Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Standar Nasional Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, menyatakan bahwa penghapusan jurusan SMA merupakan bagian dari penerapan Kurikulum Merdeka yang telah dimulai secara bertahap sejak tahun 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam Kurikulum Merdeka, siswa kelas 11 dan 12 di SMA memiliki kebebasan lebih dalam memilih mata pelajaran sesuai dengan minat, bakat, kemampuan, serta aspirasi studi lanjut atau karier mereka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagai contoh, seorang siswa yang berencana melanjutkan studi di program teknik dapat memilih mata pelajaran matematika tingkat lanjut dan fisika, tanpa perlu mengambil biologi. Sebaliknya, siswa yang ingin masuk ke jurusan kedokteran dapat memilih mata pelajaran biologi dan kimia, tanpa harus mengambil matematika tingkat lanjut.
"Dengan demikian, murid bisa lebih fokus untuk membangun basis pengetahuan yang relevan untuk minat dan rencana studi lanjutnya," kata Anindito.
Kurikulum Merdeka terus berinovasi. Salah satu perubahan signifikan adalah penghapusan sistem penjurusan di SMA. Kebijakan ini memberikan dampak positif bagi siswa, terutama dalam hal menentukan masa depan.
Dengan tidak adanya pembatasan jurusan SMA, siswa dapat mengeksplorasi berbagai bidang ilmu pengetahuan. Mereka dapat menggabungkan mata pelajaran dari berbagai rumpun, seperti Sains, Sosial, dan Humaniora. Hal ini membuat siswa lebih siap menghadapi tantangan dunia kerja yang membutuhkan individu dengan kemampuan lintas disiplin.
Menurut Anindito, persiapan yang lebih terfokus dan mendalam ini sulit dilakukan jika murid masih dikelompokkan ke dalam jurusan IPA, IPS, dan Bahasa. Yang terjadi ketika ada pembagian jurusan adalah sebagian besar murid memilih jurusan IPA.
Hal ini belum tentu dilakukan berdasarkan refleksi tentang bakat, minat dan rencana kariernya, melainkan karena jurusan IPA diberi privilise lebih dalam memilih program studi di perguruan tinggi.
"Dengan menghapus penjurusan di SMA, Kurikulum Merdeka mendorong murid untuk melakukan eksplorasi dan refleksi minat, bakat dan aspirasi karir, dan kemudian memberi kesempatan untuk mengambil mata pelajaran pilihan secara lebih fleksibel sesuai rencana tersebut," kata Anindito.
Di sisi lain, penghapusan jurusan di SMA turut mengatasi masalah diskriminasi yang mungkin dihadapi oleh siswa jurusan non-IPA dalam proses seleksi nasional penerimaan mahasiswa baru. Anindito Aditomo menjelaskan bahwa dengan diterapkannya Kurikulum Merdeka, semua lulusan SMA maupun SMK kini memiliki kesempatan yang sama untuk melamar ke berbagai program studi tanpa harus terhambat oleh jurusan yang mereka ambil selama di SMA/SMK.
Dengan kebijakan ini, siswa tidak lagi terbatasi oleh jurusan yang mereka pilih sebelumnya, seperti IPA atau IPS. Sebagai contoh, siswa dari jurusan IPS yang ingin melanjutkan ke program studi teknik atau kedokteran kini dapat melakukannya dengan mengikuti jalur tes yang relevan, tanpa harus terpengaruh oleh latar belakang jurusan mereka di sekolah.
Begitu pula sebaliknya, siswa dari jurusan IPA yang ingin melanjutkan ke program studi yang lebih berfokus pada bidang sosial atau humaniora memiliki kesempatan yang sama untuk diterima.
SUKMA KANTHI NURANI | HENDRIK YAPUTRA | DESTY LUTHFIANI