BANJIR telepon mengalir di tiga rumah sakit Kent, sebelah tenggara London, Inggris, sampai pertengahan Maret lampau. Krang-kring ini datang dari sekitar 10.000 wanita bekas pasien Dokter Terence Shuttleworth. Sebab, genekolog dan ahli kebidan- an berusia 50 tahun itu dinyatakan positif terinfeksi HIV, virus penyebab AIDS. Sepuluh tahun terakhir, Shuttleworth telah menangani 17.000 perempuan, sebagian besar di Rumah Sakit All Saints dan Chatham, dan diperkirakan 900 orang di Rumah Sakit Swast Alexandra. Ia telah melakukan operasi bedah terhadap sekitar 6.000 perempuan. Dalam setahun rata-rata Shuttleworth menangani 1.700 pasien. Dan menurut pihak Rumah Sakit Medway, pada 26 Februari lampau sang dokter masih membedah seorang perempuan. Dokter yang juga konsultan ini baru berhenti bekerja pada 2 Maret, dan pada 5 Maret lalu kepala rumah sakit memperoleh informasi bahwa ia positif terkena HIV. Dalam laporan Mudrajad Kuncoro dari TEMPO di London, pihak rumah sakit menolak memberitahukan data ataupun kehidupan pribadi sang dokter, kecuali hanya menegaskan bahwa Shuttleworth kini sedang sakit keras. Kecemasan yang mewabah itu ditanggapi Direktur Kesehatan Publik, Dokter Ann Palmer. ''Belum pernah ada kasus di seluruh dunia, pekerja kesehatan menulari pasiennya,'' kata Palmer. Di Amerika Serikat, katanya, 160.000 lebih pasien dari dokter yang kedapatan positif mengidap HIV, setelah dites, HIV-nya negatif. Begitu pula dengan pasien dari delapan kasus serupa yang ditangani NHS (National Health Service) di Inggris. Pendapat Palmer itu ditunjang oleh Annabel Kanabus, direktur AIDS Education and Research Trust, di West Sussex. ''Tidak ada kasus di dunia ini seorang dokter bedah yang positif mengidap HIV menulari pasiennya. Yang terjadi justru dua dokter bedah di Afrika dan Amerika Serikat terinfeksi oleh pasien penderita HIV,'' katanya. Merasa tidak tenang diperangkap sekadar debat, kepala rumah sakit di Chatham mengundang semua pasien Shuttleworth dalam 10 tahun terakhir. Rumah sakit itu membuka 40 saluran telepon khusus, yang dijaga 60 konsultan dan dokter. Lebih dari 400 orang telah datang langsung dan berkonsultasi, dan 374 orang kemudian sudah dites HIV. Sedangkan di Rumah Sakit All Saints dilaporkan bahwa lebih dari 100 bekas pasien si dokter itu kemudian menjalani tes kembali, dan hasilnya diketahui dalam 24 jam. Tanggapan pemerintah tentang kasus ini? Nyonya Virginia Bottomley, menteri kesehatan Inggris, menurut harian The Independent awal Maret silam, menginstruksikan peninjauan atas pedoman yang disusun untuk melindungi pasien yang terkena infeksi AIDS dari dokter umum, dokter gigi, dan perawat. Dalam pada itu para ahli berkeyakinan, minim sekali peluang dokter bedah menularkan HIV saat operasi. Justru sebaliknya, pasienlah yang lebih mungkin menyebarkan HIV kepada dokternya. Jadi, mereka kurang bisa menerima tuntutan masyarakat bahwa dokter umum dan dokter gigi harus dites HIV. Michael Adler, profesor genito-urinary medicine di Rumah Sakit Middlesex, London, memperkirakan bahwa bila tes HIV bagi pekerja kesehatan diwajibkan, itu akan menghabiskan biaya 30-50 juta poundsterling (Rp 90150 miliar) setahun. Tampaknya Departemen Kesehatan Inggris setuju dengan kalkulasi itu. ''Kami tidak ada rencana mengharuskan aparat medis dites HIV, namun situasi tersebut akan terus dipantau dan dikaji,'' kata seorang pejabat departemen tersebut kepada TEMPO.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini