Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BALI - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan berkeras mengegolkan amendemen Undang-Undang Dasar 1945 demi menghidupkan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Partai ini menyatakan hanya akan mendukung calon Ketua MPR 2019-2024 yang setuju dengan amendemen. PDIP mengancam akan ikut bertarung dalam pemilihan Ketua MPR jika tidak ada calon yang mendukung amendemen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wakil Ketua MPR dari Fraksi PDIP, Ahmad Basarah, menuturkan partainya hanya akan bekerja sama dengan partai yang menyepakati amendemen terbatas UUD 1945, dalam mengajukan paket pimpinan MPR untuk periode mendatang. "Kami akan menyepakati komposisi pimpinan MPR dari partai koalisi atau nonkoalisi yang bersepakat diadakannya amendemen terbatas UUD 1945," ujarnya di Bali, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mengenai siapa ketua atau wakil, kata Basarah, nanti akan disepakati bersama oleh ketua umum partai koalisi Indonesia Kerja dengan persetujuan presiden terpilih Joko Widodo. "Syaratnya, calon yang disepakati maju harus mendukung agenda amendemen UUD 1945," kata Ketua Bidang Luar Negeri Dewan Pimpinan Pusat PDIP ini.
MPR sejak tahun lalu telah mengkaji draf amendemen terbatas kelima Undang-Undang Dasar 1945 dengan target memperkuat kedudukan MPR dan memasukkan kembali GBHN sebagai panduan bagi pemerintah. Lembaga itu sudah membentuk dua panitia ad hoc, yaitu panitia ad hoc GBHN dan panitia ad hoc non-GBHN.
Kajian MPR merekomendasikan perubahan Pasal 2 dan 3 UUD 1945 yang mengatur soal eksistensi, kedudukan hukum, dan wewenang MPR. Namun, "Mengingat masa kerja MPR periode ini bakal segera habis, pembahasan amendemen terbatas akan dilimpahkan ke MPR periode selanjutnya," kata Ketua MPR Zulkifli Hasan, yang juga Ketua Umum Partai Amanat Nasional.
Belakangan, sejumlah partai mempertanyakan urgensi amendemen tersebut, termasuk partai dari Koalisi Indonesia Kerja. Golkar menilai ada beberapa hal yang mesti dijawab lebih dulu sebelum MPR menyepakati agenda tersebut. Salah satunya adalah urgensi menghidupkan kembali GBHN, mengingat sistem pemilu sudah berubah dan presiden bukan lagi mandataris MPR.
Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI, Agun Gunandjar, menyebut MPR belum satu suara mengenai amendemen konstitusi. "Ada kelompok yang menghendaki kembali ke UUD yang asli, ada yang minta penguatan DPD, ada yang minta terbatas. Mana yang mau diputuskan, mesti jernih dulu," ujarnya, pekan lalu. Agun sendiri menyatakan lebih setuju MPR tetap dengan tugas dan kewenangannya saat ini.
Partai Kebangkitan Bangsa menyatakan sepakat dengan agenda amendemen terbatas Undang-Undang Dasar 1945 yang kini dibahas MPR. Menurut Ketua Dewan Pimpinan Pusat PKB Abdul Kadir Karding, kesepakatan partainya hanya pada soal kewenangan MPR menetapkan GBHN. Ia menambahkan, agenda ini pun harus disepakati lebih dulu oleh partai-partai di parlemen.
Dia beralasan, kesepakatan partai-partai krusial agar agenda amendemen terbatas tak meluas, bahkan menjadi bola liar. Sebab, ucap Karding pekan lalu, sejumlah pihak khawatir agenda amendemen terbatas itu bakal mengembalikan kewenangan MPR sebagai lembaga superbodi.
Basarah mengaku heran terhadap partai-partai yang belakangan tidak setuju dengan amendemen terbatas UUD 1945. Musababnya, ujar dia, usul tersebut telah disetujui semua fraksi sebelumnya. Begitu pula, pada 16 Agustus 2018, fraksi-fraksi sudah sepakat membentuk panitia ad hoc untuk membahas keputusan MPR tentang GBHN. "Dulu sudah setuju semua. Kenapa sekarang dipertanyakan lagi?"
DEWI NURITA | BUDIARTI UTAMI PUTRI | EFRI RITONGA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo