Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Ragam Reaksi atas Rencana Pembahasan RUU Polri

Presiden Prabowo Subianto mengatakan akan memberikan perhatian khusus pada RUU Polri, yang akan dibahas di DPR.

8 April 2025 | 19.00 WIB

Mahasiswa bersama koalisi sipil melakukan aksi demonstrasi di depan gedung DPR RI, Jakarta, 27 Maret 2025. Dalam aksinya mahasiswa dan koalisi sipil menyerukan tiga tuntutan yang berisi seruan Indonesia Gelap, tuntutan pencabutan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia atau UU TNI, serta penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia atau RUU Polri. Tempo/Martin Yogi Pardamean
Perbesar
Mahasiswa bersama koalisi sipil melakukan aksi demonstrasi di depan gedung DPR RI, Jakarta, 27 Maret 2025. Dalam aksinya mahasiswa dan koalisi sipil menyerukan tiga tuntutan yang berisi seruan Indonesia Gelap, tuntutan pencabutan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia atau UU TNI, serta penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia atau RUU Polri. Tempo/Martin Yogi Pardamean

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

DPR tidak menutup kemungkinan akan segera membahas Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia atau RUU Polri. DPR masih menunggu surat presiden (surpres) untuk memulai pembahasan RUU tersebut.

RUU Polri termasuk dalam rancangan undang-undang inisiatif DPR. Pembahasannya sudah dilakukan sejak 2024. Berdasarkan draf RUU Polri yang diperoleh Tempo, terdapat usulan perubahan pada sejumlah pasal dari UU Polri yang berlaku saat ini.

Misalnya yang tertuang dalam draf RUU Polri Pasal 14 ayat 1 huruf g. Pasal itu menyatakan Polri bertugas mengoordinasi, mengawasi, dan melakukan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, penyidik lain yang ditetapkan oleh undang-undang, dan bentuk pengamanan swakarsa.

Pasal lain yang menuai polemik adalah Pasal 16 ayat 1 huruf q. Pasal itu menyatakan Polri berwenang menindak, memblokir atau memutus, dan upaya memperlambat akses ruang siber untuk tujuan keamanan dalam negeri.

Usulan lainnya adalah penambahan batas usia pensiun bagi anggota Polri, yang tertuang dalam draf RUU Polri Pasal 30 ayat 2. Dalam aturan itu, batas usia pensiun polisi diusulkan diperpanjang menjadi 60 tahun untuk anggota Polri, 62 tahun untuk anggota Polri yang memiliki keahlian khusus dan dibutuhkan dalam tugas, serta 65 tahun bagi pejabat fungsional.

Pasal lain yang menjadi polemik dalam draf RUU Polri yaitu 16 A. Ini mengatur tentang kewenangan Polri untuk menyusun rencana dan kebijakan di bidang Intelkam sebagai bagian dari rencana kebijakan nasional. Usulan perubahan tersebut mendapat tanggapan dari berbagai kalangan, termasuk dari mahasiswa dan masyarakat sipil.

Prabowo: Saya akan Kasih Perhatian Khusus

Presiden Prabowo menanggapi RUU Polri yang memperluas kewenangan polisi. Dia menyampaikan hal itu dalam wawancara bersama enam jurnalis di Hambalang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Ahad, 7 April 2025.

Mulanya pendiri Narasi TV, Najwa Shihab, bertanya mengenai RUU Polri, padahal berbagai kasus menunjukkan abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan) aparat. Dia pun bertanya, apakah Prabowo setuju kewenangan polisi diperluas atau tidak. “Ini akan saya perhatikan,” kata Prabowo dikutip dari kanal YouTube Narasi TV pada Selasa, 8 April 2025.

Prabowo percaya dengan sistem politik Indonesia di mana semua undang-undang dibahas oleh berbagai partai politik. Adapun anggota partai yang duduk di kursi DPR dipilih oleh rakyat. “Tapi terima kasih masukan itu, saya akan kasih perhatian khusus sekarang. Mungkin alinea demi alinea akan saya pelajari,” ujarnya.

Najwa Shihab kemudian kembali melayangkan pertanyaan yang sama. Lagi-lagi Prabowo menjawab, dia akan mempelajari draf RUU Polri. Pada prinsipnya, kata Prabowo, polisi harus diberi cukup kewenangan untuk melaksanakan tugasnya. “Kalau dia sudah diberi wewenang cukup, ya kenapa harus ditambah?”

Ketua Umum Partai Gerindra itu menilai polisi sudah diberi kewenangan yang cukup melaksanakan tugasnya untuk memberantas kriminalitas. Misalnya, memberantas penyelundupan, narkoba dan sebagainya, serta melindungi masyarakat. “Menurut saya, kenapa kita harus mencari-cari?” ujarnya.

Pengamat: Draf RUU Polri Tak Perkuat Kontrol terhadap Kepolisian

Peneliti Institute for Security and Strategic Studies Bambang Rukminto mengatakan draf RUU Polri sama sekali tidak mengatur tentang peningkatan pengawasan terhadap institusi kepolisian. Padahal, kata dia, terdapat perluasan kewenangan dan tugas Polri tetapi minim pengawasan.

“Penguatan sistem kontrol oleh lembaga pengawas mutlak dilakukan bila ingin membangun kepolisian yang profesional, independen, akuntabel, dan transparan,” kata Bambang saat dihubungi pada Jumat, 28 Maret 2025.

Mengacu pada draf RUU Polri yang diunggah di laman resmi DPR, Bambang menyatakan terdapat perluasan kewenangan Polri. Bahkan, kata dia, sejumlah kewenangan berpotensi tumpang tindih dengan lembaga penegak hukum lainnya. “Di dalam draf RUU Polri, saya melihat mengenai kontrol dan pengawasan sama sekali tidak diperkuat,” katanya.

Dia mengatakan evaluasi pengawasan terhadap Polri penting, karena sistem kontrol selama ini terjebak dalam konflik kepentingan. Idealnya, kata dia, pengawasan terhadap lembaga dengan kewenangan yang begitu besar dijalankan oleh pihak eksternal yang independen dan tidak terikat dalam struktur organisasi Polri.

Bambang menjelaskan, selama ini, terdapat tiga unsur pengawas Polri. Ketiganya merupakan pengawas internal yang berada di bawah struktur organisasi Polri. Pertama, Inspektorat Pengawasan Umum atau Irwasum, yang berperan dalam pengawasan administrasi dan proses pelaksanaan organisasi. Kemudian ada Pengawas Penyidik, yang merupakan bagian dari Bareskrim. Organisasi ini memastikan SOP dalam penyelidikan dilakukan dengan benar. 

Ketiga, Divisi Profesi dan Pengamanan yang berfungsi mengawasi perilaku personel. “Namun fakta di lapangan ketiganya memiliki potensi konflik kepentingan. Dan menjadi tragedi, semuanya tentu bertanggung jawab pada Kapolri,” kata Bambang.

Meskipun Polri diawasi oleh lembaga eksternal seperti Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), secara regulasi keberadaannya diatur dalam peraturan yang sama dengan Polri, yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002. “Dampaknya Kompolnas cenderung seolah menjadi subordinasi kepolisian dibanding sebagai lembaga pengawas yang seharusnya lebih independen,” ujarnya.

Usulan RUU KUHAP Dibahas Lebih Dulu dari RUU Polri

Sejumlah pegiat dan akademisi mengusulkan kepada DPR, khususnya Komisi III yang membidangi hukum, mengutamakan pembahasan RUU KUHAP daripada RUU Polri.

Pengajar Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada Yance Arizona mengatakan, secara kebutuhan, RUU KUHAP lebih diperlukan dari RUU Polri, mengingat usia yang lapuk sejak diundangkan. “Agar pembahasan dan isi di RUU Polri bisa lebih diatur dengan KUHAP,” kata Yance saat dihubungi, Jumat, 28 Maret 2025.

Menurut Yance, revisi UU KUHAP juga mesti dilakukan dengan menjaring banyak aspirasi masyarakat hingga melakukan peninjauan ulang terhadap pasal-pasal yang dinilai kontradiktif. Salah satunya adalah pasal mengenai kewenangan Polri yang dinilai terlalu meluas pada pembahasan RUU KUHAP.

Yance mengatakan pembahasan ini mesti menjadi peran setiap instansi proporsional. “Kalau KUHAP-nya saja memberikan keluasan, bagaimana dengan RUU Polri nanti. Makanya perlu peninjauan ulang,” ujar dia.

Senada dengan Yance, peneliti pada Pusat Studi Hukum dan Konstitusi (PSHK) Bugivia Maharani mengatakan pembahasan RUU KUHAP mesti rampung lebih dulu sebelum digulirkan pembahasan RUU Polri. 

Dia menjelaskan pembahasan lebih dulu RUU KUHAP akan mencegah DPR dan pemerintah memasukkan penuh kewenangan penegak hukum ke dalam RUU Polri. “KUHAP harus rampung lebih dulu karena fungsinya akan mengatur prosedur kepolisian dalam penanganan kasus,” kata Bugivia.

Anggota DPR Pastikan Pembahasan RUU Polri Berlangsung Terbuka

Anggota Komisi III DPR Hinca Panjaitan memastikan jika pembahasan revisi Undang-Undang atau RUU Polri akan dibahas setelah parlemen menerima surat presiden. "Apakah akan dibahas di tempat tertentu? Tentu saja kami biasanya di sini, di parlemen," kata Hinca di gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin, 24 Maret 2025.

Politikus Partai Demokrat itu mengatakan Komisi III akan mengundang banyak ahli yang memiliki kapasitas memberi masukan tentang aturan kepolisian Indonesia. Keterbukaan menjadi tolok ukur komisinya untuk membahas RUU Polri.

“Lihatlah kalau Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) saja kami bikin belum kami mulai, panjanya itu sudah kami sangat terbuka, bahkan kami bikin powerpoint-nya. Kami jelaskan substansinya. Kami undang banyak orang datang,” ujarnya.

Menurut dia, Komisi III selalu terbuka dengan pembahasan apa pun. Hinca menyebut keterbukaan itu seperti kasus besar yaitu Ferdy Sambo hingga kasus yang dialami oleh masyarakat sipil. “Untuk koreksi kepolisian, jangan menetapkan tersangka pada hal-hal yang kecil itu tadi,” ucap Hinca.

Dia pun memastikan, jika RUU Polri dibahas di Komisi III, maka pembahasannya akan dilakukan secara terbuka seperti yang dilakukan saat membahas RUU KUHAP.

Hammam Izzuddin, Amelia Rahima Sari, Novali Panji Nugroho, Nandito Putra, M. Raihan Muzzaki, dan Andi Adam Faturahman berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: Persiapan Rekrutmen Guru dan Murid Sekolah Rakyat Menurut Mensos

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus