Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Berebut Naik Biduk <font color=#FF9900>Cikeas</font>

Calon menteri harus Menjalani tes macam-macam. Mereka yang dipanggil belum tentu jadi.

19 Oktober 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

THEO Sambuaga dengan kepala yang dimiringkan ke kanan tekun mendengarkan Aburizal Bakrie yang berbisik serius di telinganya. Sesekali tangan Aburizal menepuk-nepuk punggung karibnya itu. Kamis tengah malam pekan lalu, dua petinggi Partai Golongan Karya itu berbincang lima menit di pintu gerbang Bravo Media Center, markas tim hubungan masyarakat pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono di Jalan Teuku Umar 51, Jakarta Pusat. Di sebelah mereka, mobil Aburizal berderum-derum, pintunya terbuka separuh.

Sedikit di belakang Aburizal, Sekretaris Jenderal Golkar Idrus Marham, berjaket kuning cerah, menunggu dengan sikap takzim. Mereka bertiga, mewakili pengurus Beringin, baru saja menemui wakil presiden terpilih, Boediono. Malam itu Golkar resmi menandatangani kontrak politik dan bergabung dengan koalisi pendukung pemerintahan Yudhoyono.

Begitu terpilih dua pekan lalu dalam Musyawarah Nasional Golkar di Pekanbaru, Riau, Ical—panggilan akrab Aburizal—tak mau buang waktu, langsung membalikkan arah biduk partai. Padahal saat pembukaan acara, sang nakhoda sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla, masih keras berpidato meminta partainya tak minta-minta kekuasaan.

”Oke. Jadi begitu, ya,” kata Ical seraya menepuk punggung Theo, Ketua Komisi Pertahanan pada DPR lalu. Aburizal—masih menjabat Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat di kabinet pertama Yudhoyono—lalu menoleh ke Idrus. ”Sampai besok,” katanya sambil mengangkat tangan lalu masuk ke mobil. Theo, kini Wakil Ketua Umum Golkar, dan Idrus menunggu sampai mobil pemilik kerajaan bisnis Bakrie itu melaju pergi. Wajah mereka berseri-seri.

”Bicara tentang apa, Pak?” tanya Tempo. Cep..., keduanya langsung bungkam. Beriringan, mereka melangkah cepat meninggalkan Bravo. ”Soal usulan menteri?” Tempo mengejar. Keduanya pura-pura tak mendengar, terus berlalu, setengah berlari, meninggalkan kerumunan jurnalis.

Sepanjang pekan lalu, mereka yang namanya disebut-sebut sebagai calon menteri memang mendadak alergi pada media. Theo dan Idrus, kabarnya, disodorkan Aburizal ke Cikeas sebagai calon Menteri Luar Negeri dan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga. Selain mengajukan mereka, Beringin disebut-sebut mengajukan nama Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad dan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Muladi. ”Wah, Anda yang lebih tahu,” kata Theo mengelak ketika dihubungi keesokan harinya.

Bisikan Aburizal, menurut Theo, hanya soal internal Golkar. ”Bukan soal calon menteri di kabinet,” katanya berkali-kali. Dia sendiri mengaku tidak yakin bakal terpilih menjadi menteri. ”Kalau feeling saya kok enggak masuk, ya,” katanya. Idrus Marham setali tiga uang. Ketika ditanya peluangnya menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga, pria asal Makassar itu diam seribu bahasa.

Sikap bungkam para calon menteri ini tampaknya lebih ”disukai” lingkaran Istana. Presiden Partai Keadilan Sejahtera Tifatul Sembiring, yang juga disebut-sebut sebagai calon Menteri Komunikasi dan Informatika, mengaku diingatkan soal ini oleh Sekretaris Negara Hatta Rajasa. ”Saya sudah diminta Pak Hatta agar tidak bicara hal-hal yang tidak perlu,” katanya pekan lalu.

Karena itulah, meski didesak berulang kali untuk menjelaskan apa keinginan PKS dalam penyusunan kabinet, Tifatul hanya tersenyum. ”Semua kami serahkan ke Presiden,” katanya. Jawaban senada muncul dari kelima pemimpin partai koalisi lain.

l l l

TAMPAK tenang di permukaan, tarik-ulur penentuan nama-nama pembantu Presiden ini sesungguhnya berlangsung alot. Para pemimpin partai berjibaku memasukkan nama kadernya sampai detik-detik terakhir.

Sejak awal, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ingin memastikan proses pemilihan menteri terpusat di tangannya. ”Wakil presiden terpilih juga involved, ikut serta. Tentu dalam arti memberikan pandangan kalau saya mintai pendapat,” kata Yudhoyono, dalam konferensi pers di Cikeas, Rabu pekan lalu. Tapi, ”Keputusan terakhir ada di tangan saya.”

Menurut Yudhoyono, proses penentuan anggota kabinetnya berlangsung ”transparan, kredibel, dan akuntabel”. Langkah pertamanya, menurut SBY, adalah menerjemahkan paparan visi dan misi pasangan SBY-Boediono dalam pemilihan presiden lalu. Setelah penjabaran visi dan misi disusun, tim SBY-Boediono menetapkan sasaran kerja untuk lima tahun mendatang. Untuk mencapai sasaran itu, tim SBY merumuskan cetak biru program kerja, yang kemudian dipakai sebagai acuan penetapan struktur pemerintahan. ”Setelah itu, baru ditetapkan calon-calon menteri,” kata Yudhoyono.

Calon menteri yang dipilih untuk setiap pos diundang mengikuti proses uji dan seleksi di kediaman Yudhoyono di Cikeas, mulai akhir pekan lalu. Seleksi dimulai dengan penandatanganan pakta integritas dan kontrak kinerja, baru disusul proses wawancara. Presiden sendiri yang akan mewawancarai para calon. Lolos dari tahap ini, semua calon menteri harus menjalani pemeriksaan kesehatan, termasuk kesehatan jiwa, di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta.

Model pemilihan yang amat terstruktur seperti ini amat kontras dengan apa yang terjadi lima tahun lalu. ”Waktu itu kan situasinya berbeda,” kata anggota staf khusus Presiden, Heru Lelono, pekan lalu. Pada saat penentuan Kabinet Indonesia Bersatu, 2004, hiruk-pikuk tercium sampai luar Istana.

Pada hari pelantikan 20 Oktober, Presiden Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla berunding alot sampai tengah malam. Nama-nama yang sudah dihubungi dicoret lagi. Mereka yang semula diplot untuk departemen tertentu dipindah-pindah sampai detik terakhir. Pengumuman kabinet pun molor berjam-jam dari jadwal semula.

”Dulu SBY harus akomodatif terhadap kepentingan partai lain, karena Partai Demokrat hanya punya tujuh persen di DPR,” kata Heru mengenang. ”Agar pemerintah yang dikepung Dewan Perwakilan Rakyat bisa efektif, SBY berpikir sampai 17 kali sebelum menentukan satu nama menteri.”

Meski sudah begitu kompromistis, ketika kabinet diumumkan, protes keras tetap muncul dari mana-mana. Partai pendukung SBY-JK, termasuk Partai Demokrat sendiri, dengan terbuka mengaku tak puas.

Sirkus politik macam itu, kata Heru, tak bakal terulang. Kepentingan politik bak pelangi tak lagi mendapat tempat. ”Kabinet sekarang akan kental dengan warna SBY,” kata Heru. Dia beralasan, rakyat memilih Yudhoyono karena menyukai karakter dan kepribadiannya. ”Karena itu, wajar jika kabinet ini menggambarkan karakter Presiden.”

l l l

KETUA Umum Partai Persatuan Pembangunan Suryadharma Ali hanya tertawa ketika ditanya soal pertemuannya dengan SBY pada Ahad dua pekan lalu. Sumber Tempo di partai itu bercerita, Suryadharma membawa daftar 17 nama calon menteri dari Partai Ka’bah ke Cikeas saat itu. ”Enggak ada, enggak ada,” kata mantan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah ini saat dihubungi pekan lalu.

Dalam rapat plenonya pada akhir September lalu, pengurus pusat partai itu memang membuka kesempatan bagi semua kader yang berminat menjadi calon menteri. ”Seleksinya alamiah, berdasarkan minat,” kata Wakil Sekretaris Jenderal PPP Muhammad Romahurmuziy. Dua nama teratas dalam daftar calon menteri PPP, kata dia, adalah Suryadharma Ali dan Ketua Majelis Pertimbangan Partai PPP Bachtiar Chamsyah.

”Dalam surat pengurus pusat PPP untuk Presiden, kami juga minta agar dua pos kementerian yang saat ini dipegang partai kami tidak berubah,” kata Romahurmuziy. Dua posisi itu adalah Menteri Sosial dan Menteri Koperasi. Menurut dia, para calon menteri PPP sudah diminta untuk tidak meninggalkan Jakarta dan memastikan telepon seluler mereka on.

Calon menteri dari partai lain juga sudah bersiap. Tifatul Sembiring memastikan delapan nama calon anggota kabinet dari PKS sudah ada di kantong Yudhoyono. ”Usul dari kami sudah masuk sejak sebelum pemilu presiden,” katanya. Sedangkan Partai Amanat Nasional memasukkan sepuluh nama calon menteri. Sumber Tempo memastikan nama Hatta Rajasa dan Sekjen PAN Zulkifli Hasan ada di urutan atas. Sayangnya, Zulkifli menolak dimintai konfirmasi. ”Tanya ketua umum saja,” katanya mengelak.

Yang menarik, Ketua Majelis Pertimbangan PAN Amien Rais kali ini tidak sibuk mengajukan nama jagonya. Apakah ini sinyal dia tidak merestui nama-nama yang diajukan partainya? ”Silakan ditafsirkan sendiri,” kata orang dekat Amien, Dradjad Wibowo. Pertemuan terakhir Amien dengan Yudhoyono pada Ramadan lalu, kata Dradjad, tidak membahas komposisi kabinet.

Partai Demokrat juga adem ayem. Sekretaris jenderal partai itu, Marzuki Alie, mengaku partainya tak ikut-ikutan menyorongkan nama calon. ”Sebagai Ketua Dewan Pembina, SBY sudah tahu mana kadernya yang potensial untuk menjadi calon menteri,” katanya singkat.

Ketika berbicara kepada wartawan, Rabu pekan lalu, Yudhoyono mengaku mencari calon menteri dari dua sumber: partai politik dan masyarakat umum. ”Sumber menteri yang pertama adalah nama yang diusulkan oleh partai politik yang berkoalisi. Di luar itu, saya mencari, memilih, dan menetapkan sendiri,” paparnya. Untuk menghindari konflik, SBY dengan cerdik meminta calon menteri dari partai dikirim melalui satu pintu: ketua umum partai masing-masing.

Untuk nama calon menteri dari luar partai, jalur masuk ke SBY cukup beragam. Ada yang menyelinap dari staf khusus, orang dekat, dan keluarga. Sejumlah tokoh, kabarnya, menitipkan biodata pada anggota Dewan Pertimbangan Presiden, T.B. Silalahi. Ketika ditanya soal ini, Silalahi menolak berkomentar. ”Saya tidak bisa bicara tentang proses yang masih berjalan,” katanya pekan lalu.

Mardjo Subiandono, ketua tim dokter kepresidenan, yang namanya disebut-sebut sebagai calon Menteri Kesehatan, hanya tertawa ketika ditanya tentang namanya yang bisa beredar di Cikeas. ”File saya kan ada di dalam,” katanya bercanda. Sejumlah menteri di Kabinet Indonesia Bersatu juga masih punya kans. Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Menteri Komunikasi Muhammad Nuh, dan Menteri Luar Negeri Nur Hassan Wirajuda santer disebut bakal bertahan, meski mungkin berpindah posisi.

Yang paling pusing tampaknya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Jumat pekan lalu, Ketua Dewan Pertimbangan Pusat PDIP Taufiq Kiemas menemui Yudhoyono di Istana Merdeka. Berdalih mengantarkan undangan untuk pelantikan presiden pada 20 Oktober, Taufiq kabarnya melobi Yudhoyono agar tak melupakan PDIP dalam penyusunan kabinet. Tapi untuk itu Taufiq masih harus meyakinkan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri agar tak ragu bergabung dengan biduk Yudhoyono. Sikap Mega sendiri hingga akhir pekan lalu masih belum jelas.

Ada kabar SBY akan berbicara langsung dengan Megawati sesaat setelah pelantikan Selasa pekan ini. ”Pembicaraan (tentang hal itu) memang sudah ada, tinggal prosesnya yang diatur supaya enak,” kata Sekretaris Jenderal PDIP Pramono Anung, akhir pekan lalu.

Jika SBY membutuhkan kader Banteng masuk kabinet, Taufiq mengaku tak keberatan. ”Kalau ada yang diminta, kami akan mengkonsultasikan dengan Ibu Mega,” kata Pramono. Heru Lelono yakin perubahan masih bisa terjadi pada detik terakhir. ”Yang dipanggil ke Cikeas pun belum tentu jadi,” katanya mengingatkan.

Wahyu Dhyatmika, Munawwaroh

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus