Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Tawuran antara kelompok Persatuan Setia Hati Terate (PSHT) dan suporter bola Perserikatan Sepakbola Indonesia Mataram (PSIM) Yogyakarta, Brajamusti, di Kota Yogya, viral di media sosial Twitter.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tawuran disertai aksi lempar batu dan beredar luas di media sosial itu membuat sejumlah ruas jalan sempat ditutup seperi Jalan Taman Siswa, Sultan Agung dan Jalan Kenari, Yogyakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan pantauan Tempo, Senin, 5 Juni 2023 pukul 15.23 WIB, cuitan soal Jogja dan PSHT viral dan trending di Twitter. Cuitan soal Yogya mencapai 43,6 ribu, sedangkan cuitan PSHT sebanyak 14,7 ribu cuitan.
Buntut kasus Parangtritis
Melansir Tempo, Senin, 5 Juni 2023, Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta mempertemukan perwakilan dua kelompok itu. Hadir Presiden PSIM Brajamusti Muslich Burhanuddin dan Ketua Cabang PSHT Yogyakarta Sutopan Basuki.
Kedua kelompok sama-sama mengakui bahwa tawuran di Kota Yogya pada Ahad kemarin, 4 Juni 2023 itu merupakan buntut dari peristiwa perkelahian di kawasan Pantai Parangtritis pada 28 Mei 2023.
"Kami sesalkan kejadian di kawasan Pantai Parangtritis pada 28 Mei lalu, kasus itu sudah ditangani kepolisian dan ditangani sesuai proses hukum berlaku," kata Burhanuddin.
Diketahui, peristiwa 28 Mei itu berawal dari keributan yang melibatkan anggota PSIM Brajamusti di Vila Rangdo Parangdok, Parangtritis Bantul. Dalam peristiwa itu dikabarkan seorang anggota PSHT terluka ketika mencoba melerai keributan.
Ketua Cabang PSHT Yogyakarta Sutopan Basuki mengatakan pihaknya juga menyesalkan kejadian pada 28 Mei di Parangtritis hingga akhirnya berbuntut tawuran di Yogya.
"Kami juga menyesalkan peristiwa (keributan) yang terjadi pada Minggu petang, kami minta semua pihak menahan diri dan menjaga kondusivitas di Yogyakarta," kata Basuki.
Basuki mengatakan banyak anggota PSHT yang juga anggota Brajamusti dan begitu pula sebaliknya. "Jadi Brajamusti dan PSHT itu sebenarnya satu," kata Basuki.
Selanjutnya: Berawal dari pesta dangdutan
Berawal dari pesta dangdutan
Direktur Reserse Kriminal Umun Polda DIY Komisaris Besar Polisi Nuredy Irwansyah Putra mengamini jika tawuran itu berawal dari kejadian di kawasan Parangtritis, Bantul, Yogyakarta, pada 28 Mei 2023.
Saat itu, kata dia, terjadi penganiayaan yang dilakukan sedikitnya tiga orang yang diduga berasal dari kelompok PSIM Brajamusti kepada seorang anggota PSHT dengan senjata tajam.
Tiga orang itu telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Polres Bantul pada akhir Mei atau tiga hari pasca-kejadian. "Saat itu korban (PSHT) mencoba mengingatkan para tersangka (penganiayaan) yang sedang mengadakan pesta dangdutan agar mengecilkan musiknya karena waktu sudah malam," kata dia.
Namun para tersangka saat itu tidak terima dengan teguran korban dan melakukan pemukulan, hingga kejadian itu dilaporkan pada 28 Mei ke Polres Bantul.
Sedangkan dari ricuh massa di Kota Yogyakarta pada Ahad petang 4 Juni, sampai saat ini dari pihak masyarakat ataupun masing-masing kelompok belum ada yang membuat laporan ke kepolisian. Namun karena kejadian tersebut terjadi maka kepolisian membuat laporan polisi model A, yaitu ditemukan langsung oleh petugas dan saat ini masih penyelidikan.
Pada peristiwa tawuran 4 Juni kemarin itu, kepolisian mengevakuasi sedikitnya 352 orang dari kelompok PSHT ke Markas Polda DIY. Mereka dievakuasi saat ricuh pecah di Jalan Taman Siswa.
"Evakuasi itu untuk pengamanan agar massa tersebut tidak menjadi korban ataupun menjadi pelaku," kata Nuredy. Sementara untuk kasus tawuran masih dalam tahap penyelidikan. "Belum ada yang kami tetapkan sebagai tersangka," kata dia.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.