Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Otak einstein dengan hati budha

Di jepang ada sekolah bayi berusia 0-3 thn. bernama eda (early development association). ibu-ibu diberi pelajaran cara berkomunikasi & membimbing anak-anak. agar tercipta generasi einstein yang berhati budha.(pdk)

19 April 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEKOLAH bayi? Tak salah lagi, sebab syarat menjadi murid di sini berusia 0-3 tahun - tak lebih dan tak kurang. Tapi sekolah ini terletak jauh dari Jakarta. Tepatnya di Tokyo dan Yokohama, Jepang. April Ini, bersamaan dengan dimulainya semester baru, sekolah bayi yang diberi nama EDA (Early Development Association) kembali ramai. Contoh sekolah semacam ini ada di lantai dua pusat pertokoan yang terletak di atap stasiun kereta api di Ikebukuro, Tokyo. Dalam sebuah ruangan seluas 50 m2 berbabut hijau, sekitar 20 anak berusia nol sampai dua tahun, didampingi ibu masing-masing, berkumpul di situ. Selasa pekan lalu, seperti disaksikan wartawan TEMPO, mereka diajar seorang ibu guru bernama Ayumi Hoshizawa, 27. Pada 30 menit pertama anak-anak diberi kebebasan bermain. Ada, misalnya, yang asyik dengan sebuah bola yang dilempar kian kemari. Ada yang berlari sambil berteriak dan tertawa. Dan sebagian lainnya, terutama anak yang di bawah usia satu setengah tahun, menangis atau merengek di pangkuan bundanya. Usai waktu 30 menit, yang ditandai dengan alunan suara musik, para bayi - ya, memang bayi, 'kan? - diminta tenang. Apakah para bayi paham, itu tak jadi soal. Ada ibu-ibu mereka, yang memang lantas menenangkan bayinya. Kini muncul guru lain, Yoko Fujishiro, 53. Selama setengah jam, ia berbicara tentang "Wajah anak yang sebenarnya." Lho? Ini bukan pelajaran untuk si bayi, tapi si ibu. Disinggung, antara lain, bagaimana cara berkomunikasi dan mempersiapkan anak agar sukses di kemudian hari. EDA, tepatnya, memang bukan sekolah hanya untuk bayi, tapi untuk bayi dan ibu-ibu mereka. Dengan masukan-masukan yang diperolehnya, si ibu diharap bisa menjadi guru, pendeta, sekaligus dokter, saat anak mereka berada di rumah. Dalam usia balita, walau bagaimanapun, anak-anak akan lebih banyak berada di rumah bersama ibunya. Jam belajar di EDA relatif singkat. Hanya sekitar dua jam untuk satu, dua, atau tiga kali seminggu - tergantung usia mereka. Kelas tertinggi di EDA adalah untuk anak berusia tiga tahun. Di kelas ini, anak mendapat pelajaran bahasa Jepang dan menulis huruf kanji dan berhitung - sama dengan pelajaran untuk anak umur dua tahun. Diajarkan pula haiku - sajak khas Jepang yang terdiri 17 kata. Serta, melipat-lipat dan mengelem kertas. Ada lagi kelas istimewa yang khusus mengajarkan musik, melukis atau bahasa Inggris. Seorang yang lidahnya masih pelo pun langsung saja diajari untuk bisa memahami sepatah dua patah kata dalam bahasa Inggris. Misalnya, Hallo, good morning, how are you EDA, jadinya, semacam pendidikan prataman kanak-kanak. Dan bermunculannya sekolah semacam ini, agaknya, erat berkaitan dengan apa yang di Jepang disebut gakureki shakai - dunia riwayat sekolah. Masa depan anak-anak Negeri Sakura itu ditentukan dari universitas mana dan jurusan apa dia berasal. Mereka yang lulusan perguruan tinggi negeri beken, seperti Universitas Tokyo dan Kyoto, atau yang swasta semacam Universitas Waseda dan Keio, boleh berharap untuk menjadi warga kelas satu. Mereka dengan mudah bisa menjadi karyawan di perusahaan raksasa, dan menduduki posisi penting. Sementara, untuk bisa masuk perguruan tinggi yang terbaik, mereka harus berasal dari SMTA terbaik. Sedangkan untuk masuk SMTA terbaik, harus berasal dari SMTP terbaik - begitu seterusnya sampai ke tingkat taman kanak-kanak. Dan seperti diakui Kay Hakuno (26), Kepala Divisi Planning EDA, "Tamatan EDA biasanya cenderung bisa masuk taman kanak-kanak atau SD terbaik." Karena itulah, bimbingan tes untuk semua tingkatan sekolah banyak bermunculan, dan tak pernah kesulitan mencari peminat. Anak-anak berlomba agar bisa lolos dari juken jigoku (neraka ujian) dan juken senso(perang ujian) dan keluar sebagai pemenang. Tapi, kata Hakuno, EDA sebenarnya tak dimaksudkan sebagai pendidikan untuk anak-anak berbakat. Lembaga ini sebenarnya condong disebut pendidikan atau kursus bagi para ibu, agar mereka bisa lebih membangkitkan motivasi belajar terhadap anak. Itu sebabnya mereka diwajibkan ikut hadir di kelas, saat para guru memberikan pelajaran terhadap anak mereka. EDA kini memiliki tujuh sekolah - satu di Yokohama dan enam di Tokyo - dengan jumlah murid sekitar 1.100. Selain EDA, ada belasan lembaga pendidikan lain yang sejenis. Tapi, EDA - yang resminya didirikan 1969 oleh Masaru Ibuka - memang yang paling dikenal. Masaru, kini 77, adalah pendiri me rangkap presiden kehormatan perusahaan elektronik tersohor, Sony. Bagi Masaru, EDA tidaklah dimaksudkan untuk mencetak anak-anak yang bisa menjadi siswa atau mahasiswa terbaik yang kemudian bisa menjad warga kelas satu. Sebab, katanya, sepintar-pintarnya seorang anak, di abad ke-21 nanti yang tinggal 14 tahun lagi - akan kalah pintar dibanding sebuah komputer. "Di abad ke-21 nanti, orang-orang yang hanya pintar saja tak akan dihargai tinggi. Ketika itu, yang dibutuhkan adalah orang yang ramah tamah, baik budi, dan bersimpati kepada orang lain. Pokoknya . . . orang yang punya hati," tutur Masaru dalam sambutannya pada upacara dibukanya kembali EDA di Tokyo awal April lalu. Kira-kira generasi berotak Einstein, berhati Budha, itulah. Masaru, tamatan Fakultas Ilmu Teknologi Universitas Waseda yang kemudian memperoleh beberapa gelar doktor honoris causa dari berbagai universitas dalam dan luar negeri, secara tak langsung mengkritik sistem pendidikan di negaranya, yang dinilai terlalu menitikberatkan kepada memberikan pengajaran. Dampak sistem pendidikan ini memang kian nyata terlihat. Tindak kekerasan atau penganiayaan di kalangan pelajar, baik di rumah maupun di lingkungan sekolah, terasa meningkat Sesekali, malah terdengar ada pelajar gantung diri, hanya karena tak diterima di sekolah favorit. Masaru percaya, EDA bisa menjadi jawaban atas semua itu Sebab, ia percaya, sebagaimana para ahli psikologi anak yakin, perangsangan yang diberikan pada masa 0 sampai 3 tahun akan sangat berpengaruh sampai ia dewasa. Surasono, Laporan Seiichi Okawa (Tokyo)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus