Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Peradilan Militer Dinilai Lindungi Anggota TNI dari Hukuman, Kapuspen: Sudah Sesuai Aturan

Kapuspen TNI membantah pernyataan Koalisi Masyarakat Sipil yang menilai peradilan militer justru melindungi anggota militer yang terlibat kejahatan.

11 Maret 2024 | 15.03 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Brigjen Nugraha Gumilar membantah pernyataan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan yang menilai peradilan militer justru melindungi anggota militer yang terlibat kejahatan agar tidak mendapatkan hukuman pidana. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nugraha mengklaim, semua pelanggaran yang dilakukan oleh TNI diselesaikan melalui mekanisme sesuai Undang-Undang yaitu melalui hukum disiplin dan hukum militer. "Untuk pelanggaran pidana militer diselesaikan melalui peradilan militer," ujar Nugraha dalam keterangannya kepada Tempo pada Senin, 11 Maret 2024. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia mencontohkan, berdasarkan data yang dia terima, sejak 4 hingga 10 Maret 2024, terdapat 68 prajurit TNI yang ditahan di Pemasyarakatan Militer di Sentani Jayapura atas putusan pengadilan. Mereka melakukan tindak pidana yang berbeda-beda. 

Sementara itu, kata Nugraha, total perkara pidana militer yang diproses saat ini yaitu berjumlah 47 perkara. Dari jumlah itu, 30 perkara ditangani Oditurat Militer Jayapura dan 17 perkara lainnya ditangani Oditurat Militer Manokwari. 

"Ini menunjukan prajurit yang melakukan pelanggaran diselesaikan dengan hukum militer dan ditahan di Permasyarakatan Militer," ucap dia. 

Nugraha juga membantah tudingan Koalisi yang menilai peradilan militer lemah karena tak mampu memberikan sanksi yang tegas kepada anggota TNI yang melakukan tindak kriminal. Dia memastikan, semua prajurit TNI yang melakukan tindak kejahatan, termasuk pelaku penyerangan Polres Jayawijaya yang disorot koalisi, akan tetap mendapatkan hukuman.

"Hal ini menunjukan peradilan militer tidak lemah tapi justru sebaliknya menjalankan tupoksinya secara konsisten dan berkeadilan dan tdk dpt dipengaruhi oleh pihak manapun," kata Nugraha. 

Adapun Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan sebelumnya menilai peradilan militer sama sekali tidak memenuhi prinsip peradilan yang jujur dan adil serta mengedepankan transparansi dan akuntabilitas. Menurut koalisi, peradilan militer selama ini cenderung menjadi sarana impunitas bagi anggota militer yang terlibat kejahatan. 

Mereka menyebut, UU Nomor 31 tahun 1997 yang menjadi dasar peradilan militer sejatinya memang didesain untuk melindungi anggota militer yang melakukan kejahatan dan melindungi rezim Soeharto karena UU ini dibuat di masa akhir pemerintahan orde baru. 

Karena itu, koalisi mendesak presiden dan DPR agar segera melakukan reformasi peradilan militer dengan cara membuat Perppu tentang perubahan sistem peradilan militer atau segera mengajukan revisi terhadap UU peradilan militer. Menurut mereka, semua warga negara sama kedudukannya di hadapan hukum sehingga semua wajib diadili dalam peradilan yang sama yakni di peradilan umum.

"Presiden dan DPR jangan lari dari tanggung jawab konstitusionalnya untuk melakukan penegakan prinsip negara hukum yang di dalamnya mengharuskan adanya asas persamaan di hadapan hukum," kata Koalisi. 

Koalisi Masyarakat Sipil Reformasi Sektor Keamanan terdiri dari gabungan berbagai organisasi. Mereka yaitu Imparsial, Kontras, Amnesty International, PBHI, YLBHI, Centra Initiative, Walhi, HRWG, ICW, Forum de Facto, ICJR, Setara Institute, LBH Masyarakat, dan AlDP Papua.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus