Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Tagar Versus Telik Sandi

Ditolak di banyak tempat, gerakan 2019 Ganti Presiden ditunggangi Hizbut Tahrir Indonesia. Ada peran Badan Intelijen Negara.

1 September 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ABDUL Hakim menerima pesan berantai penolakan deklarasi 2019 Ganti Presiden lewat pesan WhatsApp pada Sabtu dua pekan lalu. Bersamaan dengan beredarnya pesan, spanduk berisi penolakan terhadap gerakan untuk mengganti Presiden Joko Widodo itu terpampang di sejumlah lokasi di Pontianak. Hakim pun menghubungi pentolan organisasi kemasyarakatan dan pemuda di Kalimantan Barat untuk mencegah deklarasi yang direncanakan keesokan harinya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hari itu juga Hakim memimpin unjuk rasa penolakan gerakan yang mempopulerkan tanda pagar #2019GantiPresiden tersebut di Tugu Digulis Untan, Pontianak. Pesertanya organisasi kepemudaan seperti organisasi mahasiswa Cipayung, Organisasi Bela Negara, serta Komunitas Seniman dan Budayawan. ”Gerakan 2019 Ganti Presiden bukan gerakan moral, melainkan gerakan politik praktis,” kata Hakim pada Jumat pekan lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Beberapa hari sebelum berunjuk rasa, Abdul Hakim dan kawan-kawan yang tergabung dalam aliansi Forum Kebhinekaan Masyarakat Kalimantan Barat juga mengirimkan surat ke Kepolisian Daerah Kalimantan Barat. Isinya meminta agar deklarasi 2019 Ganti Presiden pada Ahad dua pekan lalu tidak diberi izin.

Meskipun ditolak, pendukung 2019 Ganti Presiden maju terus. Mula-mula acara direncanakan di Plaza MTQ, kompleks Universitas Tanjungpura. Namun lokasi ini dianggap terlalu mungil untuk menampung massa yang diperkirakan berjumlah ratusan orang. Apalagi inisiator gerakan ini, politikus Partai Keadilan Sejahtera, Mardani Ali Sera, dijadwalkan berpidato.

Belakangan, kelompok ini memutuskan deklarasi diselenggarakan di sebidang lahan di Desa Punggur, Kabupaten Kubu Raya. ”Mereka datang dari berbagai kota,” kata Bambang Widianto, aktivis 2019 Ganti Presiden. Menurut Bambang, peserta yang datang jauh di atas perkiraan, yakni mencapai 2.000 orang.

Bambang berencana membuat deklarasi serupa di 14 kabupaten/kota di Kalimantan Barat. Tapi ia belum memutuskan mengundang Neno Warisman dan Ahmad Dhani Prasetyo, pentolan gerakan ini. Alasannya, kehadiran dua selebritas yang belakangan dikenal sebagai oposan itu memantik polemik di berbagai daerah.

Misalnya, kehadiran Ahmad Dhani dalam acara gerakan 2019 Ganti Presiden di Surabaya ditolak sejumlah organisasi kemasyarakatan. Wakil Sekretaris Gerakan Pemuda Ansor Jawa Timur, Ahmad Nur Aminudin, memimpin unjuk rasa di Hotel Majapahit, tempat Ahmad Dhani bermalam. ”Jika Dhani sebagai arek Suroboyo mencintai kotanya, tolong jangan membuat gaduh,” ujar Aminudin.

Pada Sabtu dua pekan lalu, Surabaya memanas akibat unjuk rasa pendukung dan penolak gerakan 2019 Ganti Presiden. Sebenarnya bau penolakan tercium sejak awal Agustus. Aneka spanduk penolakan deklarasi 2019 Ganti Presiden terpacak di jalan-jalan utama Surabaya, seperti di Jalan Ahmad Yani dan Jalan Wonokromo.

Bersamaan dengan kemunculan spanduk ini, sebuah pesan menyebar di berbagai grup WhatsApp. Isinya menyatakan sejumlah organisasi kepemudaan di Surabaya dan Sidoarjo menolak gerakan ini. Sejumlah organisasi mengancam bakal mengerahkan massa dalam jumlah besar untuk membubarkan deklarasi. ”Kami ingin Jawa Timur damai,” kata Sekretaris Baladika Karya Sidoarjo, Ahmad Shodiq. Baladika adalah organisasi kemasyarakatan yang berafiliasi dengan Golkar.

Disambut dengan penolakan, Milla Machmudah, koordinator lapangan gerakan 2019 Ganti Presiden, maju terus. Sepekan sebelum acara, dia mengirimkan surat pemberitahuan mengenai rencana kegiatannya ke kepolisian. Selang beberapa hari, Direktorat Intelijen dan Keamanan Polda Jawa Timur membalasnya dengan menolak kegiatan itu karena khawatir timbul gangguan keamanan.

Penolakan tersebut tak membuat Milla surut langkah. Pada Sabtu dua pekan lalu, dia menggalang simpatisan 2019 Ganti Presiden ke Tugu Pahlawan. Hari itu musikus sekaligus calon legislator Gerindra, Ahmad Dhani, yang direncanakan memimpin deklarasi, telah tiba di Hotel Majapahit, Jalan Tunjungan, Surabaya. Milla mengatakan deklarasi itu tak memerlukan izin polisi. ”Tugas polisi hanya mengamankan,” ujar Milla pada Jumat pekan lalu.

Keesokan harinya, ketegangan tak berkurang di kawasan Tugu Pahlawan. Sejumlah orang tanpa seragam merazia simpatisan 2019 Ganti Presiden. Mereka memaksa kubu lawan mencopot kaus di badan. Lalu, setelah kaus lepas, mereka menyobek-nyobeknya. Kericuhan antara penentang dan pendukung Ganti Presiden reda setelah kepolisian dan polisi pamong praja turun tangan.

Meski kericuhan berhenti, kecemasan terus merambat. Sekitar 2.000 pendukung Ganti Presiden merangsek dari Tugu Pahlawan ke Jalan Indrapura, menuju gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Timur. Pergerakan massa ini diikuti oleh kelompok penentangnya. Kedua kubu nyaris baku hantam sebelum polisi membuat pagar betis dan memisahkan mereka.

Polisi juga menggiring massa Ganti Presiden masuk ke pelataran Masjid Kemayoran. Tokoh gerakan Ganti Presiden, Marwan Batubara, menuding polisi tak bertindak adil karena melokalisasi anggotanya ke dalam masjid. Sebaliknya, massa penentang gerakan Ganti Presiden dibiarkan berorasi. ”Seharusnya kami juga diberi ruang,” kata Marwan.

Di pelataran masjid, keributan tak berhenti. Massa yang berkumpul di dalam masjid diusir Barisan Serbaguna Nahdlatul Ulama. Ahmad Nur Aminudin membantah penolakan gerakan Ganti Presiden atas perintah organisasi. ”Kawan-kawan tergerak karena hati nurani,” ujarnya. ”Tak ada yang menggerakkan.”

Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor Yaqut Cholil Qoumas mengatakan organisasinya tidak terlibat dengan penolakan deklarasi 2019 Ganti Presiden. Yaqut mengatakan mereka baru akan terlibat secara organisasi bila gerakan tersebut mengancam keutuhan bangsa. ”Kami masih melihat ini hanya gerakan politik dari orang-orang yang frustrasi, bingung, enggak tahu akan menggunakan narasi apa melawan inkumben,” kata Yaqut.

Anak buah Yaqut di Jawa Timur menuduh ada pihak lain yang menunggangi 2019 Ganti Presiden. Aminudin mencurigai gerakan itu didompleng Hizbut Tahrir Indonesia. Kecurigaan serupa disampaikan juru bicara Badan Intelijen Negara, Wawan Hari Purwanto. Ia mengatakan gerakan mendirikan negara Islam hidup di sebagian pendukung gerakan 2019 Ganti Presiden.

Ismail Yusanto, juru bicara HTI sebelum organisasi itu dibubarkan, mengatakan kelompoknya mendukung 2019 Ganti Presiden karena ingin ada perubahan kepemimpinan. Menurut dia, anggotanya selalu hadir dalam setiap deklarasi gerakan ini di berbagai daerah. ”Begitu ada info deklarasi, anggota kami datang dengan keinginan dan ongkos sendiri,” ucap Ismail.

Adapun Neno Warisman menampik keterlibatan kelompok pengusung khilafah dalam gerakan yang dia inisiasi itu. ”Enggak ada dan jangan mengada-ada,” kata Neno.

Gerakan 2019 Ganti Presiden kian populer karena didukung tokoh oposan Presiden Joko Widodo. Deklarasi gerakan ini makin intensif sejak awal Juli lalu. Pesohor 1980-an, Neno Warisman, menjadi salah satu tokoh sentral dalam gerakan ini. Pada 1 Juli, misalnya, Neno hadir dalam gerak jalan 2019 Ganti Presiden di Lapangan Kota Barat, Surakarta. ”Ini adalah daerah pertama di luar Jakarta yang sukses menggelar 2019 Ganti Presiden,” ucap Neno.

Namun deklarasi ini belakangan mendapat penolakan. Di Batam, kehadiran Neno pada 27 Juli lalu untuk deklarasi gerakan ditolak sekelompok orang. Neno bahkan dihadang sejak masih berada di Bandar Udara Hang Nadim, Batam.

Ditolak di Batam tak membuat Neno jeri. Pada 12 Agustus lalu, ia mendeklarasikan gerakan ini di Monumen Mandala, Makassar. Lagi-lagi acara tersebut tak sepenuhnya mulus. Organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia menolak kehadiran Neno di Makassar, tapi Neno jalan terus.

Di Jakarta, upaya untuk menghadang gerakan Neno dilakukan organisasi yang mengatasnamakan Emak Militan Jokowi. Ketua organisasi ini, Jati Erna Sahara, melaporkan Neno, Mardani Ali Sera, dan Isa Anshari dengan tuduhan tindak pidana ujaran kebencian. Jati Erna menilai ketiganya menghasut masyarakat Indonesia agar tak memilih Jokowi. ”Mereka melanggar demokrasi Indonesia,” ujar Erna.

Jati Erna pernah melaporkan pengacara Eggi Sudjana atas ucapan mengenai konsep ketuhanan di Mahkamah Konstitusi. Kala itu, Erna menggunakan bendera organisasi Bela Negara Cinta Tanah Air. Erna adalah calon legislator dari Partai Solidaritas Indonesia.

Pendukung 2019 Ganti Presiden mencurigai Badan Intelijen Negara ada di belakang penolakan terhadap mereka. Di Pontianak, misalnya, dalam rapat-rapat persiapan, Bambang Widianto, aktivis gerakan, melihat sekretariat mereka di kawasan Jalan Parit Haji Husen II, Pontianak, disatroni banyak ”orang tak dikenal”.

Bambang merasa orang-orang tersebut mengawasi rangkaian rapat. Namun pendukung gerakan tak terintimidasi dengan kehadiran orang tak dikenal yang berkeliaran di sekitar rumah toko yang menjadi sekretariat. ”Banyak intel memantau,” katanya.

Johny Alang alias Sang Alang, pencipta lagu #2019GantiPresiden, mengaku diikuti intel saat mendampingi Neno Warisman di Pekanbaru. ”Kerjaan intelijen kasar banget. Intimidasi, nunjukin pistol,” ujar Alang. Seorang simpatisan gerakan, Ellyda, mengaku mendengar sendiri ucapan seorang aparat yang mengatakan tak mungkin membiarkan Neno keluar dari bandara karena dia bisa dipecat oleh atasannya.

Juru bicara BIN, Wawan Purwanto, mengatakan tak ada upaya untuk berpihak dalam pemilihan presiden mendatang. Ia mengatakan tindakan BIN terlibat dalam pemulangan Neno Warisman dan kawan-kawan demi untuk menjaga keselamatan mereka karena ada indikasi akan terjadi bentrokan. ”Kami menghindari adanya korban dan meminimalisasi benturan,” katanya. WAYAN AGUS PURNOMO, FIKRI ARIGI, STEFANUS PRAMONO, ANDITA RAHMA (JAKARTA), KUKUH S. WIBOWO (SURABAYA), ASEANTY PAHLEVI (PONTIANAK), AHMAD RAFIQ (SURAKARTA)

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Wayan Agus Purnomo

Wayan Agus Purnomo

Meliput isu politik sejak 2011 dan sebelumnya bertugas sebagai koresponden Tempo di Bali. Menerima beasiswa Chevening 2018 untuk menyelesaikan program magister di University of Glasgow jurusan komunikasi politik. Peraih penghargaan Adinegoro 2015 untuk artikel "Politik Itu Asyik".

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus