Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Psikolog Universitas Gadjah Mada atau UGM Bagus Riyono menyebut judi, baik offline maupun online mirip film Ipar Adalah Maut garapan sutradara Hanung Bramantyo. Godaan membuat orang kecanduan melakukan hal tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Permainan judi menurut dosen Fakultas Psikologi UGM itu memang mengasyikkan. Seperti dalam karya sastra disebut suspen, di situ ada rasa harap-harap cemas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Karena (dalam judi) ada keasyikan. Sudah nonton film Ipar Adalah Maut atau belum? Itu mirip. Karena dia itu (dalam film) dosen, pintar, baik hati, terjebak pad keasyikan itu. Keasyikan itu jadi kecanduan,” kata Bagus saat Sekolah Wartawan di UGM, Kamis, 27 Juni 2024.
“Yang menarik, karena (dalam judi) tidak pasti. Kalau sebagai pekerja ada gaji bulanan. Tapi ini sudah pasti jadi tidak menarik. Lebih menarik ketika uang ini tidak dijadwalkan dan jumlahnya tidak bisa diprediksi. Ini yang dimanipulasi dalam judi," kata Bagus.
Ia menyatakan, hormon Dopamine pada manusialah yang membuat asyik dalam bermain judi. Hormon Dopamin juga disebut happy hormone.
Ia mengatakan jika orang yang berjudi itu adalah orang kaya, maka itu hanya menjadi hiburan semata, tidak mempengaruhi ekonomi keluarganya. Tetapi jika yang berjudi adalah dari kalangan miskin, maka akan berimbas ke hal negatif, menyebabkan frustrasi hingga bunuh diri.
Di dalam bermain judi, ujar dia, di situ ada ambisi menang. Ambisi inilah yang dimanipulasi oleh bandar judi. Padahal kemungkinan menang bagi orang yang berjudi adalah 2 juta dibanding 1.
“Memang judi itu mengasyikkan karena muncul harapan dan semangat sampai lupa taruhan itu uang pinjaman,” kata Bagus.
Ia menyebut orang yang paling berpotensi menjadi korban judi adalah orang miskin dan orang bodoh. Orang miskin saja belum tentu berjudi. Yang rentan adalah yang miskin dan bodoh. Orang kaya juga belum tentu mau bermain judi. Judi bukan masalah baru, tetapi dengan adanya judi online maka dampaknya lebih masif lagi.
Secara psikologis judi bisa dijelaskan dengan teori reinforcement yang dicetuskan oleh Burrhus Frederic Skinner. Yaitu Skinner’s theory of reinforcement.
Ada rangsangan insentif di dalam judi. Insentif itu berupa harapan untuk menang dan meraih uang dalam jumlah besar. Di situlah peran hormon dopamine yang menyebabkan perasaan senang ketika ada tantangan.
Namun, kata Bagus, ada logika gambler fallacy yang tidak dipahami oleh mereka yang kecanduan judi ini. Bahwa bayangan dan harapan akan menang itu tidak valid. Karena, bandar sudah memperhitungkan hal ini.
Untuk itu, kata dia perlu intervensi dari pemerintah dan secara sosial dalam menghentikan judi online ini. Selain pelarangan juga dengan membuka konsultasi psikologis bagi mereka yang kecanduan.
“Seperti lagu yang dinyanyikan oleh Muhsin Alatas, berjudul Karena Judi yang ada kalimat ya Allah aku bertobat tak akan kuperbuat lagi,” saran Bagus untuk bertobat bagi para penjudi.
Dalam acara tersebut, seorang yang pernah kecanduan judi online mengungkapkan kisahnya. Seorang bernisial P ini mengaku pernah ingin bunuh diri akibat judi ini. Dalam beberapa hari saja ia ternyata sudah menghabiskan uang di rekening perusahaan orang tuanya hingga Rp 1,5 miliar.
“Saya sekarang tobat, tidak pernah mau lagi tergiur iming-iming judi,” kata dia.
Pilihan Editor: Biaya Kuliah S1 Hukum UGM 2024 Jalur SNBP, SNBT, dan Mandiri
MUH SYAIFULLAH