Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Berita Tempo Plus

Mengapa Kebijakan Luar Negeri Prabowo Subianto Menuai Kontroversi

Kebijakan luar negeri Presiden Prabowo Subianto banyak menuai kontroversi. Menteri Luar Negeri Sugiono juga mendapat sorotan.

 

29 Desember 2024 | 08.30 WIB

Presiden Prabowo Subianto dalam Indonesia-Brazil Business Forum, di Rio de Janeiro, Brasil, 17 November 2024. BPMI Setpres/Laily Rachev
material-symbols:fullscreenPerbesar
Presiden Prabowo Subianto dalam Indonesia-Brazil Business Forum, di Rio de Janeiro, Brasil, 17 November 2024. BPMI Setpres/Laily Rachev

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Kebijakan luar negeri Presiden Prabowo Subianto soal Laut Cina Selatan menuai kritik.

  • Prabowo dinilai kurang memperhatikan negara tetangga di kawasan ASEAN.

  • Dua bulan setelah dilantik, Prabowo kerap berkunjung ke luar negeri.

SEHARI setelah pernyataan bersama antara Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Xi Jinping soal Laut Cina Selatan pada 9 November 2024, Hikmahanto Juwana mengirim pesan kepada pejabat tinggi Kementerian Luar Negeri. Mengacu pada dokumen pernyataan bersama, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia itu menanyakan kebijakan luar negeri Prabowo yang pro-Cina dalam pusaran konflik Laut Cina Selatan.

Kepada Hikmahanto, pejabat itu mengaku telah memberi tahu delegasi yang bertemu dengan Xi Jinping bahwa Indonesia menolak klaim Cina atas penguasaan Laut Cina Selatan lewat sembilan garis putus-putus (nine-dash line). Klaim Cina itu bertentangan dengan Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) pada 1982. 

Namun Prabowo malah bersepakat dengan Xi Jinping untuk bekerja sama di Laut Cina Selatan. Kerja sama itu termaktub dalam butir kesembilan dokumen pernyataan bersama Prabowo-Xi Jinping. “Adanya istilah tumpang-tindih dalam dokumen pernyataan bersama menunjukkan seolah-olah Indonesia mengakui sembilan garis putus-putus Cina,” kata Hikmahanto dalam diskusi melalui Zoom bersama Tempo, Senin, 23 Desember 2024.

Semenjak 1948, Cina mengklaim sebagai penguasa 90 persen Laut Cina Selatan lewat sembilan garis putus-putus. Berbentuk huruf U, sembilan garis putus-putus membentang dari lepas pantai Pulau Hainan mendekati pantai Vietnam dan Filipina dan berakhir di selatan Taiwan. Batas wilayah itu klaim sepihak Cina berdasarkan lokasi penangkapan ikan nelayan Cina.

Hikmahanto bercerita, pemerintah pernah mengajukan keberatan atas klaim sembilan garis putus-putus Cina kepada Sekretaris Jenderal PBB António Guterres pada Juni 2020. Vietnam, Filipina, dan Malaysia ikut menyampaikan keberatan terhadap klaim itu. Sewindu lalu, Mahkamah Arbitrase Internasional menyatakan klaim Cina tak memiliki dasar hukum internasional.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul Safari Jauh tanpa Arah

Erwan hernawan

Menjadi jurnalis di Tempo sejak 2013. Kini bertugas di Desk investigasi majalah Tempo dan meliput isu korupsi lingkungan, pangan, hingga tambang. Fellow beberapa program liputan, termasuk Rainforest Journalism Fund dari Pulitzer Center. Lulusan IPB University.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus