Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mendorong Jeratan Tambahan buat Ferdy Sambo

Ferdy Sambo akan dilaporkan ke kepolisian terkait dengan dugaan pencurian telepon seluler dan uang di rekening Brigadir Yosua serta penyebaran berita bohong. Laporan tersebut akan melengkapi pasal pembunuhan berencana yang menjerat Ferdy.

18 Agustus 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Aksi unjuk rasa meminta agar penangangan kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 8 Agustus 2022. TEMPO / Hilman Fathurrahman W

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Ferdy Sambo diduga telah menarik uang senilai Rp 200 juta dari empat rekening milik Yosua.

  • Dugaan pencurian uang di rekening Yosua sudah disampaikan ke penyidik Badan Reserse Kriminal Polri.

  • Ferdy Sambo dapat dituntut secara maksimal, yaitu hukuman mati, karena menjadi tersangka pembunuhan berencana.

JAKARTA – Kuasa hukum keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Kamaruddin Simanjuntak, bersiap melaporkan dugaan pidana lain yang ditengarai dilakukan Inspektur Jenderal Ferdy Sambo. Saat ini Kamaruddin tengah membicarakan surat kuasa dengan keluarga Yosua di Jambi mengenai rencana melaporkan Ferdy ke kepolisian atas berbagai dugaan tindak pidana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Satu di antaranya pidana pencurian yang menguras isi empat rekening Yosua senilai Rp 200 juta,” kata Kamaruddin, Rabu, 17 Agustus 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kamaruddin menyebutkan pada Senin, 11 Juli lalu, atau tiga hari setelah kematian Brigadir Yosua, Ferdy diduga menarik uang senilai Rp 200 juta dari empat rekening milik Yosua. Keempat rekening itu merupakan rekening Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia, dan Bank Central Asia. Keluarga Yosua tak mengetahui ihwal penarikan uang tersebut.

Selanjutnya, kata Kamaruddin, Ferdy diduga mengirim uang milik Yosua tersebut ke rekening salah satu tersangka pembunuhan Yosua. Tapi Kamaruddin tak mau menyebutkan identitas tersangka tersebut. Dalam kasus kematian Yosua, Ferdy sudah ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan berencana bersama dua ajudannya. Keduanya adalah Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu dan Brigadir Kepala Ricky Rizal. Sopir Ferdy yang bernama Kuat Maruf juga ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan Yosua.

Kepala Divisi Propam nonaktif, Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, menuju mobil setelah menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri, Jakarta, 4 Agustus 2022. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.

Pembunuhan Yosua di rumah dinas Ferdy Sambo, Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, terjadi pada Jumat sore, 8 Juli 2022. Awalnya, kepolisian merilis bahwa kematian Yosua akibat saling tembak dengan Richard Eliezer setelah Yosua melecehkan Putri Candrawathi, istri Ferdy, di rumah dinas itu.

Belakangan, kepolisian meralat semua keterangan tersebut dan memastikan tidak ada insiden baku tembak di rumah dinas Ferdy. Yosua justru tewas dibunuh. Pelaku pembunuhan berencana itu adalah Ferdy, Ricky, dan Kuat Maruf. Sedangkan Eliezer ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan. Di samping meralat kronologi kematian Yosua, kepolisian menggugurkan dua laporan Putri ke polisi mengenai dugaan pelecehan seksual dan pengancaman dengan terlapor Brigadir Yosua.

Menurut Kamaruddin, dugaan pencurian uang di rekening Yosua sudah disampaikan ke penyidik Badan Reserse Kriminal Polri. Ia juga sudah menginformasikan ihwal dugaan Ferdy mengambil laptop dan ponsel Yosua serta menyembunyikan pakaian Yosua yang dipakai saat pembunuhan.

Kamaruddin berpendapat, Sambo dapat dijerat Pasal 365 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur soal pencurian yang mengakibatkan seseorang meninggal. Di samping itu, kata Kamaruddin, Ferdy bakal dilaporkan terkait dengan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yaitu penyebaran kabar bohong kepada publik. Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri itu juga diusulkan dijerat dengan pidana pelanggaran hak asasi manusia berat. Pertimbangannya, Ferdy diduga menggunakan kekuasannya di kepolisian untuk menghilangkan barang bukti dan menutupi kasus pembunuhan Yosua. 

Kamaruddin juga berencana melaporkan istri Ferdy dengan dugaan pelanggaran Pasal 220 KUHP tentang laporan palsu dan Pasal 221 KUHP mengenai upaya penghilangan barang bukti melalui penyebaran fitnah pelecehan seksual. Laporan yang dimaksudkan Kamaruddin adalah laporan pihak Putri ke kepolisian mengenai dugaan pelecehan seksual dan pengancaman pada 8 dan 9 Juli lalu.

Kepala Bareskrim, Komisaris Jenderal Agus Andrianto, tidak menjawab permintaan konfirmasi Tempo soal ini. Ia hanya membaca pesan pendek yang dikirim ke ponselnya. Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri, Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo, juga tidak merespons pertanyaan Tempo.

Senin lalu, Dedi Prasetyo mengatakan kepolisian tengah memeriksa 63 polisi yang diduga melanggar etik dalam penanganan kasus pembunuhan Yosua. Dari jumlah itu, 35 polisi dinyatakan melanggar etik. Kini mereka ditahan di Markas Komando Brimob Polri. “Sebanyak 35 orang melanggar etik, info terakhir dari Inspektorat Khusus,” kata Dedi.

Kuasa hukum keluarga Ferdy, Arman Hanis, juga tidak menjawab permintaan konfirmasi Tempo. Sebelumnya, dia mengatakan bahwa Ferdy akan mengikuti seluruh proses hukum yang berjalan. “Tim kuasa hukum masih berfokus menindaklanjuti proses hukum klien kami dan belum memiliki penjelasan tambahan terkait dengan perkembangan kasus ini,” kata Arman, Senin lalu. 

Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, berpendapat Ferdy memang dapat dituntut secara maksimal, yaitu hukuman mati, karena menjadi tersangka pembunuhan berencana. Masalahnya, kata dia, tuntutan hukuman mati jarang terjadi terhadap pelaku pembunuhan berencana. “Putusan hukuman mati sangat selektif dijatuhkan para hakim. Biasanya yang benar-benar pelakunya sadis,” kata Fickar, kemarin.

Ia menilai hukum di Indonesia mengedepankan prinsip kemanusiaan sehingga ancaman hukuman mati bisa saja tidak diterapkan kepada Ferdy Sambo. Belum lagi kelompok masyarakat sipil selama ini menolak ancaman hukuman mati atas setiap kejahatan.

AVIT HIDAYAT | HAMDAN
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Avit Hidayat

Avit Hidayat

Alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas PGRI Ronggolawe, Tuban, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo sejak 2015 dan sehari-hari bekerja di Desk Nasional Koran Tempo. Ia banyak terlibat dalam penelitian dan peliputan yang berkaitan dengan ekonomi-politik di bidang sumber daya alam serta isu-isu kemanusiaan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus