BURUKNYA keadaan jalan-jalan dan jembatan di Kabupaten Aceh
Barat bukan rahasia lagi. Akibatnya memencilkan daerah ini dan
sekaligus kekayaan alam di sana tetap terpendam. Sebab, kabarnya
kabupaten itu terbilang daerahnya juga. Di sana terdapat karet
dan kelapa sawit. Juga ada endapan emas di daerah Tutut, bagian
udik kabupaten. Di zaman Belanda kabarnya ada maskapai yang
pernah mencoba-coba mengerjakannya. Dan penduduk sendiri ada
juga mengolahnya. Tapi kini tak pernah terdengar lagi usaha
mencegah- nya. Meski menurut Malik Ridwan Badai SH, Sekretaris
Daerah, "yang melakukan survei sih tak terbilang". "Terakhir ada
perusahaan Inggeris yang ingin memulai usahanya. Tapi hingga
sekarang tak pernah terdengar lagi beritanya", katanya. Tak
salah lagi pasal buruknya jalan-jalan dan jembatan itulah biang
sebabnya.
Cuma yang ke kawasan Tutut memang terbilang lumayan. Itu
sebabnya barangkali banyak mata mengerlingnya. Sedangkan jalan
dari Banda Aceh, Ibu kota Daerah Istimewa Aceh, ke Meulaboh
saja yang 250 kilometer itu misalnya, perjalanan harus menelan
waktu satu hari satu malam. Itu kalau bukan musim hujan. Tapi
tentu berikut 6 buah rakit penyeberangan tak bisa dihindarkan.
Belum lagi jembatan-jembatan gaek di kawasan ini akan
menyeringai bila dilewati. Tak pernah kena perbaikan? "Bukan tak
ada" tukas Cholid BRE. Kepala PU Seksi Aceh Barat. "Tapi yang
namanya perbaikan tak lebih dari penimbunan dengan pasir". Ini
lantaran, katanya, tak mudahnya diperoleh batu-batu buat
penimbun. Tak aneh bila para penghuni kawasan ini, sekalipun
orang bisnis, enggan meninggalkan ranjangnya bila musim hujan
sedang sibuk.
Bungkem
Kenyataan-kenyataan seperti itulah yang menyebabkan Bupati Aceh
Barat drs. Syamsunan Mahmud, selalu bungkem, apalagi royal
mengumbar janji, bila ada orang yang meributkan itu pasal.
"Dengan biaya APBD pun entah kapan bisa dibenahi", ujarnya
kepada TEMPO. Jalan pendek yang bisa diharapkannya ialah kucuran
duit dari Pusat. Baginya, adanya 2 PU Seksi pun di kawasan
kekuasaannya (di Meulaboh dan di Calang), tak banyak menolong.
Soalnya buat apa, bila isi kantongnya kosong melompong.
Dan kosongnya kantong itu bagi PU bukan tak punya akibat. Sebab
menelantarkan 88 jembatan berukuran 5 hingga 20 meter yang
bertebaran di sana kerap membikin bis-bis penumpang yang
melewatinya jungkir balik. Karena ada beberapa jembatan jompo
yang ditambani selembar papan dan ditopang batang kelapa
keropos, terpaksa harus dilewati. "Harus diganti. Minimal
setengah permanen", usul seorang anggota Komisi A DPRD yang
terkesiap ngeri membayangkan nasib para penumpang bis itu. Tentu
saja PU lagi-lagi terpaksa bungkem, meski pun itu suara anggota
terhormat DPRD. "Bagaimana kita harus bicara. Anggaran begitu
irit", keluh Cholid BRE akhirnya. Dan kekhawatiran ambruknya
jembatan jembatan itu mencekam orang-orang perkebunan Socfindo
di Aceh Barat, Hingga terpaksalah mereka menghijrahkan pelabuhan
ekspornya ke Susoh di Aceh Selatan. Berarti, calon isi kocek
Pemda pun tentunya sebagian hijrah juga ke sana. Dan Pemda Aceh
Barat pun terpaksa gigit jari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini