Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Yang sial dan mujur

Laporan perjalanan wartawan tempo mengikuti inspeksi kerja gubernur bali, soekarmen, ke kabupaten klungkung, bangli dan buleleng. tak semua daerah dapat mengeruk dolar dari sektor wisata. (dh)

13 Maret 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pembantu TEMPO diBali, Putu Setia pertengahan Pebruari lalu diundang mengikuti inspeksi kerja Gubernur Soekarmen ke Kabupaten Klungkung, Kabupaten Bangil dan Kabupate Buleleng. Berikut ini laporannya: KABUPATEN Klungkung, Bangli dan Buleleng hampir bisa dikatakan bernasib sama. Menurut Bupatinya sedikit sial. Karena daerahnya yang kaya akan obyek pariwisata hanya dilewati saja oleh turis. Uang yang bisa disadap dari tulis ini tidak seberapa besar, paling-paling jatuhnya pada pedagang acung di sekitar tempat' pelancongan. Sejumlah dollar tentunya mengalir ke Kabupaten Badung di mana terdapat hotel dan restoran internasional, tempat Pajak Pembangunan I (PB 1) diperoleh. Tapi berkat baik hatinya Pemerintah Propinsi Bali uang PB I yang diperoleh Kabupaten Badung mesti dicipratkan sedikit untuk Kabupaten lainnya sebanyak 30 prosen. Kemudian bagian kecil ini dibagi lagi bertujuh. Bagian kecil yang sudah diserpih itulah dipakai Kabupaten-kabupaten di luar Badung untuk menangani obyek pariwisata termasuk membuat jalan, memelihara bangunan dan lainnya. "Tapi uang itu tidak boleh dipakai membuat brosur pariwisata", tutur Bupati Buleleng, Hartawan Mataram. Memang nampaknya bantuan PB I yang diberikan Badung lewat pemerintah propinsi seperti mengikat, terutama dalam penggunaannya. Harus yang langsung berguna untuk obyek pariwisata, agar turis tetap senang. Bagi Kabupaten Klungkung yang kecil itu -- bagian terbesar daerahnya di Nusa Penida, seberang laut -- PB I tentu saja dipergunakan dengan baik. Artinya kalau obyek pariwisata yang sudah ada seperti Goa Lawah tak perlu dirawat lagi mestilah dicari penyaluran dana ini. Dipugarlah Kertha Gosa, itu peninggalan Raja Nungkung berupa istana dan tempat pengadilan zaman kerajaan. Memang begitukah tujuan Kabupaten Klungkung? "Tidak, kami ingin membantu Rumah Sakit Umum Klungkung yang 4 tahun tanpa penerangan listrik", ujar Bupati Nungkung Cokorde Gde Agung. RSU ini memang dalam sekarat. Dulu ia punya diesel berkekuatan 7.500 watt, tapi tahun 1972 rusak. Sejak itu sampai kini peneragan di RSU cukup memakai lampu minyak tanah, "kelap-kelip, remang-remang bagai klab malam" kata dokter setempat. Diesel yang jadi "barang antik" itu tentu saja tergeletak, dan kini 54 kamar di RSU itu yang rata-rata punya pasien 45-50 orang biarlah tidak mendapat penerangan listrik, sampai tibanya nanti aliran dari PLTD Sanggaran Denpasar yang diperkirakan baru muncul awal tahun 1977. Begitulah, niat Pemda Nungkung membantu RSU dengan PB I tidak kesampaian terbentur masalah persyaratan. Bukankah rumah sakit tidak ada hubungannya dengan Pariwisata Budaya? Bermanfaatkah? Kalau di Klungkung ada bangunan yang mesti ditolong tapi terbentur uang maka di Bangli ada uang untuk membangun bangunan yang belum mestinya ada. Proyek itu milik pusat dengan biaya APBN. Proyek Sasana Budaya Ditjen Kebudayaan Dep.P dan K ini dengan uang Rp 14 juta lebih membangun Mandala Wisata di dekat Pura Kehen, terdiri dari satu panggung besar, 3 bangunan pameran, balai tempat duduk-duduk, ruang demonstrasi dan lainnya lagi. Mandala Wisata yang baru selesai dikerjakan 60 prosen ini menarik perhatian Gubernur Soekarmen, bukan karena mewahnya tapi melihat manfaatnya. "Apa yang akan diisi?" tanya Gubernur. Drs I GBN Panji -- yang juga ketua Listibiya Bali -- menjawab, acaranya telah difiklrkan bersama dengan Kantor Departemen P dan K Kabupaten Bangli. Jawaban itu rupanya belum memuaskan Gubernur, maka dalam kesempatan berpidato di panggung pertunjukan yang megah dengan arsitektur Blambangan itu.Gubernur berkata: "Saya tidak ingin melihat Mandala Wisata ini terlantar, mengulangi kasus seperti Mandala Wisata Mengwi dan Samuan Tiga". Tentu saja rombongan Gubernur termasuk Ketua Bappeda Bali, drs Wedagama, manggut-manggut. Masalahnya Mandala Wisata Mengwi di Kabupaten Badung itu tak mampu dikelola pemerintah Kabupaten Badung, dan kini syukur bangunannya tetap terpelihara karena dikontrak oleh Pacto, sebuah travel biro. Air Sedangkan Mandala Wisata Samuan Tiga kini temboknya banyak yang hancur, sapi dan babi berkeliaran di bangunan yang megah itu. Penduduk setempat memakainya tempat aduan ayam. Soalnya Kabupaten Gianyar tak mampu memberi uang pemelaharaan tiap bulan yang jumlahnya besar sekali, sementara Mandala Wisata itu sepi saja dari hari ke hari, dan dalam catatan dipakai cuma sekali, waktu Work Shop PATA Maret 1974. Karena itulah dibangunnya Mandala Wisata di Bangli yang pendapatan kabupatennya paling kecil di Bali -- merisaukan banyak orang. Mungkinkah bangunan megah di Kabupaten miskin dan terpencil itu bermanfaat? "Itu kan uang pusat, kalau ditolak ya tidak dibangun. Nanti saya fikirkan agar turis tertarik mengunjungi Mandala Wisata ini", berkata Bupati Bangli drs I Ketut Winaya. Sedang pejabat lain yang ikut rombongan inspeksi Gubernur berkomentar, "walaupun uang pusat, mestinya kita bisa mengusulkan proyek apa yang bermanfaat". Memang banyak pihak yang pagi-pagi kuatir, jangan-jangan proyek uang pusat itu nantinya menjadi daftar inventaris dari sekian banyak kasus yang dihadapi Bangli. Bukankah Gianyar atau Badung yang kaya itu juga "menjerit" mendapat beban pemeliharaan dari proyek yang bernama Mandala Wisata? Itu tidak berarti di Bangli tidak ada proyek yang bermanfaat. Antara lain yang menggembirakan -- terutama penduduk kota yang dingin itu -- adalah adanya proyek air minum. Saat ini dari sumber air di Tegal Suci punya debit 4 liter/detik. Dengan didasarkan pada penggunaan air 1 liter/ detik/ 1.000 orang maka baru 4.000 orang yang dilayani. Karena itu Proyek Air Minum Bangli ditingkatkan menjadi 25 liter/ detik dengan 13.000 orang pemakai. Sumber air baru ditemukan di Desa Kayubihi 6 km sebelah utara kota Bangli. Pimpinan Proyek Air Minum (PAM) Bali ir. Rochjat DS melaporkan biaya keseluruhan diperkirakan Rp 500 juta, sebagian besar untuk membeli pipa. Saat ini sudah diselesaikan bangunan pengambaan air di kedalaman jurang 250 meter. Tahun depan diperkirakan masyarakat kota Bangli sudah mencicipi air minum, walaupun menurut ir. Rochjat proyek selesai secara keseluruhan dalam tahun anggaran 1977/78. "Itupun kalau tidak ada kesulitan pipa yang didatangkan dari Jepang", tambah ir. Rochjat. Tahun anggaran 1975/76 ini proyek itu cuma kebagian dana Rp 30 juta khusus untuk bangunannya. Di Kabupaten Buleleng ada juga proyek-proyek yang khusus urusan mencari air. Tapi bukan untuk air minum atau pengairan, tapi proyek ini sekedar untuk mengadakan penyelidikan sumber-sumber air. Setelah sumber air itu ditemukan akan dilanjutkan dengan rencana memanfaatkan sumber air itu. Proyek Survey Penyelidikan dan Perancangan Sumber-sumber Air (P.3.S.A.) ini dibiayai dari pemerintah Pusat dan di Buleleng mengadakan pengeboran di dua tempat, yakni di Desa Bondalem dan Pengumbahan. Di Bondalem pengeboran air ini menemui kesulitan, tanahnya berbatu-batu. Sedang di Pengumbahan kedalaman sudah mencapai 80 meter dan air sudah keluar 11 liter/detik. Pengeboran ini akan dihentikan, "agar tidak asin airnya" kata Tjok Gde Agung, pimpinan proyek. Bungalows Yang melelahkan dari inspeksi Gubernur Soekarmen tahun ini adalah untuk melihat pembangunan SD Inpres yang tersebar di pelosok-pelosok desa. Karena itu pula inspeksi kali ini terpaksa sampai menginap di kota Kabupaten, suatu hal yang jarang dilakukan melihat pulau Bali yang kecil ini. Di Klungkung dan Bangli pembangunan SD Inpres lebih banyak. Diserahkan pada pemborong, hingga praktis bangunannya sama saja di berbagai tempat. Cuma di tempat yang agak jauh dari jalan raya, akibat sulit pengangkutan bahan-bahan bangunan tidak selesai 100%, walaupun sudah menampung murid. Tetapi di Kabupaten Buleleng urusan bangun membangun SD ini agak menarik. Lembaga Sosial Desa (LSD) mengambil peranan cukup besar. Bangunan tidak diborongkan tapi dikerjakan langsung oleh masyarakat. Dengan demikian swadaya masyarakat tertampung di dalamnya, jika menghendaki SD yang permanen, indah, megah dan terukir seperti bangunan-bangunan keagamaan. Menurut Bupati Buleleng Hartawan Mataram kayu untuk kap dipakai kayu kruing dari Kalimantan dan untuk kosen pintu dipakai kayu jati dari Banyuwangi. "Dasar pemikiran tidak mempergunakan kayu lokal, adalah menghindari gundulnya hutan di Bali", tutur Bupati Hartawan Mataram. SD Pancasari yang tak jauh dari lapangan golf di pinggir danau Beratan menarik perhatian Gubernur Soekarmen. "Ini SD yang aneh, satu-satunya SD di Bali yang berbentuk bungalows", komentar Gubernur. SD ini airancang oleh ir. Roby Sularto dari BIC Sanur, terdiri dari 3 lokal dengan ruang bujur sangkar. Bangunan dan atapnya memakai arsitektur Bali, tak kalah dengan bungalows lainnya yang tersebar di Bedugul. Biaya SD ini Rp 6 juta. Jadi masyarakat setempat menambah Rp 2 juta biaya. Suatu hal yang memang jarang didapat di daerah lain. Ketika inspeksi yang menembus pelosok desa-desa itu berakhir, Gubernur Soekarman memberi kesan, Kabupaten Buleleng paling maju di Bali dalam sosial ekonominya "Terbukti dari maju pesatnya desa-desa, dan banyaknya proyek yang dibiayai oleh masyarakat bersama Pemerintah Kabupaten", kata Gubernur. Untuk meningkatkan mutu proyak, Pemda Kabupaten Buleleng berse dia menambah biaya dari anggaran yang telah disediakan. "Pemikiran ini tidak terjadi di Kabupaten lainnya, walaupun Kabupaten itu anggaran pembangunannya lebih besar", tambah Soekarmen. Bagi rombongan Gubernur yang terdiri dari Wakil Ketua DPRD Bali Djoewaii, unsur-unsur Muspida dan kepala-kepala Dinas, inspeksi 3 hari di Buleleng cukup memberi kesan baik agak lama. Bukan karena Hansip wanit yang selalu menyambut rombongan dengan tegap dan senyum manis, tetapi Buleleng menjadi daerah yang kaya raya karena buahbuahan, seperti jeruk, rambutan, durian, mangga dan ceroring. Hasil buah-buahan ini tentu saja langsung diminati petaninya yang menyebabkan income per kapita naik terus. Tentu beda dengan di Bali Selatan. Daerah yang ramai karena pariwisata ini kurang antara kaya dan miskin tampak menganga. Perputaran uang dan dolar lebih banyak berakhir dengan larinya harta itu ke Jakarta di mana berdomisilinya pemilik hotel, restoran dan art shop yang besar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus