PERISTIWA yang jarang itu terjadi Senin pekan ini, ketika sejumlah 200 petani dari Lomanis, Cilacap, Jawa Tengah, mendatangi gedung Departemen Dalam Negeri. Dikawal oleh sekitar 50 mahasiswa yang menamakan dirinya "Serikat Kesetiakawanan Rakyat Cilacap", para petani yang datang dengan lima buah bis itu meminta bertemu dengan Rudini. Padahal, Rudini waktu itu sedang mengadakan jumpa pers dan masih harus menemui tamu lain. Rudini, yang tak ingin mengecewakan rakyat yang sudah datang dari jauh itu, segera memerintahkan salah seorang stafnya untuk menemui mereka. Para petani itu menolak. Akhirnya, Rudini menyatakan bersedia menerima lima orang wakil yang betul-betul warga Lomanis. Eh, ternyata tawaran ini pun ditolak mereka. "Kalau cuma lima orang, persoalan ini tidak akan selesai," teriak seorang petani dalam bahasa Jawa. Kalau tidak, mereka mengatakan, Rudinilah yang harus datang. Sambil menunggu jawaban, mereka ramai-ramai bernyanyi sambil mengacung-acungkan poster yang isinya: "Boleh ganti rugi, tapi jangan rugikan rakyat". Para petani yang mewakili hampir 1.500 keluarga dari Desa Lomanis, Karangtalun, dan Donan itu datang ke Departemen Dalam Negeri, mengadukan soal ganti rugi tanah yang dianggap tidak adil. Pada 1989 yang lalu, Pemda Cilacap telah memutuskan wilayah di ketiga desa itu untuk pembangunan pabrik pengolah olefin (limbah minyak) Pertamina, milik sebuah konsorsium gabungan, antara lain Shell, Mitsubishi, Bimantara, dan PT Chandra Asri. Untuk itu, Pemda meminta rakyat melepas tanah mereka. Rakyat setuju. Ketika perundingan pembebasan tanah dimulai, muncullah ketidakcocokan. Harga tanah yang ditetapkan dianggap terlalu kecil. Begitu pula ganti rugi bangunan. "Agar kami bisa mendapatkan luas tanah yang sama di tempat baru," kata seorang petani. Setelah perundingan berlarut-larut setahun lebih lamanya, akhirnya mereka memutuskan datang ke Rudini. Di luar dugaan, ternyata Rudini bersedia mendatangi mereka. "Supaya cepat selesai," ucap Rudini memberi alasan. Diiringi petugas keamanan yang sejak tadi sudah berjaga serta tepuk tangan warga Lomanis, Rudini melangkah dan berdiri di hadapan ratusan petani yang duduk di atas rumput. Rudini kemudian meminta salah seorang warga Lomanis untuk menyampaikan keluhannya. Ratiman, warga Lomanis, maju ke depan sambil membawa selembar kertas. Pemuda pengarit rumput itu kemudian membacakan tuntutannya. Ratiman mengatakan, warga Lomanis meminta "ganti rugi" tanah yang ditetapkan Pemda dijadikan "ganti untung". Maksudnya, besarnya uang ganti rugi dinaikkan sehingga menguntungkan rakyat. Tuntutan kedua, mereka minta agar diberi kesempatan bekerja di perusahaan yang akan didirikan. Ketiga, dalam relokasi nanti, penduduk yang tadinya tinggal di rumah kontrakan diberi kesempatan mendapatkan tanah dengan harga murah. Selesai pembacaan tuntutan, giliran Rudini berbicara, "Saya setuju dengan apa yang Saudara sampaikan. Pernyataan ini saya terima dan akan saya selesaikan," katanya. Rudini juga membenarkan pernyataan petani yang meminta proses ganti rugi dilakukan dengan harga yang wajar serta jaminan kelangsungan mata pencarian. "Tapi rakyat jangan menuntut yang berlebihan," katanya. Dari Cilacap, Bupati H. Muhammad Supardi mengatakan, mereka sudah menyediakan tanah di Kecamatan Gumilir, masih wilayah Kota Cilacap. Harga tanah di tempat ini, katanya, lebih murah dari harga ganti rugi. Soal lapangan kerja, "tunggulah kalau pabriknya sudah berdiri. Saya tidak akan menelantarkan mereka." Rustam F. Mandayun, Liston P. Siregar (Jakarta), dan Ajie Surya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini