Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ringkasan Berita
Dewi Fortuna Anwar berakrobat mengklarifikasi pernyataan B.J. Habibie mengenai referendum Timor Timur.
Andi Mallarangeng berdiskusi dengan Susilo Bambang Yudhoyono untuk merespons berbagai isu.
Juru bicara seharusnya tak mewakili diri sendiri, melainkan presiden.
RENCANA referendum Timor Timur pada 1999 sempat membuat juru bicara Presiden B.J. Habibie, Dewi Fortuna Anwar, harus berakrobat menghadapi wartawan. Banyak jurnalis lokal ataupun asing kerap menghubunginya. Apalagi saat Habibie mengeluarkan pernyataan kontroversial bahwa Timor Leste, nama Timor Timur setelah referendum, “Nothing but rocks.”
Pernyataan Habibie itu bermakna provinsi ke-27 tersebut tak cukup berarti untuk Indonesia. Dewi berupaya memberikan perspektif positif, yaitu pemerintah telah memberikan subsidi besar untuk masyarakat Timor Timur dibanding provinsi lain ketika terjadi krisis dimensional di Indonesia pasca-Perang Dingin.
“Kadang-kadang juru bicara presiden harus menegakkan benang basah. Kan, kami tidak bisa membantah,” kata Dewi menceritakan pengalamannya kepada Tempo di rumahnya di Tangerang Selatan, Banten, Rabu, 9 April 2025.
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN itu bercerita, pemerintahan Habibie menghadapi era keterbukaan informasi setelah Presiden Soeharto lengser pada 1998. Setiap hari ia kebanjiran permohonan wawancara. Habibie membebaskan dia untuk memberikan tanggapan. Termasuk atas berbagai isu sensitif, seperti referendum Timor Timur.
Habibie pun terkadang berbicara langsung kepada wartawan. Saban hari Dewi mengirimkan rangkuman berita dari berbagai media massa kepadanya. Namun protokol dan pejabat di lingkaran Istana yang mayoritas merupakan tentara belum terbiasa melihat kepala negara menghadapi banyak wartawan.
Dewi sering membujuk Habibie agar mau menghadapi wartawan. Habibie tak menyaring pertanyaan dari wartawan sebelum wawancara dimulai. “Kadang beliau perlu menjelaskan langsung. Hampir setiap hari ada pintu komunikasi dengan wartawan,” ujar mantan anggota Dewan Penasihat Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Perlucutan Senjata ini.
Bertugas di Istana mulai Mei 1998 hingga Habibie lengser pada Oktober 1999, Dewi memiliki akses langsung ke bosnya. Hampir setiap hari ia makan siang sambil berdiskusi dengan Habibie. Ia juga tak pernah absen dalam rapat Kabinet Reformasi Pembangunan. Padahal, pada awal 1990-an, Habibie kerap mengkritik mereka yang kritis terhadap Orde Baru, termasuk Dewi.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Benang Basah Penyambung Lidah".