Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
AHMAD Rojih Almansur terkesiap ketika masuk kamarnya di Hotel Lotte, Seoul, Korea Selatan, Rabu dua pekan lalu. Dua lelaki dan satu perempuan ada di dalam. Kepala Subdirektorat Industri Elektronik Konsumsi Kementerian Perindustrian ini tambah kaget, karena ketiganya tengah mengutak-atik laptopnya. ”Saya tanya mereka mau apa,” kata Rojih kepada Tempo, Jumat pekan lalu. ”Mereka mengaku salah masuk kamar.” Curiga ketiganya pencuri, Rojih melaporkan ketiga orang itu ke manajemen hotel. Saat diperiksa, ketiganya mengaku salah masuk kamar.
Berniat mengambil laptop di kamar 2061, mereka tersasar ke kamar Rojih di 1961. Karena hanya salah kamar, Rojih diminta meneken surat pernyataan, peristiwa yang terjadi pukul sembilan pagi itu dianggap selesai. Ketiga penyusup melenggang meninggalkan hotel.
Rojih kaget lagi, saat Inspektur Seo Beom-gyu, polisi yang menangani kasus ini, menanyakan adakah laptop lain di kamar itu. Rojih sadar laptop kedua di kamar itu raib. Sang ”tamu” sudah keburu meninggalkan kamar. Rojih segera melapor ke manajemen hotel. Tiga menit kemudian, petugas keamanan menemukan para penyusup lari lewat tangga darurat. Anehnya, setelah mereka mengembalikan komputer jinjing, staf hotel membiarkan ketiganya meninggalkan hotel.
Menurut Seo, seperti dilansir harian Joong Ang Daily, laptop sempat diambil polisi sebagai barang bukti. Namun Rojih memintanya segera dikembalikan. Seo meminta izin mengecek isi hard disk agar tahu informasi yang dicari para pencuri. Namun Rojih menolak. Rojih adalah anggota delegasi misi ekonomi yang dipimpin Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa di Seoul, Korea Selatan. Ikut dalam rombongan itu Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Menteri Perindustrian Mohamad Suleman Hidayat, dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Gita Wirjawan. Delegasi gabungan pejabat dan pengusaha itu berjumlah 50 orang.
Tiba Senin dua pekan lalu, delegasi ini bertemu dengan Presiden Lee Myung-bak, pengusaha, dan pejabat lokal. Mereka membahas pembelian alat tempur yang pernah didiskusikan Lee dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di sela-sela Forum Demokrasi Bali, Desember lalu. Tanpa tahu insiden di kamar Rojih, sehari setelah insiden, rombongan pulang ke Tanah Air.
Pencurian di hotel mewah itu bocor ke media. Polisi di kantor polisi Namdaemun menduga ketiganya agen intelijen, karena mereka kepergok tengah menyalin informasi dari laptop ke flash disk.
Dugaan operasi intelijen menguat karena agen Badan Intelijen Nasional Korea Selatan (NIS) mendatangi kantor polisi Namdaemun. ”Kami diminta tak bicara terlalu banyak soal pencurian karena itu berkaitan dengan keamanan nasional,” kata seorang polisi, seperti dikutip The Korea Times.
Di situs Chosun Ilbo, petinggi NIS membenarkan ketiganya agen lembaga itu. Mereka mencari informasi strategi negosiasi Indonesia soal rencana pembelian pesawat latih supersonik T-50 Golden Eagle, tank K2 Black Panther, dan misil darat ke udara. Informasi ini untuk menyukseskan penjualan alat tempur, terutama pesawat T-50. Satu unit ”elang emas” dijual Rp 220 miliar. Korea berharap bisa mengekspor seribu unit pada 2030 ke pelbagai negara.
Rencana itu tak mulus. Uni Emirat Arab dan Singapura, yang semula tertarik, batal membeli. Indonesia diharapkan jadi pembeli pertama. Tak aneh, sumber Tempo di Korea menceritakan delegasi Indonesia diservis habis-habisan, termasuk ditempatkan di kamar mewah Hotel Lotte.
Korea cemas karena pesawatnya punya pesaing ketat, Yak-130 buatan Rusia. Negosiasi penjualan kapal selam pun mandek karena Indonesia melirik buatan Rusia dan Jerman. Makanya, para agen itu beraksi. ”Kesalahan mereka adalah ceroboh dan tertangkap basah.”
Meski jadi berita di Korea sejak Kamis, kabar itu baru sampai ke Menteri Hatta, Senin pekan lalu. ”Kami kira itu pencurian biasa,” kata Menteri Hidayat dalam keterangan persnya bersama Hatta dan Purnomo di Istana Bogor, Senin pekan lalu.
Hidayat membantah laptop stafnya berisi informasi pertahanan militer. Isinya cuma bahan presentasi roadmap perkembangan industri dan investasi Indonesia pada pertemuan dengan pengusaha Korea.
Meski demikian, Duta Besar Indonesia untuk Korea Selatan, Nicholas Tandi Dammen, diminta Jakarta mengecek ke pejabat Korea. Nicholas menolak memberi keterangan, tapi juru bicara Kementerian Luar Negeri Korea Selatan, Cho Byung-jae, membenarkan kedatangan Duta Besar Indonesia. ”Indonesia menanyakan betulkah ada agen intelijen yang terlibat,” ujarnya. Cho menyatakan Seoul masih menyelidiki kejadian tersebut. NIS membantah agennya terlibat. Kepolisian Korea kesulitan mengidentifikasi para pelaku.
Oktamandjaya Wiguna, Eko Ari Wibowo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo