DIBAKAR terik matahari, perjuangan para pedagang asongan, lewat para wakil rakyat, pelan-pelan lumer. Senin minggu lalu, niat sekitar 300 pedagang asongan untuk berpuasa dan bertahan di gedung DPR -- sebelum diterima anggota DPR -- batal karena rasa lapar. Kamis minggu lalu, keinginan bertatap mata dengan anggota DPR dari keempat fraksi pun hanya separuhnya terpenuhi. Sekitar 250 pedagang, yang tergabung dalam Persatuan Pedagang Asongan (PPA), itu punya target. Mereka ingin mencurahkan unek-uneknya kepada para wakil rakyat dari keempat fraksi. Beberapa kali pertemuan dengan salah satu fraksi rupanya dianggap tidak memberikan hasil yang memadai. Sayangnya, sejak kunjungan Senin minggu lalu itu, FKP beranggapan pengaduan lebih baik diterima sendiri-sendiri oleh setiap fraksi. "Kok harus dijejerkan, ini kan bukan seminar," kata sekretaris FKP B.P. Messakh, "kalau kita menerima, saya kira malah tidak akan menyelesaikan masalah karena persepsi antarfraksi untuk asongan ini berbeda satu sama lain." Dengan adanya sikap FKP itu, ditambah kesibukan fraksi lain menghadapi beberapa RUU yang sedang digodok di gedung wakil rakyat itu, harapan para pedagang itu menemui jalan buntu. Tawaran humas DPR Tasman S. Guru Kinayan, untuk mempertemukan mereka dengan FPPP dan FPDI, akhirnya dengan terpaksa diterima juga. Bagaimana tidak terpaksa. Rencana semula, agar ratusan pedagang itu diterima bersama-sama oleh semua fraksi, hanya bisa diwakilkan oleh 30 orang untuk kedua fraksi itu. Pertemuan yang berjalan terpisah di lantai 4 dan 9 gedung DPR/MPR itu bernada sama. Isinya, tuntutan agar para wakil rakyat mendesak pemerintah menghapus Operasi Esok Penuh Harapan (OEPH) serta Surat Keputusan Bersama (SKB) yang dikeluarkan 3 Mei lalu. OEPH digelar oleh Menko Polkam Sudomo sejak November tahun lalu dengan menempatkan l.500 pedagang asongan yang terdaftar di halte-halte bis. Pedagang asongan lainnya bisa saja berjualan, asalkan tidak di jalanan. Kalau membandel, dengan dasar SKB tadi, mereka bisa diseret dalam peradilan. kilat dengan sanksi hukuman maksimal tiga bulan penjara dan denda Rp l0 ribu. Tuntutan penghapusan OEPH pernah diajukan lewat FPDI 8 Maret silam, tapi mereka merasa tidak ada hasil yang tampak. Malah, kini setiap minggunya mereka tidak lagi memungut laba hasil dagangannya, tapi nombok sampai Rp 50 ribu untuk membayar denda. Keluhan berlontaran dari mulut para pedagang itu. Tangis pun memantul di ruang sidang FPPP. Yang mengharu-biru seluruh hadirin adalah tangis Heriyanto, 12 tahun. Berkaus biru lusuh, pedagang koran di kawasan Blok M itu mendendangkan penderitaannya karena tidak bisa lagi memberi makan ibu dan dua adiknya. Bahkan, kini ia harus pinjam uang dari rekannya untuk membayar denda. Usai mengeluh, ia mengeluarkan jurus simpanannya. Sehelai surat untuk ditandatangani anggota FPPP yang berisi permintaan agar SKB dicabut dan pedagang asongan bebas berjualan seperti semula. Tentu saja, permintaan itu ditolak fraksi warna hijau ini. DPR, kata anggota FPPP Yusuf Syakir, tidak bisa mencabut peraturan yang sudah ada. Mereka hanya menyampaikan keluhan pengasong kepada pemerintah dan mencari jalan yang terbaik. Karena itulah ia meminta PPA agar mendata kasus-kasus yang merugikan anggotanya. Data akurat itulah yang nanti akan dibawa kepada pemerintah untuk diperdebatkan jalan keluarnya. Mungkin FPPP perlu mencari teman dari fraksi lainnya. FKP tampaknya sulit diharapkan. Seperti dikatakan Ketua Umum DPP Golkar Wahono kepada TEMPO, "Asongan ini tidak lepas dari soal tenaga kerja. Daripada kita ramai-ramai soal itu, lebih baik yang lain saja." Diah Purnomowati dan Riza Sofyat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini