Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pilih Bohir atawa Juru Runding

Tarik-menarik terjadi dalam penyusunan tim ekonomi. Kepentingan politik sulit dihindari.

19 Oktober 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUASANA tak biasanya terjadi dalam rapat koordinasi tim ekonomi, Rabu pekan lalu. Di depan Gedung A.A. Maramis Departemen Keuangan di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, rapat terakhir para menteri ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu itu diawali dengan sesi foto bersama.

Suasana guyub dan canda berlangsung hingga rapat berakhir. ”Pak Purnomo paling awet nih jadi menteri, besok kepilih lagi jadi Menteri Koordinator Perekonomian,” kata salah satu menteri yang hadir. Yang disindir, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro, tersipu-sipu. Menteri lain ikut tersenyum.

Celetukan itu bukan sekadar guyon. Bukan tak beralasan bila Purnomo dipertahankan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam kabinet mendatang. ”Faktor Purnomo sangat penting,” kata sejumlah sumber Tempo pekan lalu.

Meski prestasinya tidak mengkilap, doktor ekonomi energi dari Colorado School of Mine, Amerika Serikat, ini punya sejarah panjang dengan Yudhoyono. Ketika Yudhoyono menjadi Menteri Pertambangan, Purnomo—waktu itu Wakil Gubernur Lemhannas—adalah teman diskusinya. Purnomo kerap memberikan advis ihwal seluk-beluk energi.

Pada 2000, ia menggantikan Yudhoyono di ujung pemerintahan Abdurrahman Wahid. Posisinya bertahan ketika kursi presiden beralih ke pemerintahan Megawati Soekarnoputri. Ia juga manteng di kabinet ketika Yudhoyono menjadi presiden pada 2004.

Purnomo, kata sejumlah sumber, punya kontribusi besar saat Yudhoyono maju dalam pemilihan presiden pada Agustus lalu. ”Dia banyak berhubungan dengan donatur dana kampanye,” kata sejumlah sumber. Peran inilah yang membuat Purnomo sulit dilupakan oleh tim sukses Yudhoyono-Boediono. Purnomo, kata seorang politikus senior, tidak akan ditinggalkan begitu saja.

Yang cukup santer, nama dia beredar dalam bursa Menteri Koordinator Perekonomian. Posisi ini bukan tanpa pesaing. Salah satunya adalah Kuntoro Mangkusubroto, bekas Kepala Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias.

Namun belakangan Kuntoro dijagokan memimpin Presidential Delivery Unit, lembaga yang dirancang untuk memastikan program para menteri berjalan lancar (lihat ”Tim Jambu dan Unit Khusus”).

Ia bergeser ke sana setelah Yudhoyono tidak memberikan lampu hijau buat Erry Riyana Hardjapamekas. Semula, nama bekas Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ini disodorkan untuk mengisi lembaga tadi. ”Erry masuk kotak gara-gara mengajukan syarat ketika diminta mengisi kursi Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah di KPK,” kata sumber Tempo di Istana Negara.

Seorang pengusaha cum politikus mengatakan Partai Keadilan Sejahtera juga mengincar posisi Menteri Koordinator Perekonomian. ”Ini yang membuat negosiasi tim ekonomi maju-mundur,” kata dia. Padahal, komitmennya, beberapa pos ekonomi diisi kalangan profesional. Selain posisi itu, Partai Keadilan Sejahtera minta jatah Menteri Pertanian serta Menteri Komunikasi dan Informatika.

”Secara psikologis, situasi tadi membuat Presiden sulit memilih,” kata sumber Tempo. Apalagi hubungan Purnomo dan Kuntoro juga tidak mesra-mesra amat. Ketika Kuntoro menjadi Menteri Pertambangan pada 1998, Purnomo terpental dari posisi penasihat Menteri Pertambangan, jabatan yang didudukinya sejak 1993. Sebaliknya, Purnomo mencopot Kuntoro dari kursi Direktur Utama PLN pada 2001.

Kalaupun Purnomo mengisi Menteri Koordinator Perekonomian, pertimbangannya karena Kepala Presidential Delivery Unit lebih vital ketimbang Menteri Koordinator Perekonomian. Yang pantas duduk di situ adalah Kuntoro. Pertimbangan lainnya, kata sumber tadi, Yudhoyono sudah punya Boediono, wakil presiden yang bisa menutupi kurangnya penguasaan Purnomo di bidang ekonomi makro.

Purnomo sendiri mengaku sudah tidak pantas jadi Menteri Energi dan hendak mengajar di almamaternya, Institut Teknologi Bandung. Meski begitu, ia tidak akan menolak bila masih diberi amanah, apa pun posisinya. Ia membantah sebagai pencari donatur selama kampanye. ”Soal dana kampanye sudah dilaporkan semua, terbuka akuntabilitasnya,” katanya seusai foto perpisahan di Istana Negara, Jumat pekan lalu.

Lalu siapa Menteri Keuangan berikutnya? Banyak yang masih menjagokan Sri Mulyani Indrawati. ”Performa dia bagus,” kata Sofjan Wanandi, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia.

Berkat Sri Mulyani pula citra Yudhoyono bersinar, khususnya di mata internasional. ”Apakah mungkin seseorang yang begitu berjasa mengangkat citra Presiden tidak akan dipilih lagi?” kata anggota tim sukses Yudhoyono-Boediono itu.

Apalagi Sri Mulyani tahun lalu memperoleh dua penghargaan sekaligus: Asian Finance Minister of the Year dari Emerging Market, dan Finance Minister of the Year dari Euro Money. ”Reputasi seperti itu dibutuhkan presiden kita, yang suka mengedepankan citra, agar kabinetnya dilihat dunia,” kata sumber tadi.

Namun, di mata Presiden, Sri Mulyani bukan tanpa catatan. Ia, bersama pejabat eselon satu Departemen Keuangan, pernah mengancam mengundurkan diri pada Oktober tahun lalu gara-gara tidak diberi kepercayaan dalam menetapkan kebijakan soal jebloknya saham Grup Bakrie di lantai bursa. Ia juga tersangkut ribut-ribut soal Bank Century. ”Posisinya mulai goyah,” kata Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Achmad Mubarok.

Kalaupun Sri Mulyani tidak lagi di Departemen Keuangan, ada suara yang mengatakan ia akan menjadi Gubernur Bank Indonesia. Kabar ini berembus kuat di pasar uang. Sebagai gantinya, nama lain yang sayup-sayup terdengar adalah ekonom dan anggota staf khusus Menteri Keuangan, Chatib Basri; Kepala Badan Kebijakan Fiskal Anggito Abimanyu; dan Direktur Utama Bank Mandiri Agus Martowardojo.

Terpilihnya Henry Paulson menjadi Menteri Keuangan Amerika Serikat pada 2006 menjadi referensi Yudhoyono memasukkan nama Agus dalam bursa Menteri Keuangan. Paulson adalah bekas CEO Goldman Sachs Group Inc., salah satu bank investasi terbesar di dunia. ”Presiden kita ini butuh benchmark dan sangat American minded,” kata sumber di lingkaran dalam tim sukses.

Sedangkan nama Anggito baru mencuat belakangan. Anggito, yang dikenal dekat dengan Boediono, kerap mewakili pemerintah dalam forum G-20.

Nama Chatib Basri juga beredar untuk mengisi Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Hal itu tidak aneh mengingat Chatib selama ini menjadi salah satu penasihat Yudhoyono dalam forum internasional. ”Dia selalu ikut, bahkan menjadi sherpa-nya Presiden,” kata sumber di Lapangan Banteng.

Namun pengamat ekonomi Aviliani memberikan catatan, Chatib belum berpengalaman mengelola birokrasi. Untuk soal itu, Chatib tidak mau ambil pusing. Katanya, semua itu baru sebatas rumor.

Sekretaris Komite Stabilitas Sektor Keuangan Raden Pardede dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Joyo Winoto juga masuk bursa Kepala Bappenas. Kans Joyo lebih kuat ketimbang Raden. Sebab, selain dulu menjadi sponsor doktor Yudhoyono, Joyo adalah teman spiritual dan sahabat diskusi Presiden. Sedangkan nilai Raden jatuh di mata Yudhoyono karena ia tidak tampil ”ke depan” membela pemerintah dalam kasus penyelamatan Bank Century.

Yang menarik, Agus Martowardojo juga masuk bursa Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara—pos yang diincar banyak orang. Salah satunya Gita Wirjawan, bos Ancora Capital yang juga komisaris Pertamina.

Bila Agus terpilih menjadi bos BUMN, yang mengincar kursi Direktur Utama Mandiri juga tidak sedikit. Ada skenario, bila Agus menjadi menteri, posisinya ditempati Direktur Utama BNI sekaligus ipar Yudhoyono, Gatot M. Suwondo. Sedangkan posisi Gatot diisi Direktur Utama CIMB Niaga Arwin Rasyid. Hingga akhir pakan lalu, Gatot tidak membalas pertanyaan yang diajukan lewat pesan pendek. Agus juga menolak diwawancarai. Namun, katanya seperti ditirukan seorang kolega, ”Saya tidak akan menolak bila diberi amanah.”

Pos lain yang menarik perhatian adalah Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Hatta Rajasa, ketua tim nasional kampanye Yudhoyono-Boediono, digadang-gadang menggantikan Purnomo. Hatta, kata seorang sumber, diajukan namanya oleh Partai Amanat Nasional. Ditanya soal peluangnya, lulusan teknik perminyakan ITB ini hanya tertawa. ”Saya tak bisa mengatakan apa-apa. Tunggu saja,” katanya.

Adapun Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia M.S. Hidayat disebut-sebut calon kuat Menteri Perindustrian. Sumber Tempo memastikan, Hidayat maju bukan lewat Golkar. Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie minta dia tidak mengambil jatah partai. Namanya, kata dia, muncul karena dekat dengan Presiden. Ia kerap mempertemukan Presiden dengan para pengusaha yang tergabung dalam kamar dagang negara-negara lain.

Siapa pun orangnya, seorang pengusaha berharap, komposisi tim ekonomi harus banyak berasal dari kalangan profesional, bukan politik. ”Jangan seperti Menteri Pertanian, yang susah diajak koordinasi karena ada kepentingan politik,” katanya. Anton Apriyantono, Menteri Pertanian dalam kabinet 2004-2009, adalah kader Partai Keadilan Sejahtera.

Yandhrie Arvian, Ferry Firmansyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus