TOPIK paling banyak menyita waktu dalam KTT Nonblok di Jakarta adalah tentang Yugoslavia. Tak ada keputusan bulat. Setelah terjadi debat panjang, kata Ali Alatas, "kami setuju untuk melanjutkannya ke pertemuan tingkat menteri Nonblok dalam Sidang Umum PBB," ujarnya. Yugoslavia masih berstatus anggota Gerakan Nonblok. Soal keanggotaan Yugo disepakati ditunda sampai sidang Majelis Umum PBB dua pekan lagi. "Penundaan itu saya hargai, karena berhasil mengatasi ancaman dikeluarkannya satu negara anggota dari Nonblok," kata Menteri Luar Negeri Yugoslavia Vladislav Jovanovic kepada TEMPO. Sementara itu, Malaysia yang bersuara lantang pun ikut lega. "Yang terpenting, isu SerbiawMontenegro ini dibicarakan, dan berhasil masuk agenda," kata Ismail Razali, wakil tetap Malaysia di PBB, salah satudelegasi. Memang sulit mengeluarkan Yugo, salah satu pemrakarsa dan pendiri Gerakan Nonblok ini 31 tahun lalu, garagara terjadi konflik di dalam negerinya. "Karena akan menjadi preseden buruk. Lagi pula belum pernah ada sebuah negarapun yang dicoret keanggotaannya," kata seorang diplomat Indonesia. Penundaan pembicaraan keanggotaan Yugo tampaknya lebih dimaksudkan untuk menghindari perdebatan yang makan waktu dalam KTT kali ini. "Jika tidak, soalekonomi dan politik lain bisa terbengkalai," kata sebuah sumber di Departemen Luar Negeri Indonesia. Kasus usaha pendepakan anggota Nonblok pernah pula dialami Mesir. Dalam KTT Kuba 1979, Mesir diserang negaranegara Arab setelah ia meneken persetujuanCamp David dengan Israel. Pendiri Nonblok Broz Tito dari Yugoslavia menyelamatkan Mesir (juga sebagai salah satu pendiri) dengan menangguhkan pembicaraan ke forum Biro Koordinasi Nonblok di PBB. Hal yang mirip adalah kasus Kamboja. Sejak Pol Pot berkuasa, kursi negara itu dikosongkan. Baru di Jakarta, Sihanouk sebagai presiden Dewan Nasional Tertinggi Kamboja, didampingi Khieu Sampan, duduk sejajar dengan kepala negara lain. Hingga Ahad lalu, para menteri luar negeri setuju menerima empat anggota baru. Keempat pemohon yang langsung diterima adalah Brunei Darussalam, Myanmar, Filipina, dan Uzbekistan. Dengan demikian, anggota Nonblok dari 104 kini menjadi 108 negara. Keempatnya diterima karena dianggap telah memenuhi lima kriteria yang ditetapkan di Kairo (1964), yang kemudian dikuatkan lagi dalam KTT Havana(1979), dan New Delhi (1982), mencakup antara lain: tak menjadi anggota sekutu, bukan anggota pakta militer, dan tak punya pangkalan militer dua blok negara superkuat itu. Kriteria itu kini bisa diterapkan untuk Filipina. Negara anggota ASEAN itu diterima karena telah memutuskan menutup pangkalan militer Amerika Subic danClark. Sedangkan Uzbekistan dianggap sudah "bersih" sesudah melepaskan ikatan dengan Uni Soviet. Gerakan Nonblok bukan organisasi, anggotanya tak punya kewajiban menyetor iuran. Karena itu, dalam KTT kali ini Indonesia cuma mendapat sumbangan US$ 20 ribu. Padahal, dalam KTT sebelumnya, Indonesia paling tidak menyumbang US$ 200 ribu. "Mungkin ada anggapan, Indonesia sudah kaya," kata Ali Alatas. Didi Prambadi, Leila S. Chudori, dan Liston P. Siregar (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini