Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Setara Institute menyayangkan keluarnya fatwa Majelis Ulama Indonesia atau MUI dalam Ijtima Ulama di Bangka Belitung pada akhir Mei lalu mengenai salam dan ucapan hari raya lintas agama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam Ijtima Ulama tersebut, Komisi Fatwa MUI mengharamkan salam lintas agama dan ucapan selamat hari raya lintas agama oleh umat Islam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam konteks kebinekaan Indonesia, Setara Institute menilai salam dan ucapan hari raya lintas agama merupakan bentuk dari toleransi dan ekspresi etika sosial dalam tata kebinekaan Indonesia.
"Dalam tata kebinekaan Indonesia, salam dan ucapan hari raya lintas agama adalah pernyataan respek dan pengakuan (rekognisi) atas keberadaan yang berbeda, dan bukan semata-mata bentuk ibadah umat Islam dan bahkan naif jika hal itu dinilai sebagai pencampuradukan agama dan merusak akidah umat Islam," kata Setara Institute dalam keterangan tertulisnya pada Rabu, 5 Juni 2024.
Kedua, Setara Institute menilai bahwa fatwa MUI bukanlah produk hukum yang mengikat meski eksistensi lembaga itu didasarkan pada hukum negara.
Dengan demikian, fatwa MUI menurut Setara cukup diperlakukan sebagai pandangan dari sebuah organisasi keislaman yang muatannya tidak mengikat lembaga-lembaga negara dan pemerintahan negara dalam praktik penyelenggaraan negara.
Lalu yang ketiga, Setara Institute memandang dalam kenyataannya, MUI bukanlah satu-satunya organisasi keislaman yang memiliki otoritas keagamaan di Indonesia.
Pandangan-pandangan keislaman yang dibutuhkan oleh umat atau oleh kelembagaan negara yang penduduk mayoritasnya muslim ini dapat merujuk pada Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah dan beberapa organisasi keislaman moderat lainnya yang pandangan keislamannya lebih kompatibel dan lebih memajukan toleransi serta kebinekaan Indonesia.
Setara Institute juga menilai bahwa fatwa MUI yang mengharamkan salam dan ucapan selamat hari raya lintas agama justru kontraproduktif. "Dan bertentangan dengan inisiatif, praktik baik, dan agenda-agenda pemajuan toleransi dan penguatan kebinekaan yang dilakukan oleh pemerintah," ujar lembaga ini.
Seperti diketahui agenda toleransi ini dilakukan lewat Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, dan kementerian serta lembaga lainnya.
Praktik itu diupayakan dalam bentuk program pembinaan ideologi Pancasila, moderasi beragama, pembauran kebangsaan, pemeliharaan kerukunan umat beragama, pencegahan ekstremisme yang mengarah pada kekerasan, dan lain sebagainya.
Setara Institute menilai keluarnya fatwa ini menunjukkan kegagalan MUI sebagai organisasi masyarakat untuk berkontribusi dalam memelihara perdamaian dan kerukunan umat beragama.
Merujuk pada Undang-Undang Organisasi Masyarakat Pasal 5 UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, menegaskan bahwa salah satu tujuan dari Organisasi Kemasyarakatan adalah mengembangkan kesetiakawanan sosial, gotong royong dan toleransi dalam kehidupan masyarakat, serta menjaga, memelihara, dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.