Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HARI terakhir tahun 2014 menjadi penanda baru hidup Luhut Binsar Panjaitan, 67 tahun. Hanya dua belas jam sebelum pergantian tahun, ia ditelepon agar bersegera ke Istana Negara. Protokoler mewanti-wanti purnawirawan jenderal bintang empat itu berpakaian resmi, jas lengkap plus peci. Ini karena setelah Presiden Joko Widodo menutup rapat kabinet paripurna atau satu jam setelah panggilan telepon itu, Luhut akan dilantik menjadi Kepala Kantor Kepresidenan. Luhut diminta bersiap setelah pelantikan Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Ade Supandi.
Agaknya karena mendadak dan terburu-buru, Luhut sempat grogi ketika mengucap sumpah. Mantan Duta Besar Indonesia untuk Singapura ini harus mengulang mengucap bagian "Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945" sampai tiga kali. "Ini efek terburu-buru," kata Luhut kepada Tempo, yang menemuinya seusai pelantikan.
Lahir di Sirmagala, Toba Samosir, Sumatera Utara, Luhut Binsar bukan orang baru bagi Joko Widodo. Lulusan Akabri 1970 itu pernah berkongsi bisnis dengan Jokowi ketika Wali Kota Solo 2005-2012 itu masih aktif menjadi pengusaha mebel.
Keduanya mendirikan PT Rakabu Sejahtera, gabungan dari PT Rakabu, perusahaan perorangan milik Jokowi yang bergerak di bidang furnitur, dengan PT Toba Sejahtra milik Luhut Panjaitan. Perusahaan ini mengantongi izin usaha industri pengolahan dan eksportir produksi olahan primer hasil hutan kayu. Jokowi dan Luhut akhirnya mundur dari perusahaan ini setelah aktif di politik.
Komandan pertama Detasemen 81 Sandi Yudha Kopassus ini juga dikenal aktif menyokong Jokowi dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Luhut juga masuk tim sukses pemenangan Joko Widodo-Jusuf Kalla saat pemilihan presiden pada 2014.
Pilihan politik Luhut yang berseberangan dengan elite partainya di Golkar membuat Menteri Perindustrian dan Perdagangan 2000-2001 itu melepas jabatannya sebagai Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar. Luhut juga diminta menjadi Ketua Dewan Penasihat Tim Transisi Pemerintahan Jokowi-JK.
Meski dikenal sebagai "orang dekat" Jokowi, Luhut tak serta-merta mendapat posisi kunci. Namanya terpental meski sebelumnya menguat sebagai kandidat Menteri Koordinator Politik dan Keamanan. Salah satu orang terdekat Jokowi di tubuh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menyebut Luhut tak disukai para petinggi partai berlambang banteng moncong putih itu karena dianggap terlalu mendominasi Jokowi. "Jenderal itu dianggap lebih dominan ketimbang Ibu Mega, ketua umum partai penyokong presiden," kata politikus itu. Luhut juga dianggap mengajukan usul nama menteri terlalu banyak.
Kendati begitu, Presiden Jokowi tetap menaruh namanya sebagai kandidat kuat Kepala Kantor Kepresidenan, begitu kursi Menteri Koordinator Politik dan Keamanan ditempati kader Partai NasDem, Laksamana Tedjo Edhy Purdjiatno. Namun, lagi-lagi, masuknya Luhut ke kabinet ditentang keras politikus dari kubu PDIP, NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Hanura.
Menyadari itu, kata orang dekat presiden, Jokowi memutuskan menunda pengumuman siapa Kepala Kantor Kepresidenan. Padahal, sejak menggodok struktur dan posisi baru pada Oktober tahun lalu, Jokowi dalam wawancara dengan Tempo memastikan mengumumkan nama Kepala Kantor itu bersamaan dengan pengumuman menteri di kabinet kerjanya.
Kepada sejumlah orang dekatnya, Presiden Jokowi mengeluhkan lawan politik Luhut yang terlalu banyak. Terutama banyak kubu di partai penyokong memberikan suara tak suka kepada Luhut yang dikenal blakblakan kalau mengkritik sesuatu. "Pak Luhut itu disebut terlalu crigis, jadi banyak musuhnya," kata orang dekat Jokowi itu.
Ini membuat Gubernur DKI Jakarta 2012-2014 itu merasa tak bisa leluasa meloloskan Luhut serta-merta dan memplotnya di Kantor Kepresidenan. Padahal Presiden membutuhkan kawan, juga orang dekat yang bisa dipercaya, untuk membuat mesin kerja kepresidenan bergerak membantu pemerintahannya.
Boleh jadi karena itu, kata politikus ini, Jokowi memilih jalan memutar untuk meloloskan Luhut. Rencana kehadiran lembaga itu, termasuk strukturnya, jadi materi bahasan tetap antara Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam dua bulan terakhir. Misalnya bagaimana posisi dan fungsinya kelak. Diperkirakan posisi Luhut adalah menjadi pengawas bagi kinerja para menteri. "Presiden sama sekali tak mau menyebut nama," kata salah satu anggota staf khusus Wakil Presiden.
Jusuf Kalla, kata orang dekat Wakil Presiden ini, menyorongkan sejumlah kriteria mengenai Kantor Kepresidenan. Misalnya, selain paham langgam Jokowi dan JK, bisa bekerja cepat dan punya jejaring politik, baik dalam maupun luar negeri. Dia juga paham bagaimana seluk-beluk serta protokoler di Istana Kepresidenan.
Sejumlah nama kemudian muncul sebagai kandidat, misalnya politikus PDIP, Tubagus Hassanudin dan Pramono Anung. Hasanuddin dinilai paham seluk-beluk Istana karena, selain menjadi ajudan Presiden B.J. Habibie pada 1998-1999, ia pernah menjadi Sekretaris Militer pada zaman Presiden Megawati Soekarnoputri dan periode awal Susilo Bambang Yudhoyono.
Nama lain adalah Pramono Anung, mantan Sekretaris Jenderal PDIP. Kedua nama itu sempat disorongkan ke Jokowi oleh sejumlah politikus PDIP. Partai-partai penyokong Jokowi disebut-sebut lebih memilih Tb. Hasanuddin.
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto membantah kabar bahwa partainya mengajukan nama Tb. Hasanuddin atau Pramono Anung untuk posisi Kepala Kantor Kepresidenan. Menurut dia, Kepala Kantor Kepresidenan berkaitan langsung dengan keseharian Jokowi. "Itu sepenuhnya kami serahkan kepada Presiden," kata Hasto.
Ketua Fraksi Partai NasDem Victor Laiskodat bersikap serupa. Menurut Victor, penetapan Kepala Kantor Kepresidenan sebaiknya murni datang dari Presiden. Hasanuddin membantah kabar bahwa namanya diajukan menjadi salah satu kandidat. "Saya sudah veteran, yang lebih muda saja," katanya.
Toh, Jokowi sudah memilih Luhut. Keputusan itu disampaikan Jokowi kepada Luhut sebelum Presiden bertolak ke Korea, awal Desember tahun lalu. Pertemuan dibuhulkan lagi pada minggu ketiga Desember, ketika Luhut dipanggil ke Istana berbarengan dengan Ketua Umum Hanura Wiranto.
Istana tak menjelaskan mengapa Luhut yang dipilih. Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto hanya mengatakan Luhut bertugas memberikan informasi strategis kepada Presiden dan membantu Kepala Negara. Selain itu, ia bertugas merancang komunikasi politik antarlembaga negara serta antara Presiden dan publik. Tugas lain adalah membantu Presiden mengidentifikasi isu strategis.
Menurut Andi, dalam struktur yang sudah diputuskan Presiden, Luhut akan dibantu deputi bidang komunikasi, politik, strategis, hingga delivery. Posisi ini tak bakal sama dengan Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun beberapa fungsi Unit Kerja dilakukan Kepala Staf Kepresidenan, Sekretaris Kabinet, juga lembaga lain.
Warisan UKP4 yang dipakai misalnya sistem lapor dan perizinan, yang pada Januari ini akan dilebur ke sistem "one national stop service", yang dilakukan Badan Koordinasi Penanaman Modal. Adapun fungsi monitoring, evaluasi yang dilakukan UKP4, akan dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). "BPKP langsung di bawah Presiden, sehingga Presiden langsung memiliki ribuan auditor yang bisa membantu mengawasi," ujar Andi.
Ananda Teresia, Agustina Widiarsi, Prihandoko
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo