Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keturunan Anggota PKI Boleh Jadi Tentara
PANGLIMA Tentara Nasional Indonesia Jenderal Muhammad Andika Perkasa menghapus larangan keturunan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) mengikuti seleksi calon prajurit. Ketentuan ini mulai berlaku pada penerimaan anggota TNI 2022. Lewat keputusan ini, ia menjamin tak ada lagi aturan diskriminatif selama masa kepemimpinannya di TNI. “Saya menggunakan dasar hukum,” kata Jenderal Andika pada Rabu, 30 Maret lalu.
Ia menyampaikan pernyataan itu dalam rapat koordinasi penerimaan prajurit dari jenjang tamtama, bintara, perwira karier, hingga Akademi Militer di Markas Besar TNI. Rapat bersama Panitia Pusat Penerimaan Prajurit TNI 2022 itu membahas tes mental ideologi, akademik, kesamaptaan jasmani, dan kesehatan.
Dalam pertemuan itu, Jenderal Andika mempertanyakan syarat nomor 4 berisi pelarangan keturunan anggota PKI masuk TNI. Direktur D Badan Intelijen Strategis TNI Kolonel A. Dwiyanto menjawab bahwa larangan tersebut berpedoman pada Ketetapan MPRS Nomor XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran PKI. Menurut Andika, Tap MPRS XXV hanya melarang ideologi dan organisasi komunisme, tanpa menyebut underbouw dan keturunan anggota PKI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menantu Abdullah Mahmud Hendropriyono itu meminta panitia tidak mengada-ada dalam penyusunan tes mental ideologi. Selain menghapus syarat tentang keturunan anggota PKI, ia mencoret tes renang dan tes akademik. “Yang saya suruh perbaiki, perbaiki. Setelah diperbaiki, itu yang berlaku,” ucap mantan Komandan Pasukan Pengamanan Presiden Joko Widodo tersebut.
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Beka Ulung Hapsara menilai penghapusan syarat itu sebagai keputusan progresif. Dia meminta penghapusan aturan ini dipermanenkan. “Kami mendorong institusi dan lembaga pemerintah mengikuti keputusan TNI,” ujar Beka.
Pemimpin Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965 Bejo Untung menyambut baik keputusan Andika. Menurut dia, keputusan itu turut menghapuskan diskriminasi. “Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Panglima, anak-cucu orang-orang yang diketahui sebagai anggota PKI bisa menjadi TNI,” ujar Bejo.
Wakil Ketua Badan Pengurus Setara Institute Bonar Tigor Naipospos berharap keputusan Andika menjadi pintu masuk bagi bangsa ini untuk melakukan refleksi dan rekonsiliasi atas tragedi 1965. Menurut dia, meski peristiwa 1965 terjadi lebih dari 50 tahun lalu, keluarga anggota PKI terus menanggung dosa.
Penyidikan Janggal Kasus Paniai
KOMISI untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengungkap kejanggalan proses hukum pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat kasus Paniai oleh Kejaksaan Agung. Catatan pertama, proses yang berlangsung sejak 3 Desember 2021 ini menggunakan istilah “penyidikan umum” yang tidak tercantum dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 ataupun hukum pidana lain. “Adanya ya penyidikan,” kata Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Kontras Tioria Pretty Stephanie pada Senin, 28 Maret lalu.
Catatan kedua, Kejaksaan tak melibatkan keluarga atau pendamping dalam penyidikan. Kejanggalan berikutnya, Kejaksaan tak mengangkat penyidik ad hoc dari unsur masyarakat sebagaimana diakomodasi Pasal 21 ayat 3 Undang-Undang Pengadilan HAM.
Kejaksaan Agung tak menanggapi tuduhan mengenai berbagai kejanggalan ini. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Febrie Adriansyah menyatakan penyidik telah menetapkan seorang purnawirawan Tentara Nasional Indonesia berinisial IS sebagai tersangka dalam peristiwa yang terjadi di Papua pada 2014 itu. “Dia perwira penghubung di Kodim Paniai,” ujar Febrie.
Depok Kota Paling Intoleran
Alun-Alun Kota Depok, Jawa Barat, 26 Desember 2021. TEMPO/M Taufan Rengganis
DIREKTUR Eksekutif Setara Institute Ismail Hasani mengatakan riset lembaganya menunjukkan Depok, Jawa Barat, sebagai kota paling intoleran. Depok menduduki posisi ke-4 atau peringkat terakhir Indeks Kota Toleran 2021 dengan skor 3,577. Posisi pertama atau kota paling toleran diraih Singkawang, Kalimantan Barat, dengan skor 6,483.
Kepala daerah menjadi salah satu faktor signifikan yang membuat sebuah kota toleran atau sebaliknya. “Kita bisa melihat bagaimana tidak terbukanya kepala daerah Depok terhadap kemajemukan,” kata Ismail pada Rabu, 30 Maret lalu.
Selama periode penilaian, terjadi lima peristiwa intoleransi dan pelanggaran hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan di Depok. Salah satunya demonstrasi anti-Ahmadiyah. Menanggapi hasil riset ini, Wali Kota Depok Mohammad Idris meminta peneliti tidak asal-asalan menyebut dan melakukan kajian ilmiah. “Titik intolerannya apa? Misalnya persoalan Ahmadiyah, di mana titik intolerannya?” tuturnya.
Vonis Bebas Pelaku Kekerasan Seksual Kampus
Suasana persidangan virtual di PN Pekanbaru dengan terdakwa Syafri Harto, Dekan nonaktif Fisipol Unri dalam kasus pelecehan seksual mahasiswa, 30 Maret 2022. TEMPO/Annisa Firdausi
PENGADILAN Negeri Pekanbaru memvonis bebas mantan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau, Syafri Harto, pada Rabu, 30 Maret lalu. Syafri dinyatakan tak terbukti mencabuli mahasiswa berinisial LM. “Menyatakan terdakwa Syafri Harto tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana sesuai dengan dakwaan primer dan subsider,” kata ketua majelis hakim Estiono saat membacakan amar putusan.
Kasus kekerasan seksual ini mencuat setelah video pengakuan LM menyebar di media sosial. Dia mengaku dicium dan dipeluk Syafri saat mengikuti bimbingan akademik di lingkungan kampus pada Oktober 2021.
Kuasa hukum Syafri, Doddy Fernando, meminta semua pihak menghormati putusan hakim. “Saya minta semua pihak sebelum komentar baca dulu saja putusan itu agar tidak timbul fitnah-fitnah baru,” ujarnya.
DPR Rencanakan Pengadaan Gorden Rp 48,7 Miliar
Rapat paripurna ke-18 masa persidangan IV tahun 2021-2022 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 29 Maret 2022. TEMPO/M Taufan Rengganis
DEWAN Perwakilan Rakyat kembali memunculkan kontroversi. Kali ini kontroversi terjadi karena rencana pengadaan gorden rumah dinas anggota DPR senilai Rp 48,7 miliar. Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar beralasan rencana penggantian gorden dan vitrase rumah dinas diajukan sejak 2009, tapi anggaran tidak mencukupi.
Menurut dia, pengadaan gorden itu sudah sesuai dengan mekanisme lelang terbuka. “Setelah anggaran tersedia, kami memasukkan komponen vitrase untuk penggantian gorden yang umurnya sudah lebih dari 13 tahun,” ucap Indra, Senin, 28 Maret lalu.
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Egi Primayogha, menilai penggantian gorden bisa menimbulkan kecurangan lantaran pengalokasian anggaran yang besar tidak menerapkan prinsip efektivitas dan efisiensi dalam pengadaan barang dan jasa “Tidak ada transparansi mengenai volume pekerjaan,” katanya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo