Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah akan menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada lima tokoh pejuang kemerdekaan pada Sabtu, 5 November 2022 mendatang. Dari lima nama tersebut, satu di antaranya merupakan sosok dokter pejuang di era prakemerdekaan. Dia adalah Raden Rubini Natawisastra, asal Kalimantan Barat atau Kalbar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pemerintah akan anugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada 5 putera pejuang dan pengisi kemerdekaan Indonesia,” cuit Menko Polhukam Mahfud Md melalui akun Twitternya, @mohmahfudmd, pada Kamis, 3 November 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca: Mengenal 5 Profil Pahlawan Nasional Baru yang Ditetaokan Jokowi
Profil Raden Rubini Natawisastra
Mengutip Antara, bagi masyarakat Kalbar, Raden Rubini Natawisastra bukanlah sosok asing. Dia dikenal sebagai tokoh pergerakan kebangsaan dan pejuang kemerdekaan Indonesia di Tanah Seribu Sungai itu, julukan Kalbar. Selain sebagai dokter, ia pun dikenal sebagai salah satu cendekiawan atau kaum intelektual awal di Borneo sebelum kemerdekaan. Namun, kendati ketokohannya dikenang di tanah Kalimantan, Rubini merupakan putra kelahiran Bandung, 31 Agustus 1906.
Rubini bersama rekan-rekan dokter lainnya tak hanya berperan sebagai tenaga medis di Kalbar. Beberapa teman seperjuangan Rubini antara lain Agusjam, Ismail, Achmad Diponegoro, Sunaryo, Rehatta, Salekan, dan Sudarso. Mereka adalah lulusan School Tot Opleiding Van Inlandsche Artsen dan Nederlands Indische Artsen School. Mereka turut dalam pergerakan kebangsaan melalui Partai Indonesia Raya atau Parindra. Melalui politik, Rubini berusaha meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan terhadap ibu dan anak di era kolonialis.
Rubini juga menaruh perhatian untuk menurunkan mortalitas atau angka kematian ibu dan anak saat melahirkan. Hal ini kerap terjadi di praktik bidan tradisional atau dukun beranak kala itu. Oleh sebabnya, selain membuka praktik kedokteran umum di rumahnya di Landraad Weg, kini Jalan Jenderal Urip di Pontianak, dia juga membuka praktik kebidanan yang ditangani oleh bidan bersertifikat.
Selama membuka praktik, Rubini tak masalah jika pasien tak mampu bayar. Dia memang dikenal rendah hati dan tanpa pamrih. Sering kali Rubini menggratiskan pengobatan pasien. Jika dibayar dengan barang lain seperti hasil bumi, kelapa, dan ayam, dia pun tak menolak. Bahkan Rubini juga memiliki misi sebagai dokter keliling. Dalam waktu tertentu ia akan mengunjungi desa-desa di luar Pontianak dengan kapal atau perahu agar dapat menjangkau daerah terdalam. Inilah alasan Rubini tak hanya dikenal di Pontianak, tetapi juga daerah lain di Kalbar.
Menjelang masuknya tentara Jepang karena Perang Pasifik pada 1941, pemerintah kolonial mengadakan evakuasi ke Jawa terhadap pejabat Belanda, penduduk, dan tokoh masyarakat penting pribumi, termasuk Rubini. Akan tetapi, karena kecintaannya kepada Kalbar dan pengabdian, dia menolak dievakuasi dan memilih tetap tinggal.
Keadaan menjadi rumit setelah tenaga dokter Belanda dievakuasi. Banyak korban jiwa akibat bom Jepang, padahal tenaga kesehatan berkurang. Pemerintah kolonial yang semakin terdesak kemudian mengangkat Rubini sebagai perwira kesehatan cadangan dengan pangkat letnan 2. Dia bertugas mengurus rumah sakit militer yang ditinggalkan dokter-dokter Belanda. Rubini gugur setelah diculik dan dibunuh oleh Jepang pada 1944.
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.