HAMPIR saja soal serahterima ketua Gerakan Nonblok menjadi masalah besar di KTT di Jakarta pekan ini. Untung, ada kesepakatan untuk meniadakannya. GERAKAN Nonblok tanpa ketua? Pekan ini Konperensi Tingkat Tinggi Nonblok berlangsung tanpa acara serah terima jabatan ketua. Mestinya ada acara presiden Yugoslavia, sebagai ketua Gerakan Nonblok periode 1989-1992,menyerahkan jabatan itu kepada presiden Indonesia. Sudah pada konperensi tingkat menteri Nonblok di Accra, Ghana, tahun 1991,disepakati bahwa Indonesia bakal menjadi ketua gerakan ini untuk periode 19921995. Dan sampai sidang-sidang pendahuluan KTT, pekan lalu tak ada keputusan mencabut kesepakatan Accra itu. Jadi? Tetap ada ketua Gerakan Nonblok, dan tetap dipegang oleh Indonesia. Hanya karena keadaan yang istimewa, berbeda dengan KTT terdahulu, "Indonesialangsung memimpin sidang, sekaligus menjadi ketua Gerakan Nonblok," kata Nana Sutresna, Sekretaris Jenderal KTT Nonblok dan Ketua Bidang Persidangan. Acara serah terima jabatan ketua Gerakan Nonblok memang dihilangkan dalam KTT di Jakarta kini berdasarkan kesepakatan dalam rapat Biro Koordinasi Nonblok diNew York, Juli lalu. Ini disepakati bukan karena acara itu dianggap tidak penting lagi, tapi karena muncul kondisi yang belum pernah terjadi sepanjangsejarah Gerakan Nonblok. Yakni sang ketua lama, Yugoslavia, oleh sebagian negara dipertanyakan eksistensinya. Sampai Juni tahun lalu, negara federasiyang terdiri dari enam republik itu masih utuh, tapi setelah itu cerai-berai. Empat republik menyatakan kemerdekaannya, dan dua yang lain tetap bersatu.Lalu mana yang Yugoslavia? Masalah itu menjadi gawat karena perpecahan Yugoslavia tersebut disertai kekerasan. Kebetulan, yang kemudian mengaku sebagai pewaris federasi Yugoslavia adalah Republik Serbia dan Montenegro yang masih bersatu. Dan dalam hal kekerasan alias perang itu, Serbialah oleh dunia internasional umumnya yang dianggap memulai konflik yang menyebabkan ribuan warga sipil tewas. Maka,muncullah ancaman dari Malaysia dan Iran, bila dalam pembukaan KTT di Jakarta presiden (bekas) Yugoslavia menyerahkan jabatan ketua, mereka akan memprotesnya. Tersingkirkannya ancaman protes tentu saja melegakan Indonesia. Jerih payah para diplomat Indonesia, terutama Menteri Luar Negeri Ali Alatas, tak percuma. Melihat ke belakang, cita-cita Indonesia untuk memimpin Nonblok sudah ada sejak tujuh tahun lalu, ketika diadakan konperensi tingkat menteri Nonblok diLuanda, Angola, Afrika barat daya. Waktu itu Indonesia harus bersaing dengan Zimbabwe. Untuk memberi kesempatan pada negara Afrika itu, Indonesia mundur. Baru di konperensi tingkat menteri Nonblok di Nikosia, Siprus, tahun 1988, Indonesia benar-benar berkemauan keras. Saingannya waktu itu Nikaragua. Di Nikosia itu Menteri Luar Negeri Nikaragua, Miguel D'Esconto, menyebut-nyebut "Amerika Latin sepakat memilih Nikaragua sebagai ketua." Lalu tampillah Menteri Luar Negeri Indonesia Ali Alatas. Menteri satu ini takmenyebut-nyebut soal siapa, tapi bagaimana kriteria ketua Nonblok seharusnya."Ketua KTT Nonblok," kata Ali, "seharusnya punya hubungan baik dengannegara-negara superkuat dan kekuatan dunia lain." Seperti diketahui,Nikaragua di bawah rezim Sandinista waktu itu sangat anti AS. Tapi tampaknya ada yang meleset menyimpulkan sikap Indonesia. Dan itu adalah juru bicara konperensi itu sendiri, Nicos Agthocleous. Dalam jumpa pers yangsingkat, juru bicara itu mengatakan, "Keduanya (Indonesia dan Nikaragua) tak mencapai konsensus, sehingga mereka mengundurkan diri."Esok harinya Ali Alatas menyatakan bahwa Indonesia dan Nikaragua sepakatmembekukan pencalonan mereka atas imbauan Menteri Luar Negeri Zimbabwe, "demi kesatuan Nonblok." Ketika itulah terpilih Yugoslavia untuk mengetuai Nonbloksampai 1992, setelah mengalahkan Siprus. Baru dalam konperensi tingkat menteri Nonblok di Accra, tahun silam, usaha Indonesia membuahkan hasil. Secara aklamasi Indonesia dikukuhkan sebagai ketuaGerakan Nonblok Ke 10, periode 1992-1995. Nikaragua, yang semula menjadi pesaing kuat, mengundurkan diri dari pencalonan. Beberapa jam sebelum sidang dibuka di Accra, Menteri Luar Negeri Nikaragua Ernsto Leal Sanchez bertemudengan Menteri Alatas dan menyatakan bahwa negerinya masih dalam proses rujuk nasional akibat perang saudara yang baru saja usai. Maka, berkibarlah sekitar140 bendera negara Nonblok dan organisasi internasional, di Jakarta, mulai pekan lalu. Didi Prambadi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini