Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mengarahkan difabel Netra saat berjalan sebaiknya dilakukan dengan mempersilakan dia memegang siku lengan atau pundak. Hanya saja, masih ada yang keliru dalam memandu tunanetra dengan cara menggenggam telapak tangan, mencengkeram pergelangan tangan, sampai mengarahkan dengan pedoman langkah kaki.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Guru Yayasan Mitra Netra, lembaga pendampingan bagi difabel Netra, Oki Kurnia mengatakan, pedoman langkah sebagai arahan bagi tunanetra tidak bisa diterapkan karena setiap orang memiliki panjang langkah dan tidak selalu konsisten. "Alih-alih mengarahkan, cara ini justru berpotensi membuat difabel Netra tersesat," kata Oki kepada Tempo, Rabu, 1 Juni 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Langkah setiap orang saat berjalan tidak selalu sama. Misalkan saat berangkat ke suatu tempat dengan 100 langkah, saat kembali bisa jadi lebih atau kurang dari itu. Apabila tidak dapat mendampingi difabel Netra secara langsung saat berjalan, ada metode lain yang dapat digunakan untuk mengarahkannya.
Oki Kurnia mengatakan, ada sejumlah marka jalan yang dapat membantu difabel Netra saat berjalan. Di antaranya, guiding block atau lantai pemandu, polisi tidur, kontur paving block, pot tanaman, dinding trotoar, serta bagian dari bangunan yang tidak berubah alias tetap dan dapat teridentifikasi oleh tongkat tunanetra.
Dari berbagai marka jalan pemandu itu, salah satu yang memudahkan langkah difabel Netra adalah dinding trotoar. Apabila tidak tersedia guiding block, tunanetra cenderung memanfaatkan dinding trotoar dengan cara mengetuk bagian sisinya dengan tongkat supaya konsisten melangkah mengikuti alur jalan.
Sebab itu pula, umumnya difabel Netra memilih berjalan di samping ketimbang di atas trotoar. Lagipula, apabila tunanetra melangkah di atas trotoar atau jalur pedestrian yang tidak dilengkapi guiding block, maka langkahnya tidak selalu lurus dan membahayakan karena berpotensi terjatuh saat berada di bibir trotoar.
Selain tidak menerapkan jumlah langkah sebagai pedoman berjalan, jangan meninggalkan difabel Netra di tengah ruangan kosong tanpa landmark atau penanda lantai sama sekali. Misalkan di sebuah aula atau ruangan besar tanpa sekat. Bagi tunanetra, berada di tengah ruangan kosong seperti di dalam hutan belantara tanpa kompas.
"Mereka bisa panik karena tidak tahu ke arah mana harus berjalan," ucap Oki Kurnia. Meski begitu, dia melanjutkan, ada pula difabel Netra yang mampu mengenali ruang dengan baik, sehingga mereka tetap dapat bermobilitas.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.