. Mereka digantung pada 17 Oktober 1968. Serangan Usman dan Harun dilakukan dalam masa konfrontasi Indonesia dengan Malaysia.

Anak-anak Atut Diusut KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi menyelidiki dugaan pencucian uang oleh Gubernur Banten Atut Chosiyah. Tersangka kasus suap kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dan kasus korupsi itu diduga mengalihkan harta hasil kejahatan kepada kedua anaknya, Andika Hazrumy dan Andiara Aprilia.

Harta itu berupa 26 mobil mewah, antara lain merek Maserati, Toyota Vellfire, dan Mitsubishi Pajero. Andika mempunyai 15 mobil mewah, sedangkan sisanya milik Andiara. "Kasus ini sedang dalam penyelidikan," kata juru bicara KPK, Johan Budi Sapto Prabowo, Kamis pekan lalu. Mobil-mobil akan disita jika Andika dan Andiara menjadi tersangka.

Andika, kelahiran 1985, adalah anggota Dewan Perwakilan Daerah 2009-2014, sedangkan adiknya calon anggota legislatif dari Partai Golkar dalam Pemilihan Umum 2014. Menurut Johan, KPK juga menelusuri aset lain berupa tanah dan hotel.

Tiga Tahun buat Emir

Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memvonis politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Izedrik Emir Moeis, tiga tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider tiga bulan kurungan, Senin pekan lalu.

Hukuman ini lebih ringan dibanding tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi, yakni empat tahun enam bulan penjara dan denda Rp 200 juta subsider lima bulan kurungan.

Sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999-2004 dan 2004-2009, Emir terbukti menerima uang US$ 357 ribu dari PT Alstom Power Amerika dan PT Marubeni Jepang, yang masuk konsorsium Alstom, terkait dengan pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Tarahan, Lampung.

Atas perbuatan itu, Emir dinyatakan melanggar delik dakwaan alternatif kedua, yaitu Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Hal yang memberatkan Emir adalah ia selaku anggota DPR dinilai tidak mendukung pemerintah yang tengah giat-giatnya melakukan pemberantasan korupsi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus