Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Persaingan Di Belakang Mega

Kongres PDI-P dimulai Senin sore ini. Eros dan Dimyati tetap ngotot mencalonkan diri sebagai ketua umum kendati peluang mereka sangat tipis.

26 Maret 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEGAWATI memang luar biasa. Ratusan ribu pendukungnya menyemut di Semarang, pekan ini. Kota terbesar di Jawa Tengah itu seperti menjadi lautan merah akibat kostum warga Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang sedang berkongres. Poster dan baliho yang bergambar Wakil Presiden RI itu pun di mana-mana, seakan menunjukkan kepastian bahwa kursi ketua umum akan tetap diraih putri presiden pertama Indonesia ini. Maklum, partai banteng agaknya tetap membutuhkan sang Hajah untuk figur pemersatu dan demi target politik meraih kursi kepresidenan di masa mendatang.

Tapi bukan berarti tak ada kompetisi. Eros Djarot dan Dimyati telah mencalonkan diri untuk jabatan nomor satu di partai pemenang suara terbanyak Pemilu 1999. Selain itu, suara bisik-bisik di kalangan pendukung Taufik Kiemas juga memberi indikasi kemungkinan suami Megawati ini akan dilambungkan sebagai kandidat. Mereka bukan tak sadar bahwa peluang hanya terbuka jika Megawati menolak dicalonkan lagi sebagai Ketua Umum PDI-P. Tapi, kalaupun mereka kalah, rupanya ada jabatan lain yang jadi tujuan.

Jabatan baru yang santer bakal digolkan di kongres itu adalah: ketua pelaksana harian. Maklum, mengingat kesibukan Mega sebagai wakil presiden, tentunya berarti ia tidak memiliki banyak waktu untuk partai. Walhasil, Eros, Taufik Kiemas, atau Dimyati Hartono diperkirakan sedang ”bertarung” memperebutkan jatah ini. Uniknya, menurut sebuah sumber di PDI-P, Eros sendiri sebenarnya tidak srek dengan adanya jabatan ketua harian. Eros khawatir bahwa jabatan itu bisa membuat seseorang yang menjadi ketua harian berlindung di bawah ketiak Mega, jika ia salah mengambil suatu kebijakan.

Alasannya, baik ketua umum maupun ketua harian adalah jabatan eksekutif partai. Di situlah ia meragukan independensi ketua harian. Maka, Eros tetap siap bertempur untuk posisi ketua umum dengan siapa pun, termasuk dengan Mega, betapapun peluangnya bisa dibilang kecil. ”Jika ia sudah mencalonkan diri, ia tak akan mundur,” ujar sumber itu. The show must go on, kata sutradara film Tjoet Nya’ Dhien ini. Baru bila kalah voting sebagai ketua umum, lalu cabang-cabang menghendaki yang kalah jadi calon ketua harian, Eros akan menerima.

Pencipta lagu Badai Pasti Berlalu ini juga tidak mengincar kedudukan sekretaris jenderal. Jabatan sekjen yang dahulu dijabat Alex Litaay bakalan tetap dipertahankan. Alex Litaay mengaku sudah mendapat dukungan beberapa wilayah untuk mendampingi ketua umum. Boleh jadi, salah satu agenda utama kongres adalah membahas manajemen dan struktur partai baru, terutama mengenai pembagian kewenangan ketua umum, ketua pelaksana harian, dan sekjen.

Selain itu, prosedur pemilihan pengurus dewan pimpinan pusat pun belum dipastikan, apakah akan ditentukan oleh formatur tunggal atau ketua umum terpilih seperti di Kongres Bali lalu atau dengan cara lain. Dalam wawancara dengan TEMPO Interaktif, Alex Litaay mengaku mengusulkan pemilihan dilakukan dengan semacam formatur tengah, yaitu sebaiknya tim formatur yang akan menyusun kepengurusan baru nanti terdiri dari 5-7 orang, termasuk ketua umum terpilih. Yang masih diperdebatkan adalah persoalan apakah mereka yang mencalonkan diri sebagai kandidat ketua umum otomatis akan menjadi anggota formatur ini.

Sementara ini peta kekuatan antarkubu di luar Megawati belum begitu terlihat. Menurut Firman Jaya Deli—anggota Komisi II Fraksi PDI-P DPR yang dikenal dekat dengan Taufik Kiemas—baik Eros maupun Taufik punya kesempatan dan peluang untuk posisi ketua pelaksana harian. ”Tergantung angin yang berembus dalam kongres,” katanya puitis. Maksudnya, peta kekuatan baru akan bisa dibaca sekitar hari kedua kongres. Pada titik ini utusan-utusan cabang akan memegang peranan penting. Peluang Eros dan Taufik relatif berada di tangan mereka.

Lobi terhadap utusan cabang adalah sesuatu yang vital. Namun, hingga mendekati hari H, belum ada satu cabang pun yang wakil-wakilnya terlihat bulat menyokong calon di luar Mega. Itu karena banyak yang disandung supaya tidak dapat melenggang ke Semarang. Cerita cabang Bojonegoro, Jawa Timur—cabang yang dulunya berani terbuka mendukung Eros tapi kemudian hanya kebagian jatuh satu orang—adalah bukti penelikungan itu.

Kendati demikian, Eros mengaku masih tetap optimistis. Ia menegaskan sampai saat ini pendukungnya so far so good. Kepada Tempo, Eros meyakinkan bahwa pada hari-hari kongres dukungan terhadap dirinya menguat. Hanya, Eros menolak memberikan jumlah dan nama cabang yang berpihak kepadanya. ”Tidak etislah, nanti malah seperti kejadian di Senayan. Bilang mau kumpul satu setengah juta orang, eh, nyatanya seratus ribu pun enggak sampai,” katanya.

Lantas jurus simpanan sakti apakah yang bakalan dikeluarkannya? Bukankah dengan dicoretnya status kepesertaannya ia tak punya hak suara sehingga otomatis tidak bisa mengeluarkan opini-opininya di lantai kongres? Jawaban sang seniman ini terkesan sedikit ”spiritualis”. Menurut Eros, ia telah menitipkan aspirasinya kepada nurani peserta kongres. ”Walaupun selama ini ada upaya pembodohan terhadap orang-orang daerah, saya yakin mereka itu tidak bodoh,” katanya. Meski peluangnya kecil, Eros dan Dimyati sadar betul yang dilakukannya sejatinya suatu pendidikan politik. Bahwa dalam demokrasi partai modern adalah lucu jika hanya menominasikan seorang calon tunggal.

Namun, yang lebih lucu lagi, siapa pun yang akhirnya terpilih menjadi ketua harian—kalaupun jabatan ini jadi diresmikan—ia hanya akan mendapatkannya bila mendapat restu sang Ketua Umum. Apa boleh buat, ketergantungan PDI-P pada karisma kepemimpinan seorang Megawati Sukarnoputri memang masih kental. Ini adalah kekuatan dan sekaligus kelemahan utama PDI-P yang, agaknya, harus dibahas kongres dengan serius jika ingin mempertahankan posisi pertama pada Pemilu 2004 nanti.

Seno Joko Suyono, Hani Pudjiarti, Iwan Setiawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus