Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DUA pekan bekerja siang-malam, lima anggota tim investigasi yang dibentuk Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan selesai membuat laporan tebal ihwal pangkal kekacauan ujian nasional yang seharusnya dilaksanakan 15 April lalu. Mereka memeriksa para pejabat Kementerian, Badan Standar Nasional Pendidikan, dan PT Ghalia Indonesia Printing.
PT Ghalia ditunjuk panitia lelang mencetak dan mendistribusikan 106 juta lembar soal dan jawaban ujian sekolah menengah atas dan sekolah menengah pertama untuk sebelas provinsi di Indonesia tengah. Perusahaan yang berkantor di Rancamaya, Bogor, ini gagal memenuhi janji menyebarkan soal sepekan sebelum ujian. Akibatnya, jadwal ujian diundurkan tiga hari.
Masalahnya bukan sekadar pengunduran jadwal ujian, melainkan juga distribusi soal yang kacau, potensi kebocoran jawaban, dan kertas soal yang tak sesuai dengan spesifikasi. "Laporan sudah kami serahkan ke Menteri berikut rekomendasi sanksi dan perbaikannya," ujar Haryono Umar, Inspektur Jenderal Kementerian, setelah menemui Menteri Pendidikan Mohammad Nuh, pekan lalu.
Investigasi berfokus pada proses lelang, pencetakan, dan distribusi. Menteri Nuh, yang sebelumnya berjanji mengumumkan hasil investigasi ke publik, memilih menyimpan dulu dokumen itu. Alasannya, laporan itu mesti diketahui lebih dulu oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Sebab, Presiden yang meminta investigasi," katanya.
Nuh memastikan pada 24 Mei nanti laporan itu akan ia umumkan. "Sekarang siswa sekolah dasar masih ujian. Nanti saya umumkan pada waktu yang tepat agar tak mengganggu," kata Nuh pekan lalu. Namun penundaan ini diprotes banyak orang. Ombudsman Nasional curiga penundaan itu dilakukan karena Inspektorat juga menemukan kesalahan pada Kementerian. Beberapa kali dipanggil Ombudsman untuk menjelaskan kekisruhan itu, Menteri Nuh selalu tak hadir.
Sejak awal, Ombudsman meminta Kementerian Pendidikan tak menimpakan kesalahan ujian nasional yang acak-adut itu semata pada perusahaan. Sebab, Ombudsman menemukan fakta bahwa bukan hanya PT Ghalia yang terlambat mendistribusikan soal, melainkan juga PT Balebat Dedikasi Prima, yang mencetak soal untuk lima provinsi di Indonesia barat. "Jika ditunda, makin menunjukkan ada sesuatu yang ditutupi di Kementerian," kata Budi Santoso, komisioner Ombudsman bidang pengaduan.
Temuan para investigator itu cukup mendetail. Misalnya, panitia lelang tak memeriksa dokumen penawaran yang diajukan setiap perusahaan. Dalam dokumen itu, PT Ghalia sebenarnya sanggup mencetak dan mengepak hingga mendistribusikan soal dan jawaban ujian selama 75 hari kerja. Artinya, perusahaan ini baru sanggup menyelesaikan pekerjaan pada 29 Mei 2013, ketika ujian sudah selesai.
Karena tanpa pemeriksaan, panitia mengabaikan lini masa pencetakan dan distribusi soal. Situasi ini diperparah dengan keterlambatan proses lelang. Dokumen kontrak baru diteken enam perusahaan dan panitia lelang pada 15 Maret 2013, telat dua pekan dari perencanaan. Penyebabnya, Komisi Pendidikan Dewan Perwakilan Rakyat baru meneken persetujuan anggaran sebesar Rp 664 miliar dua hari sebelumnya.
Itu imbas ditundanya pencairan anggaran oleh Kementerian Keuangan untuk semua program, kecuali biaya rutin dan gaji pegawai, yang diajukan Kementerian Pendidikan. Alasannya, Kementerian Pendidikan mengajukan anggaran baru yang lebih tinggi Rp 100 miliar dari yang sudah ditetapkan Presiden pada Oktober 2012. Bolak-balik rapat dua kementerian itu di DPR tak menuai hasil.
Berfokus pada pencairan anggaran, para pejabat Kementerian Pendidikan lupa menyiapkan antisipasi mepet-nya waktu pencetakan. Dalam rekomendasi investigasi itu disebutkan semestinya PT Ghalia menambah personel pengepakan kertas soal begitu tahu waktu pengerjaan terpotong dua pekan. Apalagi perusahaan ini sebenarnya tak sanggup mencetak dan mendistribusikan tepat waktu, bahkan sebelum terpangkas gara-gara anggaran belum disetujui DPR.
Menteri Nuh enggan menanggapi temuan itu. Ketika dicegat seusai rapat kabinet terbatas Rabu pekan lalu, ia tak mau menanggapi pertanyaan tentang hasil investigasi ujian nasional. Guru besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, ini malah bercerita ia habis dirawat karena daya tahan tubuhnya drop. "Lihat bekas infus di tangan saya ini," ujarnya seraya mengacungkan tangan.
Tapi Menteri Nuh telah menyangkal kelalaian kementeriannya jauh sebelum laporan investigasi muncul. Menurut dia, mepet-nya waktu cetak bukan alasan Ghalia gagal mendistribusikan soal ujian. Faktanya, kata dia, lima perusahaan lain yang volume pekerjaannya tak berbeda dengan Ghalia bisa melakukannya tepat waktu. Tak seperti sebelas provinsi yang ditangani Ghalia, ucap Nuh, provinsi lain bisa menggelar ujian tepat waktu. "Jadi, alasan apa pun, cuma satu yang bisa diterima: tak sanggup," ujarnya.
Masalahnya, bukan hanya Ghalia yang telat mengirim soal. PT Balebat Dedikasi Prima juga telat mendistribusikan soal untuk wilayah Medan. Tapi Nuh mengatakan problem di Balebat hanya urusan kecil. Balebat dan Ghalia menolak ditemui Tempo dengan alasan urusan ujian masih ditelaah Kementerian Pendidikan.
Khamil Zaki, pengacara yang ditunjuk PT Ghalia untuk menangani urusan ujian nasional, menyebutkan Ghalia sebenarnya sudah menyampaikan kepada Kementerian hanya sanggup mencetak kertas soal dan jawaban dalam waktu 60 hari kerja. Namun, kata Khamil, karena sudah dinyatakan sebagai pemenang tender zona 3, Ghalia menerima order itu—kendati waktunya hanya 25 hari.
Artinya, saat penandatanganan kontrak itu, risiko keterlambatan sebenarnya sudah bisa diprediksi. Ghalia masih menyatakan sanggup menyelesaikan pekerjaan dengan mengimpor karyawan Ghalia di pabrik lain. Namun, karena jumlah kertas terlalu banyak dan pengepakan membutuhkan ketelitian memilah 30 variasi soal untuk sebelas provinsi, Ghalia tetap gagal memenuhi tenggat dua hari sebelum 15 April. Sampai akhirnya 400 mahasiswa Institut Pertanian Bogor didatangkan untuk membantu pengepakan.
Khamil mengaku tak lagi diberi informasi mendetail oleh pemilik Ghalia tentang kekacauan ini. "Kami rugi dua kali: citra jelek dan harus menanggung ongkos sewa pesawat untuk distribusi," katanya. Rupanya, bantuan pesawat Fokker, Hercules, dan Boeing yang dikerahkan dari TNI Angkatan Udara untuk mengangkut jutaan lembar soal itu tak gratis.
Menteri Nuh menyatakan Ghalia akan didenda plus masuk daftar hitam rekanan proyek di kementeriannya. Sedangkan pejabat di bawahnya, ucap Nuh, sesuai dengan hasil investigasi, akan ditindak tegas: diberi sanksi administratif atau dipecat.
Sepanjang pekan lalu, beredar kabar Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Khairil Anwar Notodiputro akan mengundurkan diri. Beberapa pejabat di Kementerian mengatakan isu itu muncul setelah Khairil bertemu dengan Menteri Nuh membicarakan hasil investigasi. Namun Khairil tak juga mengumumkan keputusannya. Ia tak membalas pertanyaan yang diajukan Tempo tentang isu itu. "Soal sanksinya apa, nanti diberi tahu setelah diumumkan hasil investigasinya," ujar Nuh.
Sanksi juga akan diberikan kepada panitia lelang dan pejabat pembuat komitmen proyek. Kesalahan telak mereka, menurut rekomendasi Inspektorat Jenderal, adalah tak melaporkan ketidaksanggupan Ghalia mencetak soal kepada pejabat Kementerian. Bahkan, tiga hari sebelum tenggat, Menteri Nuh masih diberi laporan bahwa semua perusahaan sanggup mencetak soal sesuai dengan tenggat. "Baru besoknya saya diberi tahu ketidaksanggupan Ghalia," kata Nuh.
Bagja Hidayat, Ananda Badudu, Prihandoko (Jakarta), Sidik Permana (Bogor)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo