Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
AYU Azhari mengklaim pertama kali mengenal pria itu di lorong lantai dasar Plaza Indonesia, Jakarta Pusat. Ketika itu, menjelang sore, 3 Desember tahun lalu, ia berjalan bersama putri kelimanya, Isabelle Tramp. Tiba-tiba, seorang lelaki memanggilnya dari belakang. "Saya Ahmad Fathanah," Ayu, bintang film 44 tahun, menirukan lelaki setengah baya itu.
Menurut Ayu, Ahmad Fathanah mengaku sebagai "ustad pembimbing haji". Selain itu, Fathanah mengatakan bagian dari "simpatisan Partai Keadilan Sejahtera yang tidak masuk struktur". Setelah berkenalan, ujar Ayu, mereka berbincang di satu kafe di mal yang terletak di pusat kota itu.
Ayu menyatakan Fathanah menawarinya pekerjaan mengisi acara partai di sejumlah daerah. Ia mengaku dijanjikan tampil di dua kampanye pemilihan kepala daerah, di Sumatera Utara dan Jawa Barat, yang diikuti calon dari PKS. Menurut Ayu kepada Tempo dua pekan lalu, Fathanah ketika itu menjelaskan, "Saya memang bertugas mencari artis untuk acara hiburan."
Sebelum berpisah, kata Ayu, mereka bertukar nomor telepon seluler. Ayu mengatakan, setelah itu, empat kali berjumpa lagi dengan Fathanah. "Terakhir di Plaza Senayan. Saat itu juga ada istrinya yang sedang hamil tua," ujarnya.
Sejumlah pertemuan dengan sang "ustad pembimbing haji" membuat Ayu harus datang ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Pemain film peraih Piala Citra pada Festival Film Indonesia 1990 ini diperiksa penyidik selama tujuh jam pada Kamis dua pekan lalu. Sehari kemudian, ia datang ke gedung yang sama untuk mengembalikan sejumlah uang—walau dia mengumumkan kepada wartawan hanya datang untuk menunjukkan rekening koran tabungannya kepada penyidik.
Semua berubah setelah komisi antikorupsi menangkap Fathanah di Hotel Le Meridien, Jakarta Pusat, akhir Januari lalu. Ia disangka menerima suap dari pengusaha impor daging sapi. Sehari kemudian, penyidik juga menahan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq, yang diduga hendak menerima suap. Keduanya kemudian ditetapkan sebagai tersangka perkara pencucian uang.
Ayu dipanggil penyidik karena pernah menerima kiriman uang dari Fathanah. Ketika kemudian mengakui menerima Rp 30 juta dan US$ 1.800 dari kenalan barunya itu, ia menyebutkan, "Itu uang muka pembayaran mengisi acara partai yang tidak kunjung ada."
Sumber Tempo mengatakan, di depan penyidik, ibu enam anak itu sempat berkelit, tak mengaku pernah menerima uang dari Fathanah. Namun dia tidak berkutik ketika bukti transfer uang dari rekening Fathanah di Bank Mandiri ke rekeningnya diperlihatkan. "Akhirnya dia mengakui semua," ujar sumber itu.
Bukan hanya sejumlah itu uang yang diduga diterima Ayu. Menurut narasumber yang sama, dia diduga sering menerima uang tunai, juga memiliki hubungan khusus. Ayu menyangkal soal hubungan spesial ini. Dia mengatakan, setiap kali bertemu, Fathanah selalu ditemani teman-temannya, politikus PKS di Dewan Perwakilan Rakyat. "Kadang bertiga, kadang berempat," ujarnya tanpa mau menyebutkan nama-nama politikus itu. "Mereka ngobrol pakai bahasa Arab."
Orang-orang dekat Fathanah dipanggil, menurut sejumlah informasi, untuk memperkuat dakwaan terhadap lelaki kelahiran Makassar 47 tahun silam itu. Sebab, Fathanah menutup mulut saat menghadapi pemeriksaan penyidik. "Dia selalu menggeleng dan bilang itu 'bukan saya'," kata sumber Tempo.
Bukti hasil sadapan pembicaraannya dengan Luthfi dan bos PT Indoguna Utama, perusahaan importir daging yang diduga memberi suap Rp 1 miliar, juga disanggahnya. Padahal tersangka dan saksi sudah membenarkan semua bukti ini. "Dia sangat tidak kooperatif," ujar sumber itu.
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto membenarkan kabar tentang aksi bungkam Fathanah. "Dia menutup semua," katanya. Namun Bambang yakin penyidik akan bisa membuktikan semua tuduhan kepada Fathanah.
Bukti-bukti yang disodorkan penyidik sangat telak. Salah satunya data laporan hasil analisis dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang menemukan sejumlah transaksi janggal. Selama periode 2009-2013, di rekening Bank Mandiri Fathanah terhimpun dana Rp 23-30 miliar. Rekening jumbo ini tidak masuk akal karena Fathanah tidak memiliki pekerjaan tetap.
Fathanah punya rumah, apartemen, dan mobil mewah. Ia memiliki setidaknya empat mobil senilai total Rp 4,3 miliar: Toyota FJ Cruiser, Toyota Alphard, Toyota Land Cruiser Prado TX, dan Mercedes-Benz C 200. Penyidik KPK telah menyita aset Fathanah itu.
Ketua PPATK Muhammad Yusuf membenarkan soal adanya rekening janggal Fathanah. "Banyak aliran dana atas nama 'Ustad'," katanya. "Ustad" adalah nama Fathanah yang biasa tercantum dalam berita yang ditulis pengirim uang.
Dalam laporan PPATK itu, terungkap aliran dana ratusan juta rupiah dari rekening Fathanah ke Ayu Azhari serta dua perempuan lain, yaitu Vitalia Shesya dan Tri Kurnia Puspitasari. Vitalia dikenal sebagai fotomodel majalah pria dewasa. Adapun Tri Kurnia adalah penyanyi dangdut pendatang baru.
Ayu diduga pernah menerima kiriman Rp 20 juta dan Rp 10 juta lewat rekening Axel Gondokusumo, anaknya. Sedangkan Vitalia dikirimi Rp 200 juta. Tri Kurnia, yang memiliki nama panggung Nia Kirana, juga kebagian transfer dana dari lelaki yang pernah mendekam di penjara Salemba karena kasus penipuan itu.
"Kemurahan hati" Fathanah terungkap ketika penyidik memeriksa Vitalia dan Tri Kurnia. Untuk Vitalia, yang dikenalnya sejak November 2012, Fathanah membelikan cincin dan kalung emas bertatah berlian, tas mewah Louis Vuitton, jam tangan merek Chopard seharga Rp 70 juta, serta mobil Honda Jazz putih bernomor polisi B-15-VTA. "Ada juga uang tunai puluhan juta," kata seorang sumber. "Namun semua sudah habis dibelanjakan."
Tri Kurnia mendapat hadiah sebuah jam tangan mewah merek Rolex, gelang emas Hermes, dan mobil Honda Freed bernomor polisi B-881-LAA. Saat ini semua barang itu sudah disita KPK.
Menurut juru bicara KPK, Johan Budi S.P., Vitalia dan Tri Kurnia mengaku sebagai teman biasa Fathanah. "Semua barang yang berasal dari tersangka disita sebagai barang bukti," ujarnya.
Pemberian uang dan barang-barang mahal kepada ketiga perempuan itu dilakukan karena Fathanah menjalin hubungan spesial dengan mereka. "Vitalia dan Fathanah memang punya hubungan layaknya muda-mudi," ujar Rahmat Jaya, pengacara Vitalia. Tapi Ayu mengelak disebut memiliki hubungan khusus dengan Fathanah.
Jejak Fathanah dengan perempuan muda sudah terungkap ketika ia ditangkap KPK pada 29 Januari lalu. Sekitar pukul 15.00, sesudah menerima uang Rp 1 miliar dari dua direktur Indoguna, Juard Effendi dan Arya Abadi Effendy, Fathanah langsung melapor ke Luthfi, yang sedang memimpin rapat di kantor Dewan Pusat PKS, Jalan T.B. Simatupang, Jakarta Selatan. "Iya, iya nanti, saya lagi di atas panggung," jawab Luthfi seperti tertulis dalam surat dakwaan Juard dan Arya.
Dari kantor Indoguna di daerah Duren Sawit, Jakarta Timur, Fathanah meluncur ke Hotel Le Meridien, Jakarta Pusat. Di sana sudah menunggu Maharani Suciono, mahasiswi semester pertama sebuah universitas swasta di Jakarta Selatan. Ketika mereka tengah berada di kamar 1740, penyidik KPK datang menangkap Fathanah. Belakangan diketahui, dia memberikan Rp 10 juta kepada Maharani, sebagai imbalan atas pertemuan itu.
Sjahrudin, sopir Fathanah, juga punya cerita soal sepak terjang sang majikan. Dia mengaku pernah mengantarkan Fathanah di Kafe Dangdut, Hotel Kaisar, Jakarta Selatan, pukul dua dinihari, 16 Januari lalu.
Sesudah acara di kafe bubar, dia menjemput Fathanah, bersama seorang perempuan muda, di parkir bawah tanah. "Saya ingat wanita itu berbaju biru," katanya seperti tertulis dalam berita acara pemeriksaan yang dibacakan di muka persidangan kasus suap kuota daging impor. Sjahrudin kemudian mengantarkan wanita itu ke sebuah hotel di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur.
Fathanah, yang sekarang mendekam di penjara Guntur, Jakarta Selatan, belum bisa dimintai komentar. Achmad Rozi, pengacara Fathanah, sebelumnya mengaku belum membahas soal delik pencucian uang yang disangkakan kepada kliennya.
Adapun Mohammad Assegaf, kuasa hukum Luthfi Hasan Ishaaq, memastikan kliennya tidak mengenal para perempuan yang disebut-sebut dekat dengan Fathanah. "Tidak kenal sama sekali," ujar Assegaf mengutip Luthfi.
Setri Yasra, Febriana Firdaus, Subkhan, Linda Hairani
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo