BUKAN cuma tumpeng dan pidato-pidato yang menandai peringatan
ulang tahun Golkar pekan lalu. Untuk memperingati usianya yang
ke-18 kali ini Golkar memilih memeriahkannya dengan pertunjukan
wayang kulit. Cerita yang dipilih Gandamana Luweng dengan
dalang Ki Anom Suroto.
Pertunjukan itu tampaknya dimaksudkan juga sebagai semacam
syukuran karena kemenangan Golkar dalam pemilu yang lalu. Walau
tak semua tokoh Golkar hadir--antara lain anggota Dewan Pembina
Ali Moertopo dan Amirmachmud -- peringatan pekan lalu itu cukup
meriah. Tempat peringatan rupanya sengaja dipilih yang memberi
kesan "merakyat": kantor DPP Golkar di Slipi, Jakarta Barat,
yang jauh dari keramaian.
Ketua Panitia Peringatan, A.E. Manihuruk sewaktu mengawali
upacara menyerukan agar hadirin memperhatikan dan menyimak
baik-baik pertunjukan wayang semalam suntuk tersebut. "Ada hal
yang penting sekali di situ," ujarnya. "Tapi apa yang penting
itu saya sendiri tidak tahu . . .," kata Ketua BAKN yang berasal
dari Tapanuli itu, disambut ketawa hadirin.
Upacara pemotongan tumpeng, diiringi gending Ladrang Wilujeng,
dilakukan oleh Wakil Ketua Dewan Pembiria Adam Malik. Potongan
tumpeng pertama oleh Adam Malik diserahkan kepada Ketua Umum DPP
Golkar Amir Moertono, dan yang kedua oleh Ketua Harian Dewan
Pembina Golkar M. Panggabean kepada Ketua DPP Soekardi.
Menurut Adam Malik, kemenangan Golkar dalam pemilu lalu,
merupakan "tantangan yang harus dijawab Golkar dalam bentuk
yarlg lebih mapan daripada yang sudah-sudah." Kata Pak Adam
pula, "Dalam hubungan ini Golkar harus membenahi dirinya
sedemikian rupa hingga lebih mampu berperan sebagai kekuatan
sosial politik andalan dan tumpuan harapan rakyat."
Kesimpulan yang sama juga termaktub dalam pernyataan politik
Golkar, yang dihasilkan seusai Rapat Pimpinan (Rapim) Golkar IV,
diselenggarakan dalam rangka peringatan ulangtahunnya.
Kemenangan dalam pemilu lalu, begitu pernyataan politik
tersebut, "merupakan bukti nyata kebenaran strategi dan program
perjuangan Golkar dalam melaksanakan pembaruan dan pembangunan."
Pernyataan politik itu juga menegaskan kembali dukungan Goikar
pada gagasan referendum sebelum pasal 37 UUD dilaksanakan,
"dengan demikian pengangkatan dalam Lembaga Permusyawaratan
dapat dikurangi." Berapa banyak? "Ya sebanyak jumlah yang bukan
ABRI," kata Amir Moertono dalam konperensi pers pekan lalu tanpa
memperinci lebih jauh Amir Moertono mengelak menjawabpertanyaan
mengapa pernyataan politik Golkar kali ini berbeda dengan
pernyataan menjelang SU MPR 1978, yang mengusulkan nama calon
presiden dan wakil presiden dalam satu paket. "Keadaan sekarang
sudah lain. Momentumnya belum tepat," kata Amir Moertono.
Alasannya: "Kini Golkar belum sampai pada tingkat pembicaraan
tentang wapres dengan Pak Harto."
Yang juga tidak tegas dijawab Amir Moertono adalah pertanyaan
mengenai perbedaan pendapat dan pertentangan dalam tubuh Golkar
sendiri. Dalam proses pencalonan anggota DPR/MPR yang lalu
misalnya, sering terjadi "saling memotong" nama calon oleh
pimpinan Golkar. Kendati mengakui perbedaan pendapat itu ada,
Amir Moertono menganggap mekanisme yang ada sudah baik. "Jika
ada masalah yang tidak bisa diselesaikan, diajukan ke atas,"
katanya.
Seorang anggota DPP Golkar membenarkan adanya semacam
kelompok-kelompok dalam pimpinan Golkar. "Itu terjadi di
organisasi mana pun," katanya. "Tapi di Golkar ada Oom yang
punya kuasa dan uang, hingga tidak timbul perpecahan seperti di
parpol."
BANYAK yang menghubungkan perbedaan pendapat dalam Golkar dengan
lakon wayang yang dipertunjukkan pekan lalu. Mengapa lakon
Gandamana Luweng yang dipilih? Siapa yang dimaksud dengan
Gandamana?
Cerita Gandamana Luweng bertokoh sentral Gandamana, mahapatih
Negara Hastinapura. Karena intrik dan pengkhianatan Harya Suman,
dalam peperangan dengan Negara Pringgodani, Gandamana terjebak
dalam luweng (lubang), dan dilaporkan tewas.
Harya Suman kemudian ditunjuk sebagai mahapatih (perdana
menteri). Gandamana kemudian ditolong oleh Bratasena dan
Permadi, dan kemudian melapor diri pada Prabu Pandu, Raja
Hastinapura. Pandu menyesal, tapi apa boleh buat jabatan
mahapatih sudah telanjur dipegang Harya Suman.
Gandamana kemudian menuntut pertanggungjawaban Harya Suman.
Terjadi peperangan dan Suman dihajar habis-habisan. Ini
diketahui Pandu yang kemudian memarahi Gandamana.
Menurut sinopsis cerita yang dibagikan pada hadirin, Gandamana
kemudian menyadari dan dengan rendah hati menyatakan: merelakan
dengan iklas kedudukan patih demi kehormatan dan kewibawaan Sang
Raja. Demi ketenangan dan keutuhan Raja dan Patih, ia lalu
meninggalkan bumi Hastina. Sewaktu-waktu diperlukan Sang Raja,
Gandarnana selalu siap memenuhinya demi bakti dan setianya
kepada Raja.
Menurut suatu sumber, gagasan menyelenggarakan pertunjukan
wayang "dengan lakon yang ramai" berasal dari Amir Moertono
sendiri. Namun yang memilih lakon itu adalah Wakil Sekjen
Moerdopo. Amir Moertono sendiri menonton pertunjukan itu sampai
subuh. Saking asyiknya, barangkali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini