Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TERPISAH ribuan kilometer, komunikasi intens itu berlangsung melalui aplikasi WhatsApp. Grace Natalie di Jakarta dan Raja Juli Antoni di Brisbane. Mereka mendiskusikan beragam hal, termasuk soal situasi politik mutakhir di Tanah Air. Perbincangan yang berlangsung sejak pertengahan tahun lalu itu berujung pada sebuah gagasan besar: mendirikan partai politik.
Ide itu akhirnya terwujud setelah keduanya bertemu dengan Jeffrie Geovanie di Singapura pada awal Maret lalu. Di rumah bekas politikus Golkar itu, mereka sepakat mendirikan Partai Solidaritas Indonesia. Selama dua hari, ketiganya membahas strategi menjaring inisiator, termasuk merekrut kader di berbagai daerah. "Saat ini kami tengah berkonsolidasi merekrut inisiator," kata Antoni, Rabu pekan lalu.
Grace disiapkan menjadi ketua umum partai. Antoni, yang belum lama menyelesaikan pendidikan doktoral di Universitas Queensland, Australia, didapuk menjadi sekretaris jenderalnya. Adapun Jeffrie, yang kini anggota Dewan Perwakilan Daerah, menjadi penyandang dana partai. Tapi Jeffrie, yang mengenal Antoni sejak keduanya sama-sama menjadi pengurus The Maarif Institute, bukan donator tunggal. "Ada sejumlah pengusaha lain, tapi mereka tak mau disebut namanya," ujar Grace, bekas penyiar televisi swasta dan mantan Chief Executive Officer Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC).
Saat ini, Partai Solidaritas sudah memiliki inisiator di 286 kabupaten/kota. Selain merekrut tokoh lokal, menurut Antoni, mereka membidik kepala daerah yang belum terikat partai. Misalnya Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, dan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. "Namun kami belum mengajak mereka berbicara," katanya.
Duet Grace dan Antoni memberlakukan kriteria ketat tentang pengurus pusat. Salah satunya, pengurus partai tak boleh berusia lebih dari 45 tahun. Syarat lain, mereka tak pernah menjadi pengurus harian partai lain. Kebijakan usia itu, kata Grace, diberlakukan karena partainya berfokus menjaring suara dari pemilih muda dan perempuan.
Antoni juga mempertimbangkan metode pemasaran politik berbasis ilmiah. Ia yakin riset bakal memudahkan partainya menjaring suara pemilih. "Kami partai modern yang percaya ilmu pengetahuan," ujarnya. Strategi ini, kata dia, semestinya tidak sulit dilakukan karena Grace pernah memimpin lembaga survei.
Pendiri SMRC, Saiful Mujani, menilai rencana Partai Solidaritas membidik pemilih pemula, muda, dan perempuan sudah tepat. Alasannya sederhana: pada pemilihan umum lalu, total pemilih berusia di bawah 30 tahun mencapai 30 persen. Sedangkan jumlah pemilih pemula sekitar 10 persen. Fokus dalam membidik segmen pemilih, menurut dia, juga akan mempermudah Partai Solidaritas mendesain kampanye.
"Strategi membidik suara berdasarkan segmen pemilih merupakan salah satu kunci meraih kursi di parlemen," ujar Saiful. Strategi itu terbukti jitu saat ia mendampingi Partai Kebangkitan Bangsa pada pemilu lalu. Ketika itu, survei menunjukkan pemilih PKB selalu mengidentifikasikan diri sebagai kaum nahdliyin. Dia menyarankan PKB berfokus menggarap pemilih dari kalangan nahdliyin, yang jumlahnya mencapai 30 persen dari total pemilih. Walhasil, perolehan suara PKB melesat dua kali lipat dibanding pemilu sebelumnya.
Menurut Saiful, partai politik baru memiliki peluang besar merebut kursi di parlemen karena massa mengambang di Indonesia sangat besar, sekitar 80 persen. Angka itu, kata dia, merupakan interpretasi dari hasil sigi bahwa hanya sekitar 20 persen pemilih yang dekat dengan partai politik. Jika bisa meraup 10 persen suara saja, Partai Solidaritas akan memperoleh 20-an kursi di Dewan Perwakilan Rakyat. "Artinya, sudah cukup untuk melewati ambang batas parlemen," ujarnya.
Terbentuknya Partai Solidaritas Indonesia menambah ramai kehadiran partai politik anyar di Indonesia. Sebelumnya, bos Grup Media Nusantara Citra (MNC), Hary Tanoesoedibjo, mendeklarasikan Partai Persatuan Indonesia (Perindo). Dulu ini organisasi kemasyarakatan yang dibikin Hary setelah pecah kongsi dengan Surya Paloh di Partai NasDem. Hary sempat bergabung ke Hanura sebelum memutuskan membuat partai sendiri.
Di partai ini, Hary merekrut orang-orang di lingkaran pertamanya. Dua anggota Majelis Persatuan Partai, yakni Henry Suparman dan David Fernando Audy, merupakan direktur salah satu perusahaan Grup MNC. Turut duduk di Majelis: Ahmad Rofiq dan istri Hary, Liliana Tanoesoedibjo. Rofiq, yang juga menjabat Sekretaris Jenderal Partai Perindo, adalah orang kepercayaan Hary sejak masih di Partai NasDem.
Rofiq mengatakan Perindo akan bertumpu pada struktur partai, tokoh lokal, dan jaringan media milik Hary. Grup MNC memang merupakan korporasi media yang menggurita hingga ke daerah. Di dalam kelompok ini ada stasiun televisi RCTI, MNC TV, dan Global TV, juga Sindo TV, yang memiliki jaringan di 38 stasiun televisi lokal.
Kelompok media milik Hary itu juga menguasai Koran Sindo dan Sindo Weekly serta jaringan radio Sindo Trijaya FM, Global Radio, dan Radio Dangdut Indonesia. Di luar itu, masih ada portal Okezone.com dan Sindonews.com. "Media menjadi penting dalam proses ini," kata Rofiq.
Perindo juga merekrut tokoh lokal yang sebelumnya menjadi kader partai lain. Di Papua, misalnya, partai ini merangkul Habel Melkias Suwae. Habel sebelumnya Ketua Golkar Papua dan pernah menjadi Bupati Jayapura. Honiyarti, istri Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah, ikut menyeberang ke Perindo. Ia sebelumnya politikus Partai Persatuan Pembangunan.
Ketua Bidang Organisasi Perindo Armyn Gultom ditugasi menyiapkan pendidikan kader sedini mungkin. Targetnya, Perindo memiliki 3,5 juta kader saat pencoblosan pada pemilu mendatang. Kader inilah yang akan menjadi ujung tombak rekrutmen, sekaligus saksi saat pencoblosan berlangsung.
Meski Grup MNC sudah memiliki lembaga riset, Rofiq mengatakan Perindo belum akan menggunakannya. Bernama Indonesia Research Center, lembaga riset ini berkali-kali merilis hasil sigi yang menyatakan Hanura berada di posisi ketiga pada pemilu lalu. Faktanya, Hanura terpuruk dengan perolehan suara paling buncit. Belajar dari pengalaman itu, Rofiq menegaskan, lembaga survei tersebut nantinya mereka pakai semata-mata untuk memetakan potensi suara. "Tapi proses ini masih panjang," ujarnya.
Wayan Agus Purnomo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo