Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Politikus Demokrat Kecam Tindakan Polisi yang Memukul saat Unjuk Rasa UU TNI

Sekelompok polisi menghajar pria berbaju hitam saat terjadi aksi menolak revisi UU TNI pada Kamis lalu.

24 Maret 2025 | 23.36 WIB

Mahasiswa melakukan aksi demonstrasi menolak pengesahaan RUU TNI di depan Gedung DPRD Jawa Barat, Bandung, 21 Maret 2025. Kekhawatiran terulangnya dwifungsi ABRI menjadi alasan gerakan ketidaksetujuan ini berlangsung. Tempo/Prima Mulia
Perbesar
Mahasiswa melakukan aksi demonstrasi menolak pengesahaan RUU TNI di depan Gedung DPRD Jawa Barat, Bandung, 21 Maret 2025. Kekhawatiran terulangnya dwifungsi ABRI menjadi alasan gerakan ketidaksetujuan ini berlangsung. Tempo/Prima Mulia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Partai Demokrat Hinca Panjaitan mengecam anggota polisi yang memukul pengunjuk rasa menolak UU TNI. Seharusnya, kata dia, aparat kepolisian mengawal dan menghormati aksi unjuk rasa itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Saya minta aparat penegak hukum yang sedang mengawal ketika memberikan suaranya harus menghormati tata cara yang disiapkan," kata Hinca Panjaitan di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, pada Senin, 24 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Meski begitu, anggota Komisi III DPR ini juga meminta para demonstran harus memperhatikan ketertiban saat berunjuk rasa. Sebab, kata Hinca, melaksanakan aksi memiliki aturan yang tertuang di dalam undang-undang.

Adapun regulasi tersebut terdapat pada Undang-Undang nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum. Selain itu, ada juga Peraturan Kapolri nomor 9 tahun 2008 tentang penyelenggaraan pelayanan, pengamanan, dan penanganan perkara penyampaian pendapat di muka umum.

"Kalau sudah aksinya sampai malam, kalau polisi minta dibubarkan, besok dilanjutkan kan masih bisa," ucap Hinca Panjaitan.

Menurut dia, ketertiban ini untuk melihat posisi keduanya. Hinca mengatakan keadaan ini antara polisi dengan para pengunjuk rasa. "Jadi masing-masing ngeliat positioning-nya, masing-masing lah. Nah, tetapi kekerasan itu tentu tidak boleh," kata Hinca.

Sebelumnya, sekelompok polisi menghajar pria berbaju hitam saat terjadi aksi menolak revisi UU TNI, Kamis, 20 Maret 2025. Peristiwa itu terjadi di kolong jembatan layang JCC, tidak jauh dari lokasi aksi di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta.

Pria itu terlihat dipukuli dengan pentungan dan ditendang oleh beberapa polisi. Ada sekitar belasan polisi yang mengerubunginya. "Tendangan, pentungan, yang paling parah kena kepala," kata Raka, korban pemukulan tersebut.

Raka bercerita, saat itu dirinya sedang menepi di pinggir jalan untuk mengisi daya baterai gawai miliknya. Tidak lama kemudian datang sekelompok polisi yang menuduhnya sebagai mahasiswa yang terlibat demonstrasi. 

"Dibilang gua mahasiswa. Padahal bukan. Gua ojol (ojek online)," kata Raka. "Saya dipaksa buat ngomong saya mahasiswa."

Belum sempat memberikan banyak penjelasan, Raka langsung dipukul dan ditendang bertubi-tubi. Ia mengaku pasrah dan tidak bisa melakukan perlawanan. "Gua diem, gua nyerah aja gitu," kata pria 22 tahun itu.

Vedro Imanuel Girsang berkontribusi dalam pembuatan artikel ini.

M. Raihan Muzzaki

Bergabung dengan Tempo pada 2024 setelah lulus dari Jurusan Sastra Inggris Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus