Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kantong-kantong suara Nahdlatul Ulama menjadi incaran para politikus menjelang Pemilu 2024.
PBNU melarang penggunaan atribut organisasi untuk politik praktis.
Muhammadiyah tidak berafiliasi dengan partai politik.
JAKARTA – Sebagai organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama menjadi incaran para politikus menjelang Pemilu 2024. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tidak berkeberatan bila para politikus itu berupaya menarik simpati warga nahdliyin dengan mendekati kiai dan ulama NU. Namun sejak awal mereka diingatkan agar tidak menggunakan atribut dan infrastruktur NU untuk kepentingan politik praktis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Karena NU sebagai organisasi tak melibatkan diri dan tak memakai infrastruktur organisasi untuk kekuasaan di pilpres," kata Ketua PBNU, Mohamad Syafi' Alielha, kemarin. "Kami selalu mengambil jarak dengan pihak yang berkontestasi."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PBNU menyadari bahwa warga nahdliyin memiliki aspirasi yang berbeda. Karena itu, mereka berhak mendukung dan memilih calon tertentu. Pada batasan tersebut, PBNU tak berwenang mencampuri orientasi politik seseorang. Namun PBNU melarang warga nahdliyin menggunakan infrastruktur organisasi untuk politik praktis. Misalnya, memakai kantor NU atau atribut NU untuk kampanye politik. "Ibarat pegawai negeri, tidak boleh berkampanye menggunakan mobil, baju, hingga kantor NU," kata Savic Ali–begitu Mohamad Syafi' Alielha kerap disapa.
Bakal calon presiden Anies Baswedan dan wakil presiden Muhaimin Iskandar tiba di kantor DPP PKS, Jakarta, 12 September 2023. TEMPO/M. Taufan Rengganis
Savic mengatakan PBNU berkomitmen menjaga muruah organisasi. Pelanggaran atas ketentuan yang telah disepakati bakal ada teguran. "Setelah ditegur, biasanya tak mengulangi,” katanya. “Belum pernah kejadian sampai ada sanksi dikeluarkan (dari organisasi)."
Meski nahdliyin memiliki kebebasan memilih, PBNU akan selalu mengingatkan agar calon yang dipilih benar-benar memperjuangkan keadilan bagi negara. "NU didirikan untuk mendorong lahirnya kebaikan dan memperjuangkan negara. Maka, warga NU harus mendukung calon yang punya semangat kebangsaan. Track record perlu dilihat sebelum melihat visi, gagasan, dan kapasitasnya."
Aturan serupa berlaku di Muhammadiyah. Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir, mengingatkan agar pengurus, kader, dan warga Muhammadiyah tetap mengikuti ketentuan organisasi supaya tidak terbawa arus politik praktis. Kader wajib memahami posisi Muhammadiyah dalam situasi politik kekinian.
"Kalau tidak paham posisi organisasi dan situasi secara komprehensif, sebaiknya kader Muhammadiyah belajar secara saksama agar tidak gagal paham,” kata Haedar. “Bila berdasarkan kemauan dan persepsi pribadi, apalagi bersifat parsial dan tendensius, hilanglah eksistensi organisasi yang besar ini."
Haedar menegaskan sikap politik Muhammadiyah telah ditetapkan melalui Khittah Denpasar 2002. Dalam khitah itu ditegaskan, Muhammadiyah tidak menjalankan politik praktis, melainkan berpolitik kebangsaan dan politik kenegaraan.
Sikap ini, kata Haedar, tidak bisa diartikan Muhammadiyah anti-politik praktis. Pengurus tetap mendorong para anggota dan kader aktif ke partai politik selain di lembaga pemerintahan dan lembaga strategis lainnya. "Termasuk menjalin komunikasi politik dengan partai politik yang berkontestasi dalam Pemilu 2024," ujarnya. Namun, secara organisasi, Muhammadiyah tidak berafiliasi dan tidak mempunyai hubungan dengan kekuatan-kekuatan politik mana pun.
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir. Dok. TEMPO/Pius Erlangga
Dengan sikap itu, Muhammadiyah berupaya mengembangkan sikap positif dalam memandang perjuangan politik dan menjalankan fungsi kritik. Sikap ini sesuai dengan prinsip amar makruf nahi mungkar demi menegakkan sistem politik kenegaraan yang demokratis dan berkeadaban.
Pengamat politik dari Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, mengatakan tiga koalisi partai politik saat ini memang berupaya merebut suara NU yang menjadi organisasi terbesar di Indonesia dari sisi komunitas. Begitu juga terhadap Muhammadiyah yang merupakan organisasi terbesar kedua. Situasi ini membuat nama NU dan Muhammadiyah berpotensi dimanfaatkan untuk mendulang suara. "Kandidat juga akan melakukan pendekatan secara langsung kepada masyarakatnya, bukan kepada PBNU," kata Dedi kepada Tempo, kemarin.
Dedi mengatakan situasi semakin panas setelah pasangan calon presiden Anies Baswedan dan calon wakil presiden Muhaimin Iskandar diumumkan. Menurut Dedi, Muhaimin memiliki suara di Jawa Timur. Adapun pasangan itu diusung oleh koalisi Partai NasDem, PKB, dan PKS. "Jika pada hari pemilihan hanya ada Muhaimin, dengan sendirinya pemilih NU di Jawa Timur akan lari ke Muhaimin semua," kata Dedi.
Karena itu, sangat logis bila koalisi PDI Perjuangan dan Koalisi Indonesia Maju (KIM) turut memperebutkan suara NU di Jawa Timur. Tujuannya tentu memecah suara untuk Muhaimin.
Pengamat politik dari Universitas Airlangga Surabaya, Fahrul Muzaqqi, sependapat dengan Dedi. Menurut dia, suara dari kalangan nahdliyin memang menjadi kunci yang menentukan pemenang dalam pilpres 2024.
Pengamat politik dari Universitas Trunojoyo Madura, Surokim Abdussalam, menilai tokoh-tokoh yang memiliki basis massa besar pasti akan diperebutkan oleh setiap kontestan dalam Pemilu 2024. Gejala ini merupakan fenomena yang wajar. "Tokoh-tokoh yang menjadi patron warga nahdliyin itu banyak sekali. Wajar kemudian suara nahdliyin diperebutkan," ucapnya.
Kendati demikian, Surokim memprediksi para bakal calon presiden kesulitan apabila berambisi mendapatkan suara nahdliyin secara utuh. "Suara nahdliyin itu tersebar di banyak kalangan, termasuk partai."
HENDRIK YAPUTRA | ANTARA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo