MENGUNGKAPKAN apa dan siapanya surat kaleng mungkin sebuah prestasi untuk Lampung. Dua pekan lalu Drs. Aswan Yaman, pejabat di Kantor Gubernur Lampung, ditangkap dengan tuduhan sebagai pembuat surat kaleng. Bersamanya ditangkap pula Bambang Susetyo, bawahan Aswan. Mereka dituduh membuat surat kaleng yang beredar sejak Desember tahun lalu, dan sempat meresahkan 17 pejabat. Karena surat-surat itulah timbul sikap curiga-mencurigai dan mengakibatkan suasana kerja di Kantor Gubernur jadi kurang nyaman. "Beberapa pejabat dituduh tak bersih diri dan lingkungan," kata Kapolwil Lampung Kolonel (Pol.) Harimas A.S. Hasbullah, menceritakan isi surat kaleng. Itu berarti yang kena tuduh mungkin terlibat PKI, atau setidaknya memiliki mental ideologi yang tidak Pancasilais. Akibat surat itu, sejumlah pejabat yang namanya disebut-sebut sempat mendatangi Korem Garuda Hitam, minta diskrining ulang. Padahal, kata Kapolwil, "Tidak semua isi surat benar." Salah satu surat yang disebut sebagai surat kaleng itu berupa nota dinas dari Kepala Direktorat Sospol Provinsi Lampung, ditujukan kepada Gubernur Lampung. Nota dinas dengan sifat rahasia itu bertanggal 26 November 1988, berisi laporan kepada Gubernur bahwa sejumlah pejabat di lingkungan Pemda Lampung diklasifikasikan tak bersih diri dan tak bersih lingkungan. Ada 15 nama yang tercantum dalam surat. Mereka para pejabat penting atau tokoh masyarakat, seperti wali kota, bupati, pejabat BP7, bekas pimpinan DPRD, wartawan, serta pejabat Kantor Gubernur. Lalu, sebagai pengirim nota tercantum nama A. Gumbira, Kepala Direktorat Sospol Lampung, lengkap dengan tanda tangannya. Untuk mengesankan surat sudah diterima Gubernur, di surat itu ada semacam disposisi dari Sekwilda Provinsi Lampung Drs. Man Hasan kepada Kepala Direktorat Sospol. Isinya: agar kepala direktorat tersebut menyiapkan konsep untuk membebaskan nama-nama tadi dari jabatannya. Surat yang diketik di kertas dengan kop surat dan stempel Direktorat Sospol Pemda Lampung itu kabarnya tersebar ke berbagai alamat penting seperti Presiden, Mendagri, dan sejumlah alamat lainnya, termasuk Gubernur Lampung Pudjono Pranjoto. Anehnya, semua surat dikirimkan melalui pos, termasuk untuk Pak Gubernur. Pengusutan segera dilakukan Korem 043 Garuda Hitam. Ternyata, tanda tangan maupun paraf yang ada di surat itu palsu, sekalipun kertas surat dan stempelnya asli. Dari pengamatan atas beberapa surat kaleng yang ada, diketahui bahwa semuanya menggunakan kop surat dan stempel yang sama, juga diketik dengan mesin ketik sama. Segera lingkungan Kantor Direktorat Sospol dicurigai. Akhirnya terungkap bahwa semua itu dilakukan oleh Aswan Yaman, 48 tahun, dengan bantuan Bambang Susetyo. Adalah Bambang yang mengetik surat-surat palsu itu. Pihak Korem Garuda Hitam rupanya belum puas. Menurut komandannya, Kolonel Hendro Priyono, pihaknya masih terus mengusut orang-orang yang bertanggung lawab atas surat-surat buta itu. Ada dugaan masih ada beberapa pelaku yang belum terungkap. Korem, menurut Kolonel Hendro, menangani kasus ini karena para pelakunya dituduh melakukan perbuatan subversi. Kepada TEMPO Senin pekan ini, Kolonel Hendro memperjelas posisi instansinya. Katanya: "Korem kan cuma membantu polisi dalam soal ini." Konon, dalam keterangan sumber TEMPO di Lampung, Aswan Yaman sendiri sudah mengakui bahwa dialah konseptor surat-surat yang meresahkan itu. Dan itu tak sulit ia lakukan. Sebagai Kepala Sub-Direktorat Pembinaan Kesatuan Bangsa di Direktorat Sospol Pemda Lampung, ia dengan mudah bisa mengambil kertas surat berkepala direktorat itu, termasuk stempel tadi. Maklumlah, ia merupakan salah seorang staf penting di direktorat yang mengurusi masalah politik itu. Menurut sumber itu pula, tindakan ini dilakukan Aswan karena sakit hati. Konon tiga tahun yang lalu, Aswan pernah berusaha untuk diangkat sebagai Sekwilda Kota Madya Bandar Lampung. Ketika itu pejabat Sekwildanya hampir berakhir masa tugasnya. Saat itu, Aswan yang menjabat Asisten Sekwilda Banda Lampung, dikabarkan sempat menghubungi Wali Kota Bandar Lampung Zulkarnain Subing dan Gubernur (ketika itu) Yasir Hadibroto, melobi agar jabatan im diserahkan kepadanya. Rupanya upayanya sia-sia. Ia kemudian dipindahkan ke Direktorat Sospol di Kantor Gubernur. Tapi semua ini memang masih keterangan satu sisi. Aswan sejak ditahan tak bisa ditemui. Berbagai sumber lain di daerah itu pun sulit dimintai konfirmasinya. A. Gumbira, Kepala Direktorat Sospol Lampung, yang biasanya mudah bicara kepada wartawan, kali ini tampak sudah bersiap-siap untuk tidak bicara apa pun, termasuk untuk sekadar memberi penjelasan tentang tanda tangannya yang dipalsukan itu. "Jangan saya yang bicara," katanya. Para pejabat Biro Humas Kantor Gubernur juga menolak memberikan keterangan. Tapi sebuah sumber lain malah meragukan tuduhan itu. "Saya kurang yakin kalau Aswan adalah otak pembuat surat kaleng itu, apalagl memalsukan tanda tangan orang lain. Sepanjang yang saya kenal, ia orang yang tak banyak ulah," kata sumber itu. Orangtua Aswan berasal dari Banten, Jawa Barat, tapi ia sendiri dilahirkan di Lampung. Sarjana sosial politik dari sebuah perguruan tinggi di Jakarta itu pernah menjadi guru sebuah SMA di Jakarta. Ia lalu bekerja di Pemda Lampung sejak 1967, terakhir dengan pangkat IV B. Menurut Kolonel Harimas, surat kaleng di daerah itu sudah menjadi mode sejak dua-tiga tahun lampau. Tapi karena kali ini sasarannya tertuju pada sejumlah pejabat penting dengan tuduhan yang sangat serius, surat kaleng itu menjadi soal gawat. Hanya saja, menurut Kolonel Harimas, tak semua isi surat kaleng itu fitnah. Dari 17 nama yang kena tuding, sebagian kecil ada benarnya "Tapi saya tak berhak mengungkapkan siapa-siapa nama yang tersangkut. Itu 'kan masalah politik, urusan Bakorstanasda," kata Kapolwil Lampung itu sambil tertawa.ANA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini