Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Restu masih perlu?

Kongres x gp ansor digelar di ujungpandang. ada 4 tokoh disebut-sebut sebagai calon ketua umum. slamet effendy didukung 75% dpw dan dpc se-indonesia. bersaing dengan tamam achda yang direstui pbnu.

23 Juni 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIAPA bakal menduduki kursi Ketua Umum GP Ansor untuk masa 1990-1994? Tampaknya, pertanyaan itulah yang paling ingin dijawab begitu kongres X Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) yang digelar di Balai Kemanunggalan ABRI dan Rakyat, Ujungpandang, Sabtu pekan lalu dibuka oleh Menpora Akbar Tandjung. Sekitar 789 utusan dari 22 Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) plus 236 dari Dewan Pimpinan Cabang (DPC) hadir dalam kongres yang berlangsung hingga 20 Juni itu. Sebelum pembukaan kongres, paling tidak ada empat nama yang disebut-sebut akan bertarung untuk jabatan puncak itu. Mereka adalah Slamet Effendy Yusuf (ketua umum periode 1986-199O), B. Tamam Achda, Mochammad Ikhwan (ketua panitia kongres kali ini dan Wakil Ketua Ansor), dan Asyikin Khaharuddin, Wakil Ketua Ansor. Memasuki sidang-sidang komisi, Senin malam, tampaknya tinggal kubu Slamet dan Tamam Achda yang berlomba. Slamet Effendy Yusuf, yang juga menjabat Ketua Departemen Pemuda DPP Golkar, mempunyai kans cukup besar untuk kembali menduduki jabatan itu. Sebagai ketua umum, dia punya kesempatan untuk menggalang kekuatan di DPW dan DPC Ansor. Dalam kongres, juga berdengung kabar angin: Slamet mendapat "restu" dari Pemerintah, untuk memimpin Ansor buat satu masa jabatan lagi. Semula kubu Slamet diperkirakan hanya akan didukung DPW Ja-Teng, Sum-Bar, dan Jambi. Sedangkan kubu Achda selebihnya. Namun, kenyataannya justru sebaliknya. Slamet didukung hampir 75% DPW dan DPC seluruh Indonesia, yang masing-masing punya satu suara. Rupanya, tidak percuma Slamet melakukan perjalanan ke DPW-DPW belum lama ini. Di atas kertas, Slamet memang unggul. Tetapi, ada ganjalan besar yang harus dihadapinya. Dalam tradisi pergantian kepengurusan di lingkungan NU, selain dukungan floor, yang paling menentukan adalah "restu" PB NU. Dan kabarnya Ketua Umum PB NU Abdurrahman Wahid sudah merestui Tamam meski dalam pidato sambutannya ia membantah. "NU tidak mengenal cara-cara peneguhan budaya politik yang tidak sehat," kata Dur. Toh, kabar soal restu itu tetap beredar, dan sempat membikin Slamet belingsatan. "Itu cuma desas-desus. Tidak ada yang memberi atau memperoleh restu dari siapa pun. Saya percaya, kongres ini akan berjalan secara demokratis," ujar Slamet. Konon, menjelang kongres dia berkali-kali berusaha menghubungi PB NU, terutama Gus Dur. Gagal. Ada dugaan, PB sudah telanjur mencap Slamet telah melanggar salah satu keputusan Muktamar NU di Situbondo 1984. Yakni, melarang pengurus salah satu organisasi di lingkungarl NU merangkap jabatan di organisasi politik. Konon, Slamet juga dianggap pernah berbuat "dosa" dalam Muktamar NU 1989 di Yogyakarta. Waktu itu dia termasuk salah seorang yang menentang duduknya Gus Dur untuk kedua kalinya di PB NU. Kelompoknya bahkan sempat menyusun pengurus PB "bayangan", dan mendudukkan Fahmi D. Syaifuddin sebagai Ketua PB NU dan Slamet sendiri menjabat sekjen. Ganjalan lain yang menghadang Slamet: batas usia maksimal calon ketua umum. Dalam sidang Komisi Keorganisasian, ada yang mengusulkan 45 tahun, sebagian lain 40 tahun. Andaikan batas 40 tahun yang disepakati, otomatis Slamet yang berusia 42 tahun tumbang. Maka, Achda berkibar sendirian. Mantan Sekretaris FPP DPR RI yang pada akhir 1984 dipecat Naro ini -- ia juga bekas Bendahara GP Ansor periode Chalid Mawardi (1982-1986) -- sekarang berumur 40 tahun. Lebih dari itu, kabarnya dia juga telah mendapat "restu" PB NU. Peluang Achda tampaknya memang besar. Tetapi, bukan berarti jalannya tanpa kerikil. Para penentangnya menuding, kembalinya Achda ke Ansor merupakan gerak seorang "pengembara politik". Selain itu, Achda bukan alumnus PMII, yang selama ini merupakan sumber elite kader Ansor. Priyono B. Sumbogo, Rustam F. Mandayun (Jakarta), Syahrir Makkuradde (Ujungpandang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus