Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Berlari ke Pangkuan Front

Tersangka perusakan lahan sawit meminta perlindungan Front Pembela Islam. Dituduh menyokong pembentukan cabang.

5 Maret 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KETUKAN di pintu itu terdengar pagi benar. Budiardi sedang bersantai di kamarnya, Rumah Susun Petamburan, Jakarta Pusat. Kamis dua pekan lalu, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah, itu telah beberapa pekan bersembunyi di situ. Akhir tahun lalu, Kepolisian Resor Seruyan menetapkan politikus Partai Kebangkitan Bangsa itu sebagai tersangka perusakan kebun sawit.

Mendengar ketukan, Budiardi membuka pintu. Bukan tamu yang diharapkan, di luar kamar sepuluhan polisi siap meringkusnya. Mereka anggota Direktorat Reserse Kriminal Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah dan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia. Budiardi menyerah.

Kepala Bidang Humas Polda Kalimantan Tengah Ajun Komisaris Besar Hadi Pambudi Rahayu mengatakan Budiardi masuk daftar pencarian orang. Tempat tinggalnya diketahui dari pelacakan telepon seluler yang digunakan. "Suatu ketika ia menelepon temannya," kata Hadi, Jumat pekan lalu. "Dari situ posisinya ketahuan."

Kepolisian mengutus tiga penyidik ke Jakarta. Tiba Rabu pekan siang lalu, tim berkoordinasi dengan Markas Besar Kepolisian. Selama beberapa jam, tim memantau dan memastikan keberadaan Budiardi. Mereka bergerak esok paginya. Setelah ditangkap, Budiardi dibawa ke Palangkaraya menggunakan pesawat Lion Air.

Budiardi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian Resor Seruyan dalam kasus perusakan bibit sawit di lahan milik PT Wahana Sawit Subur Lestari. Perusakan dilakukan belasan orang pada Desember 2011 di Desa Hanau. Menurut polisi, para pelaku adalah orang suruhan Budiardi.

Alih-alih menjawab tudingan, Budiardi terbang ke Jakarta. Ia tetap menggunakan jalur politik. Pertengahan Januari lalu, ia menemani penduduk Seruyan yang datang ke Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat. Saat itu ia mengatakan tiga kali mengabaikan panggilan polisi. Ia menuduh penetapannya sebagai tersangka merupakan "ketidakberpihakan negara kepada kepemilikan tanah adat".

Selain memakai jalan politik, rupanya Budiardi menggunakan "jalur spiritual". Pada Januari lalu, ia juga mendatangi markas Front Pembela Islam di Petamburan—tak jauh dari rumah susun tempat persembunyiannya. Ia menemui Rizieq Shihab, ketua umum organisasi itu.

Muchsin Alatas, Ketua Bidang Dakwah Front, mengatakan pertemuan Rizieq dan Budiardi bersifat pribadi. Menurut dia, Budiardi mengadukan persoalan tanah yang dihadapi masyarakat Seruyan. Muchsin, yang juga hadir pada pertemuan, menyebutkan Budiardi mengaku putus asa. "Sudah mengadu ke mana-mana, kabupaten dan provinsi, mentok semua. Malah dikriminalisasi," ia menjelaskan.

Menurut Muchsin, Budiardi merapat ke Front setelah melihat kasus tanah di Mesuji, Lampung. Ketika itu Front menampung petani yang bersengketa dengan perusahaan sawit, kemudian membawanya ke Dewan. Mereka datang bersama tim pimpinan Saurip Kadi, mantan Kepala Staf Personalia Angkatan Darat. Budiardi disebutnya hadir dalam suatu pertemuan di Gedung Cawang Kencana, Jakarta Pusat, untuk membahas sengketa Mesuji.

l l l

KEDEKATAN Budiardi dan Front Pembela Islam disorot ketika organisasi itu berencana membuka cabang di Kalimantan Tengah. Ratusan pemuda Dayak menolak kehadiran empat petinggi Front yang hendak mendatangi peresmian cabang pada 11 Februari lalu. Mereka menghadang di Bandar Udara Tjilik Riwut sehingga keempat orang itu diterbangkan ke Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

Dua hari setelah kejadian, rombongan Front mendatangi Markas Besar Kepolisian di Jakarta. Budiardi ikut rombongan ini. Seusai pertemuan, ia terang-terangan mendukung pembentukan Front di kampung halamannya. "Tidak semua masyarakat menolak FPI," katanya. "Kami akan tetap mendirikannya di Seruyan, Kobar, Kotim, Sampit, dan Kuala Kapuas. Kami yang meminta."

Sejumlah pihak segera mencurigai Budiardi adalah sponsor pembentukan Front di Kalimantan Tengah. Tapi seorang pejabat di provinsi itu ragu Budiardi berperan banyak "Kalaupun benar terlibat, Budiardi mungkin memanfaatkan momentum saja," katanya.

Rencana kedatangan anggota FPI diketahui dua pekan sebelumnya. Komunitas Intelijen Daerah mengundang beberapa organisasi kemasyarakatan dan keagamaan dalam sebuah rapat di kantor Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi di Jalan Yos Sudarso, Palangkaraya, untuk membahas soal ini. Rapat yang dipimpin Kepala Pelaksana Harian Badan Intelijen Negara Kalimantan Tengah Brigjen Anjar Pramono ini sepakat Front tak boleh dibentuk di provinsi itu. Tapi di balik pembentukan Front tidak dibahas dalam pertemuan.

Pejabat yang menolak disebutkan namanya itu menyatakan kehadiran FPI lebih berkaitan dengan politik. Organisasi ini sengaja didatangkan untuk kepentingan bupati atau wali kota yang ingin mencalonkan kembali. "Semua kepala daerah yang wilayahnya akan didirikan cabang FPI bakal mencalonkan diri," katanya.

Front disebutnya memiliki kedekatan dengan Bupati Kuala Kapuas, Bupati Sampit, dan Wali Kota Palangkaraya. Kedatangan Front, menurut pejabat yang sama, diharapkan membangkitkan kembali sentimen keagamaan—yang dianggap bakal menguntungkan para bupati incumbent.

Muchsin Alatas mengakui Front memiliki kedekatan dengan masyarakat di tiga daerah itu. Dakwah yang dilakukan organisasinya di Kalimantan Tengah, ia melanjutkan, sudah lebih dari lima tahun. Ia juga membenarkan anggapan bahwa kedatangan FPI karena diundang oleh kepala daerah Kuala Kapuas, Sampit, dan Palangkaraya.

Dakwah mereka di sana, kata Muchsin, juga didukung oleh kepala daerah. Bahkan, setelah ditolak turun di Palangkaraya, rombongan FPI menginap di Banjarmasin, di sebuah guest house dekat kantor Bupati Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah. Rombongan juga diundang Bupati Kuala Kapuas membicarakan rencana mereka berdakwah. Tapi Muchsin membantah kegiatan ini berkaitan dengan pemilihan kepala daerah. "Itu persepsi orang, silakan saja," ujarnya.

Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah juga belum menghubungkan penangkapan Budiardi dengan Front Pembela Islam. Meski berada di dekat markas organisasi itu, menurut Ajun Komisaris Besar Hadi Pambudi, tempat persembunyian Budiardi merupakan rumah susun milik keluarga sang politikus.

Kartika Candra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus