Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
EMPAT puluh pasang mata di ruang rapat Fraksi Partai Demokrat di gedung Dewan Perwakilan Rakyat pada Senin pekan lalu sekonyong-konyong tertuju ke arah Benny Kabur Harman. Ketua Komisi Hukum Dewan ini mengusulkan Fraksi membentuk tim pencari fakta kasus Muhammad Nazaruddin, kolega mereka. ”Fraksi tak boleh diam saja,” kata Benny sebagaimana ditirukan sumber Tempo.
Usul Benny tak langsung disetujui Ketua Fraksi Jafar Hafsah. Lima peserta rapat berargumen pembentukan tim tak bermanfaat karena Dewan Kehormatan Partai sudah mulai menyelidiki perkara Nazaruddin. ”Nanti akan tumpang-tindih,” kata Michael Wattimena, anggota Komisi Perhubungan dan Pekerjaan Umum, salah seorang yang tak setuju, seperti ditirukan sumber itu.
Menurut sumber yang sama, sebenarnya tidak cuma lima yang tak sepakat. ”Yang lain tak blakblakan, tapi dari mimiknya kelihatan,” katanya. Tak banyak suara menentang, Jafar Hafsah pun mengetuk palu. ”Benny saya tugasi mendalami persoalan ini,” kata Jafar, Jumat pekan lalu.
Rapat dua jam itu sebenarnya membahas banyak hal, termasuk pembangunan gedung baru Dewan. Tapi yang paling menyedot perhatian adalah dugaan keterlibatan dua anggota fraksi, yakni Nazaruddin—yang hari itu tak ikut rapat—dan Angelina Sondakh, dalam kasus suap wisma atlet SEA Games di Palembang. ”Ini bikin partai ‘ramai’,” kata sumber tersebut.
Sehari kemudian, atau Selasa sore pekan lalu, di ruang Fraksi Demokrat di Gedung Nusantara I DPR, Benny mengumumkan anggota tim pencari fakta. Ia menjadi ketua, sedangkan lima lainnya anggota: Ruhut Poltak Sitompul, Edi Ramli Sitanggang, Sutan Bhatoegana, Ramadhan Pohan, dan Didi Irawadi Syamsuddin. Hanya Benny, Ruhut, dan Edi yang kelihatan hari itu.
Nazaruddin, yang sore itu berbalut safari hijau lumut, juga ada di sana. Diapit Benny dan Ruhut, Nazaruddin manggut-manggut mendengarkan omongan mereka soal tim pencari fakta. Setelah itu, ia membantah segala tudingan, termasuk soal kedekatannya dengan Mindo Rosalina Manulang, tersangka kasus wisma atlet. ”Semua itu kan baru ‘katanya’,” ujarnya. ”Saya tak kenal ibu itu.” Dengan rambut yang tampaknya baru dicukur, senyumnya terus mengembang di sepanjang acara.
BAK sinetron, Rosa bicara setengah berteriak kepada wartawan yang mengerubunginya di pintu Komisi Pemberantasan Korupsi. Matanya mendelik. ”Saya ingin ini live di televisi. Kalau tidak live, saya tak mau memberikan statement apa pun,” katanya Rabu pekan lalu, sehari setelah Nazaruddin membantah kenal dirinya.
Dengan nada yang meluap-luap, Rosa menyanggah semua keterangannya pada berita acara pemeriksaan tertanggal 27 April 2011. Menurut dia, berita acara pemeriksaan yang menyeret Nazaruddin diatur Kamarudin Simanjuntak, bekas pengacara Rosa. Membabi-buta, Rosa juga menuding Kamarudin hendak menghancurkan Partai Demokrat. ”Selesai masalah ini, saya akan bikin perhitungan pribadi dengan dia,” ujarnya.
Dituding begitu, Kamarudin meradang. Ia merasa tak pernah mengatur keterangan Rosa dalam berita acara pemeriksaan. ”Di KPK, pengacara dan klien baru bertemu di ruang pemeriksaan di hadapan penyidik,” katanya. Ia baru diperkenankan naik ke ruang pemeriksaan di lantai 8 gedung KPK setelah kliennya, yang dibawa dari rumah tahanan oleh petugas, naik lebih dulu.
Kamarudin makin jengkel oleh tudingan hendak merecoki Demokrat. ”Apa urusannya dengan Demokrat?” katanya. Ia curiga pengakuan baru Rosa dibikin lantaran bekas kliennya itu ditekan seseorang. Menjelang Rosa mencabut surat kuasa, Kamarudin mengaku mengintip surat Rosa untuk seseorang. Isinya, Rosa meminta orang yang ia surati menghidupi keluarganya selama ia di dalam penjara. ”Sebab, ini akan lama,” kata Kamarudin menirukan isi surat Rosa.
SENIN ketika Benny Harman mengusulkan pembentukan tim, Nazaruddin dipanggil Dewan Kehormatan Demokrat ke kantor pusat Demokrat, Jalan Kramat Raya, Jakarta. Dimulai pukul 15.30, Nazaruddin dicecar Sekretaris Dewan Kehormatan Amir Syamsuddin hingga pukul 18.30. ”Tak hanya kasus wisma atlet, semua yang dituduhkan kepada dia saya tanyakan,” kata Amir.
Menurut Amir, di sebuah ruangan di kantor tersebut, mereka berhadap-hadapan empat mata. Nazaruddin membantah segala tuduhan. Soal pelecehan seksual terhadap seorang perempuan di Bandung, Nazaruddin menjawab peristiwa itu tak pernah terjadi. Nazar juga membantah ”mengerahkan” polisi untuk menekan Daniel Sinambela, bekas kolega bisnis Nazaruddin. Demikian pula kasus wisma atlet. ”Ia bilang tak terkait sama sekali,” kata Amir.
Amir tak percaya begitu saja omongan Nazaruddin. ”Kami tak hanya tergantung pada pengakuan dia,” katanya. Dewan Kehormatan juga blasak-blusuk menggali informasi dari pihak lain. Dalam kasus wisma atlet, misalnya, Dewan Kehormatan meminta keterangan Kamarudin. ”Saya bertemu dengan orangnya Pak Amir di Hotel Sultan,” kata Kamarudin ketika dimintai konfirmasi.
Tak puas atas jawaban lisan, Amir meminta Nazaruddin memberikan jawaban tertulis. Jumat pekan lalu adalah tenggat Nazaruddin menyerahkan jawaban. Selama menunggu jawaban Nazaruddin, Amir berkomunikasi pula dengan seluruh anggota Dewan Kehormatan, termasuk ketuanya, Susilo Bambang Yudhoyono. ”Tinggal menunggu rapat pleno,” katanya.
RAPAT rutin Fraksi Demokrat pada Jumat pekan lalu berjalan tanpa Nazaruddin. ”Bapak sedang ke dokter,” kata anggota staf Nazaruddin, Nuril Anwar. ”Bapak kan pengusaha, yang sibuk mengurus ini-itu. Mungkin kecapekan.”
Seusai rapat tersebut, tim pencari fakta diserbu wartawan. Benny Harman dan Ruhut mengatakan tim sudah meminta keterangan Nazaruddin dan Angelina. Menurut Ruhut, Nazaruddin menjelaskan perkara wisma atlet pada Selasa, sebelum Nazaruddin muncul di hadapan wartawan. Sedangkan Angelina diperiksa malam itu juga. Hingga Jumat lalu, kata Ruhut, tim masih bekerja mengumpulkan keterangan.
Sumber Tempo di Demokrat bercerita, hingga Jumat lalu tim sebenarnya belum bekerja. Permintaan keterangan pun hanya berupa mengobrol biasa. Sumber ini juga heran karena kebanyakan anggota tim adalah kawan dekat Nazaruddin. Sebagai bendahara umum partai, Nazaruddin banyak bergaul.
Ruhut membantah tim dibentuk untuk melindungi Nazaruddin. Bila tim mengatakan Nazaruddin dan Angelina tak terlibat, bukan berarti tim mencampuri proses hukum di komisi antikorupsi. Juga bukan untuk menggalang opini. ”Semata-mata karena mereka anggota fraksi,” katanya.
Ia juga menyangkal anggota tim adalah orang-orang dekat Nazaruddin. ”Yang dekat dengan Nazaruddin paling Sutan Bhatoegana,” katanya. Demikian pula Edi Sitanggang. ”Kenal biasa saja,” ujarnya. Benny menyanggah kabar bahwa dialah yang mengusulkan pembentukan tim. ”Siapa yang mengusulkan saya enggak tahu,” katanya.
Keterangan Ruhut berkebalikan dengan Amir Syamsuddin. Menurut Amir, sejak Kamis lalu tim bentukan Fraksi sudah tak boleh bekerja. ”Sudah dihentikan,” katanya. Alasannya, selain menghindari tumpang-tindih, untuk mencegah kemungkinan kedua tim menghasilkan kesimpulan berbeda.
Anton Septian, Ririn Agustia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo