SELAMA ini, perguruan tinggi negeri yang tergabung dalam
SKALU, bagi sementara kalangan dilihat sebagai anak emas.
Kelompok yang dulu bernama Center of Excelent itu -- tapi
kemudian banyak perguruan tinggi negeri lain merasa keberatan
atas istilah itu. sebab kalanya, "apanya yang excelence?" --
mendapat anggaran biaya yang paling besar dibanding dengan
rekan-rekannya yang lain. Hal itu dapat dilihat dari seluruh
anggaran Pelita sampai dengan tahun 1976, kira-kira 50 prosen
dialokasikan untuk lembaga-lembaga pendidikan tersebut.
Tapi kebijaksanaan menciptakan "kelompok anak tiri" terhadap
perguruan tinggi negeri yang lain, sudah tentu bukan maksud
pemerintah. Sebab masalah pembagian anggaran itu, "nanti akan
digilir", ujar Sjarif Thajeb. Lagi pula, katanya, SKALU yang
telah mendapatkan porsi terbesar dari anggaran itu, juga memang
telah memberikan hasil yang banyak. Jadi tidak mubazirlah.
Lantas bagaimana kehidupan perguruan tinggi negeri lain.
Terutama di daerah selama ini?
Universitas Palangkaraya
Universitas negeri yang terletak di Palangkaraya, ibukota
Kalimantan Tengah, yang berdiri sejak tahun 1963 itu, sudah lama
mengalami krisis tenaga pengajar. Kini universitas yang hanya
memiliki fakultas keguruan (jurusan keguruan dan pendidikan).
fakultan ekonomi, dan fakultas kehutanan itu cuma memiliki
tenaga pengajar tetap sebanyak 17 orang. Dari jumlah itu pun
hanya 14 saja yang memiliki titel sarjana. Sisanya baru sarjana
muda. Bisa dibayangkan, apa yang bisa diperbuat oleh sejumlah
tenaga pengajar itu terhadap sekitar 1000 orang mahasiswanya.
Jangankan mengharap ada kegiatan riset atau menghasilkan tenaga
doktor. Untuk hidup saja nampaknya cukup sulit "Kami terpaksa
merekrut 20 tenaga pengajar dari luar yang berasal dari
pejabat pemerintah dan daerah setempat", ujar drs. Nang. AMD
Patianom. Kuasa Presiden Universitas Palangkaraya.
Barangkali karena kesulitan itu. Universitas yang terletak di
daerah hutan Kalimantan itu, tahun 1965, menutup fakultas
kehutanannya. Tragis. Kini perguruan tinggi negeri yang sudah
lebih 10 tahun hanya memiliki dua fakultas itu, masih berusaha
untuk menyambung nafas. Misalnya dengan mengadakan afiliasi
dengan Universitas Gajah Mada, Universitas Diponegoro, terutama
untuk fakultas ekonominya, serta dengan IKIP Bandung dan Malang
untuk fakultas keguruannya. Itu pun kabarnya, afiliasi dengan
cara mengirim mahasiswa tingkat sarjana muda ke
perguruan-perguruan tinggi tersebut (untuk calon dosen) atas
biaya universitas jadi statusnya tidak resmi. Dan usaha yang
mendapat bantuan dari Pemda Kalimantan Tengah sebesar Rp 11 juta
per tahunnya itu masih juga tidak beres. Sebab sering calon
dosen yang dikirim itu, keberatan untuk pulang kampung.
Maklumlah.
Universitas Riau
Universitas yang disingkat Unri dan berdiri setahun lebih tua
dari Universitas Palangkaraya ini, agak lebih beruntung
ketimbang rekannya terdahulu. Memiliki fakultas perikanan yang
berafiliasi dengan IPB, fakultas sospol, fakultas pendidikan dan
keguruan, serta fakultas ekonomi dan FIPIA -- yang kini
masing-masing sedang dijajagi kemungkinan afiliasi dengan
Universitas Gajah Mada dan ITB -- sampai kini masih menikmati
fasilitas bantuan Pemda Riau dan perusahaan minyak Caltex. Dari
perusahaan minyak Amerika yang sudah beberapa puluh tahun
menghisap minyak dari kawasan itu, Unri, selain mendapat
sumbangan $ 5 ribu per tahun dan pinjaman fasilitas laboratorium
bahasa, juga dapat bantuan menerbangkan delapan pengajar luar
biasa yang dicomot dari ITB, UI, GAMA, IPB, Unpad. Sementara
dari fihak Pemda Riau, universitas yang memiliki 145 dosen tetap
(semuanya sarjana) dan 1117 mahasiswa itu, saban tahun mendapat
suntikan sebesar satu prosen dari APBD.
Kenapa harus minta bantuan ke universitas di Jawa, bukan
misalnya berafiliasi dengan Universitas Andalas atau Sumatera
Utara? "Kalau kami harus datangkan dosen luar biasa dari
universitas tersebut, kami harus pikul biaya sendiri, kami
tidak sanggup" ujar drs. Muchtar Luthfi, Wakil Ketua Presidium
Unri. Dan masih ada alasan lain. "Fasilitas laboratorium,
perpustakaan dan tenaga pengajar di IPB misalnya, cukup
lengkap", sambung M. Farid Kasmy, Sekretaris Presidium.
Universitas Tanjungpura
Berdiri sama-sama tahun 1963 dengan Palangkaraya tapi lebih muda
dari Vniversitas Mulawarman di Kaltim ( 1962) dan Universitas
Lambungmangkurat di Kalsel (1960), universitas yang melengkapi
setiap propinsi Kalimantan dengan satu perguruan tinggi negeri
itu terletak di Pontianak Kalbar Universitas yang memiliki
fakultas hukum, ekonomi, pertanian, teknik, sospol serta
keguruan dan pendidikan ini, mempunyai sebanyak 70 pengajar
tetap (tambah 120 pengajar tidak tetap yang diambil dari
pejabat-pejabat daerah) dan 2 ribu mahasiswa.
Sebagaimana universitas negeri daerah yang lain, Untan juga
mendapat bantuan penuh Pemda. Misalnya biaya untuk mencetak
tenaga dosen lewat afiliasi dengan ITB dan IPB, setiap tahun
Gubernur Kadarusno rata-rata memberi ongkos sebesar Rp 20 juta.
Menambah jumlah dosen dengan lamaran terbuka, memang pernah
dicoba juga. Tapi walaupun untuk tahun akademi 1975/1976
terbuka jatah untuk 15 dosen, "yang melamar cuma satu orang",
ujar Ir. JC. Hartoyo, Pembantu Rektor Bidang Akademis, "itu pun
lulusan fakultas ekonomi Untan sendiri".
Agaknya, kesulitan mengelola universitas negeri, hampir sama
saja di semua daerah. Sehingga untuk dapat hidup, bukan saja
diperlukan kerja keras dari para pengasuhnya, tapi juga kebaikan
hati para pejabat daerah setempat. Tapi melihat kasus
Universitas Palangkaraya misalnya yang cuma memiliki dua
fakultas, rasanya sukar diharapkan adanya hasil memadai. Namun
Patianom, Kuasa Presediumnya, keberatan kalau Palangkaraya
dituduh sudah susah hidup. "Lihat saja kami masih bisa berjalan
sampai sekarang". katanya "lagipula bagaimanapun juga
universutas ini jadi kebanggan putera daerah yang didukung oleh
Pemda". Mungkin itulah salahnya. Sikap serupa itu yang
mementingkan prestise dari pada prestasi, memang dimiliki oleh
banyak pimpinan Universitas di daerah. Untungnya, seperti
Patianom, kejujuran untuk mengakui kelemahan universitas yang
dipimpinnya selama ini, masih terbuka.
Bagaimana kalau perguruan tinggi negeri itu diintegrasikan
atau ditutup sama sekali? "Kalau itu kemauan pemerintah, apa
boleh buat", katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini