Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Vonis Ringan Hakim Syarifuddin
SYARIFUDDIN, hakim pengawas Pengadilan Niaga Jakarta Pusat nonaktif, divonis empat tahun penjara dan denda Rp 150 juta atau empat bulan kurungan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Selasa pekan lalu. Hakim menilai Syarifuddin terbukti menerima suap Rp 250 juta dari kurator Puguh Wirawan dalam pengurusan harta pailit PT SkyCamping.
Duit itu diberikan agar Syarifuddin menyetujui perubahan atas aset boedel pailit PT SkyCamping, berupa dua bidang tanah SHGB 5512 atas nama perusahaan itu dan SHGB 7251 atas nama PT Tanata Cempaka Saputra, menjadi aset non-boedel pailit tanpa penetapan pengadilan. Tujuan lainnya, agar pada saat digelar rapat kreditor terbatas pada 8 Juni 2011, aset tersebut sudah dinyatakan sebagai aset yang layak jual dan tak bermasalah.
Putusan ini jauh lebih ringan daripada tuntutan jaksa, yang meminta Syarifuddin dihukum 20 tahun penjara plus denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. Hakim juga memerintahkan uang yang ditemukan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi di luar suap Rp 250 juta dikembalikan kepada Syarifuddin.
Misteri Duit dalam Tas Merah
Pada 21 Juni 2011, Puguh Wirawan mendatangi rumah Syarifuddin di kawasan Sunter, Jakarta Utara, dengan membawa tas merah penuh duit. Setelah Puguh pulang, penyidik KPK menggerebek Syarifuddin dan menemukan tas merah. Isi tas merah membelalakkan mata: aneka duit dalam mata uang asing.
Kejanggalan Jaksa meminta hakim memerintahkan Syarifuddin membuktikan asal-usul uang. Hakim menolak dan menyatakan uang tidak harus disita negara dan tidak perlu ada pembuktian terbalik.
Apa penghasilan Saudara dibayar dengan mata uang asing?
Jaksa
Itu privasi saya dan tidak ada dalam dakwaan!
Syarifuddin
Jaksa silakan bertanya. Terdakwa juga punya hak untuk tidak menjawab.
Hakim
Sidang Perdana Nunun
NUNUN Nurbaetie akhirnya diadili untuk pertama kalinya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta, Jumat pekan lalu. Di pengadilan, Nunun melepas cadar dan kacamata hitam yang selama ini ia pakai jika keluar dari tahanan Pondok Bambu untuk diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi.
Jaksa menuntut Nunun telah menyuap tiga anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999-2004. Suap berupa cek pelawat itu diberikan kepada Hamka Yandhu dari Golkar, Endin Soefihara dari Partai Persatuan Pembangunan, dan Udju Djuhaeri dari Fraksi TNI/Polri. Suap senilai Rp 20,85 miliar itu ditujukan untuk memenangkan Miranda Goeltom dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia.
Cek-cek itu diberikan Nunun kepada Arie Malangjudo, kolega di perusahaannya, PT Wahana Esa Sejati. Oleh Arie, cek-cek itu diberikan kepada anggota Dewan sebelum Komisi Keuangan memenangkan Miranda dengan suara bulat. Oleh ketiga anggota Dewan itu, cek dibagikan kepada 39 anggota lain.
Menurut jaksa, total cek Rp 24 miliar. "Sisanya belum ketahuan, bahkan masih ada dua yang belum dicairkan," kata Muhammad Rum, salah satu penuntut. Bagi Nunun, imbalan tebar suap itu adalah cek senilai Rp 1 miliar, yang dicairkan sekretaris ke rekening perusahaannya.l
Pelaku Kejahatan Ringan Tak Ditahan
MAHKAMAH Agung menetapkan batas kejahatan ringan setara dengan nilai barang sebesar Rp 2,5 juta. Penetapan itu termaktub dalam Peraturan Mahkamah tentang Penyelesaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang diteken Harifin Tumpa.
Menurut Harifin, Ketua Mahkamah yang digantikan Hatta Ali, putusan itu merupakan tafsir ulang terhadap KUHP yang menetapkan pidana ringan setara dengan nilai barang Rp 2.500. Nilai Rp 2,5 juta didasarkan pada harga emas saat ini. Dengan peraturan ini, pelaku kejahatan di bawah nilai itu tak akan ditahan. "Masak, mencuri sandal jepit harus ditahan?" ujarnya, Selasa pekan lalu.
Peraturan ini, kata Harifin, juga ditujukan buat menghindari masuknya perkara-perkara yang mengganggu rasa keadilan masyarakat. Selain tak perlu menahan, aparat hukum bisa menyelesaikan perkara kejahatan ringan ini dalam waktu sehari.
Harifin sadar ketentuan ini akan memicu kontroversi. Ia mempersilakan Dewan Perwakilan Rakyat mengkaji peraturan itu jika dianggap keliru. "Ini langkah revolusioner yang kami lakukan," katanya.
Jaksa Penerima Suap Dibacok
SISTOYO, jaksa yang menjadi terdakwa kasus suap, dibacok seorang pengunjung seusai sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Rabu pekan lalu. Dahi penuntut umum Kejaksaan Negeri Cibinong, Bogor, ini sobek sekitar tujuh sentimeter. "Dia mendapat tujuh hingga delapan jahitan," kata Firman Wijaya, pengacaranya.
Ketika Sistoyo sedang diwawancarai wartawan perihal suap Rp 100 juta dari dua pengusaha yang terjerat kasus korupsi, mendadak seseorang menghambur ke depannya dan mengayunkan golok sambil berteriak, "Pengkhianat!" Sistoyo tak sempat menghindar.
Polisi meringkus sang pembacok. Namanya Deddy Sugardo. Pria 54 tahun itu aktivis lembaga swadaya masyarakat yang sudah bubar: Pemerhati Aparatur Negara. Kepada polisi, Deddy mengaku sudah merencanakan aksi itu dua bulan. "Dia bermaksud memberi terapi kejut buat koruptor," kata juru bicara Kepolisian Resor Kota Besar Bandung, Komisaris Endang Sri Wahyu Utami.
Komisi Pemberantasan Korupsi memastikan akan mengevaluasi pengamanan para terdakwa yang sedang diadili. Juru bicara KPK, Johan Budi S.P., mengakui pengawalan tahanan selama ini kurang memadai karena hanya ada dua petugas dari Komisi dan polisi untuk setiap terdakwa. Sistoyo ditangkap pada November 2011 di halaman kantornya karena diduga menerima suap Rp 100 juta dari dua pengusaha yang sedang terjerat kasus hukum.
Gayus Divonis Enam Tahun
GAYUS Halomoan Partahanan Tambunan divonis hukuman enam tahun penjara dan denda Rp 1 miliar oleh hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu dihukum untuk empat dakwaan sekaligus: korupsi, suap, pencucian uang, dan menyuap petugas rumah tahanan Markas Komando Brimob Kelapa Dua, Depok.
Vonis itu lebih rendah dua tahun ketimbang tuntutan jaksa. Hakim Suhartoyo menyatakan di muka sidang, Kamis pekan lalu, Gayus terbukti melakukan semua tuduhan yang disusun jaksa. Gayus terbukti menerima suap Rp 925 juta dari Roberto Santonius untuk mengurus gugatan keberatan pajak PT Metropolitan Retailmart. Ia juga menerima US$ 3,5 juta dari Alif Kuncoro, perantara penerima order dari tiga perusahaan Grup Bakrie, yakni PT Kaltim Prima Coal, PT Arutmin, dan PT Bumi Resources.
Perkara kedua yang menjerat Gayus adalah pemilikan uang US$ 659.800 dan Sin$ 9,68 juta hasil gratifikasi dari berbagai pihak. Adapun pencucian uang dituduhkan untuk kotak deposit dan pelbagai rekening di Bank Mandiri Kelapa Gading, yang dipakainya menyimpan duit-duit haram itu.
Dalam perkara keempat, Gayus terbukti menyuap sejumlah petugas penjara dan Kepala Rutan Iwan Siswanto sebesar Rp 1,5-4 juta. Ia membagi-bagikan uang itu agar bisa keluar dari tahanan dengan leluasa. Hakim juga memerintahkan duit Gayus Rp 100 miliar dikembalikan kepada negara. Gayus ataupun pengacaranya tak menanggapi putusan ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo