Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan kritik adalah hal yang biasa dalam suatu pemerintahan, termasuk di antaranya dengan menggunakan mural. Meski begitu, ia meminta kritik disampaikan dengan cara yang lebih beradab.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Karena apapun presiden adalah orang tua kita, yang perlu sekali dan sangat perlu untuk kita hormati. Jangan sembarangan berbicara, jangan sembarangan menyatakan sesuatu dalam bentuk kalimat atau dalam bentuk gambar," kata Moeldoko Rabu, 18 Agustus 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Moeldoko mengatakan Presiden Joko Widodo sangat terbuka dan tak pernah pusing dengan kritik. Namun, Jokowi juga selalu mengingatkan sebagai orang Timur, Indonesia memiliki adat. Ia mengatakan tata krama dan ukuran-ukuran budaya supaya di kedepankan.
Moeldoko juga mengatakan saat ini kritik dengan fitnah seringkali tak bisa dibedakan pemerintah. Apalagi ia mengatakan banyak tokoh yang justru hanya memperkeruh situasi.
"Saya sering mengatakan setelah itu minta maaf. Ini apa bangsa ini? Berbuat sesuatu, ada tindakan, minta maaf. Ini sungguh sangat tidak baik. Mestinya bangsa yang pandai adalah bangsa yang berpikir dulu sebelum bertindak sesuatu," kata Moeldoko.
Ia pun meminta masyarakat tak serta merta menganggap pemanggilan pihak kepolisian terhadap orang yang membuat kritik sebagai tindakan represif. Ia mengatakan bisa saja penangkapan itu hanya sebatas untuk membina mereka.
"Jadi jangan dijustifikasi represif dan seterusnya. Ini kan sekarang kita melihat hanya kulitnya, bukan dalamnya," kata Moeldoko.
Sebelumnya, satu mural viral dengan wajah mirip Jokowi dengan bagian matanya tertutup tulisan "404: Not Found". Mural di bawah jembatan di kawasan Batu Ceper menuju arah Bandara Soekarno-Hatta ini kemudian dihapus polisi. Belakangan polisi menelusuri dan mencari pembuat mural.