PERTIKAIAN dalam tubuh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) belum
usai. Desakan PB-NU agar DPP PPP mengadakan rapat untuk
menyelesaikan soal daftar calon Pemilu 1982 yang mengakibatkan
ricuh itu tidak ditanggapi. PB-NU, dalam suratnya yang dikirim
kepada Lembaga Pemilihan Umum Indonesia (LPU) 6 November,
memprotes dan tidak meneruma susunan/urutan nama calon anggota
DPR dari PPP yang diajukan J. Naro.
Tetapi LPU, 7 November lalu menolak protes NU itu. Dalam surat
yang ditandatangani Sekretaris Umum R. Soeprapto dan ditujukan
kepada DPP PPP, LPU menilai pengajuan daftar calon oleh J. Naro
sah menurut hukum. Bahkan dianggap telah sesuai UU Pemilu.
Mendapat jawaban itu,'NU agaknya belum menyerah walau tidak
segera menangkisnya. Namun menurut sebuah sumber, awal minggu
ini, DPP PPP -tanpa unsur Ml--telah menyusun surat yang
ditujukan kepada LPU. Surat itu ditandaungani Idham Chalid, K.H.
Masykur, Nuddin Lubis dan Yahya Ubeid. Isinya: PPP meminta agar
LPU membuka kemungkinan untuk penyempurnaan, peNbahan dan
peninjauan kembali daftar calon yang disodorkan 1. Naro.
Sampai tanggal 16 November malam, surat DPP PPP itu belum
ketahuan nasibnya. Kabarnya LPU sendiri belum menerimanya.
"Janganjangan itu hanya gertak politik saja," kata Ali Tamin,
Wakil Sekjen MI. Tapi kalau toh surat semacam itu dialamatkan ke
LPU, seharusnya ditandatangani J. Naro. "Tanpa tandatangan Ketua
Umum, surat jawaban untuk LPU itu tidak akan laku di hadapan
pemerintah," tambahnya sambil tertawa lebar.
Dalam daftar calon anggota DPR yang diserahkan 27 Oktober, dari
49 kursi yang disediakan untuk NU, J. Naro telah memasukkan 16
orang dari generasi muda NU, khususnya GP Ansor. "Tentu saja ada
yang tidak puas," kata Ali Tamin, salah seorang yang ditugaskan
Naro menyusun daftar calon.
Jusuf Hasyim dari PB-NU menganggap tindakan Naro itu justru
memecahbelah NU. "Sikap Naro bagaikan orang membelah bambu. Ada
bagian yang diinjak, tapi ada bagian lain yang diangkat. Pada
gilirannya, bagian yang diangkat akan diinjak pula," katanya.
Gaya Naro
Perumpamaan Jusuf Hasyim dari Pondok Pesantren Tebu Ireng Ja-Tim
itu rupanya menjadi kenyataan. Pihak NU di pusat ada yang setuju
dan ada yang menolak daftar calon yang diserahkan kepada LPU
itu. "Tapi sekarang, sebagian besar sudah mulai sadar dan
menolak tindakan Naro itu," katanya. Rapat PB NU ditiadakan dan
beberapa pimpinannya mengadakan kunjungan ke daerah," untuk
mencegah merembesnya kernelut dari pusat," kata Jusuf Hasyim
pula.
Namun beberapa daerah nampaknya terkena "rembesan". NU DKI
Jakarta, 11 November lalu mengedarkan siaran pers yang isinya
mendukung daftar calon J. Naro. Pernyataan yang diteken wakil
ketuanya, H. Fachrurazy--salah seorang calon dari NU yang diberi
tempat oleh J. Naro--juga menganggap tidak perlu adanya rapat
pleno DPP PPP. Ia bahkan mengecam kemelut yang melanda kalangan
atas PPP.
Walau tidak terjadi percekcokan sengit, NU Sum-Ut juga dilanda
perpecahan. DPW NU daerah itu terpaksa kembar pimpinannya.
Masing-masing dipimpin H. Hasan Basri Batubara dan H. Muchtar
Muda Nasution--karena tidak ada yang mau mengalah.
Kemelut rebutan kursi ternyata juga bergema di Ja-Bar. Mansur
Wiratmadja, Ketua DPW PPP diam-diam menyerahkan daftar calon
"buatan sendiri" kepada Panitia Pemilihan Daerah (PPD) 1, 11
November lalu. Akhirnya, tindakan Mansur dari unsur Ml ini
diprotes rekanrekannya dari unsur lain. Ia telah mengaku
berhasil menyelesaikan daftar calon lewat rnusyawarah. "Padahal,
kami tidak pernah diajak membicarakan," kata seorang pengurus
DPW PPP. Tanpa sepengetahuan unsur lain, Mansur--simpatisan Naro
di daerah itu--nyelonong menyerahkan daftar calon anggota DPRD
itu. "Ini kan gaya Naro yang sebenarnya tidak perlu ditularkan
ke daerah,"kata pimpinan daerah PPP yang tak mau disebutkan
namanya itu.
Menghadapi kemelut PPP akhir-akhir ini, ada beberapa kelompok NU
yang bersikap berlainan. Kelompok keras menentang dan mengancam
akan mundur dari kegiatan politik PPP. Bahkan mereka juga
mengancam akan menarik seluruh calon yang ditunjuk Naro. Sedang
kelompok lainnya bersedia menerima dan setuju saja dengan daftar
itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini