Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KETEGANGAN merayap di Karang Tengah, Kota Tangerang, sejak sepekan lalu. Sepotong jalan kecil di kampung itu kini bertembok setinggi dua meter. Dinding batu itu bukan cuma menghadang anak-anak yang mau berangkat sekolah di Yayasan Karya Sang Timur, Karang Tengah, Tangerang. Sejumlah penduduk kampung juga terpaksa melompatinya kalau mau mencari jalan tembus ke belakang kampung.
Tembok itu berdiri setelah satu aksi protes mengguncang sekolah itu, Minggu pekan lalu. Saat itu ratusan orang mendatangi gedung Karya Sang Timur. Mereka menyemut di sana sejak pagi hari. Para pemrotes menuntut agar kebaktian umat Katolik yang dilakukan di aula gedung sekolah itu segera dihentikan. "Tak ada izin dan menyalahi peruntukan," ujar Dede Ma'ruf, seorang warga demonstran yang bergabung dalam Front Pemuda Islam Karang Tengah.
Aksi semakin panas ketika ada demonstran membakar ban. Asap hitam mengawang di langit. Suasana kian mencekam. Apalagi seorang warga mencabut papan nama yayasan itu. Tembok pun dibangun cepat-cepat. Sejumlah demonstran berpidato berapi-api. Isinya menghujat pemakaian sekolah menjadi tempat ibadah. Untunglah, aksi tak berlanjut lebih liar. Petugas polisi dari Polsek Ciledug cepat bergerak ke lokasi. Polisi paham benar bahwa isu ketegangan antaragama memang rawan di Tangerang. Empat bulan lalu, empat gereja nyaris ludes dibakar massa di daerah itu.
Setelah warga berunding dengan yayasan, jalan tengah pun diambil. Hasilnya, untuk sementara kegiatan kebaktian berhenti, tapi kegiatan belajar boleh tetap berjalan.
Bagi umat Katolik, tentu saja penutupan tempat ibadah itu terasa getir. Soalnya, sudah 12 tahun mereka beribadah di kompleks sekolah itu. Pengurus Dana Papa Gereja Paroki Santa Bernadet, Eko Pranowo, mengakui mereka belum mendapat izin, meski sudah berkali-kali melayangkan surat ke Wali Kota Tangerang. "Sudah tiga kali dan izin belum turun juga," ujar Eko pekan lalu.
Asal-usul tempat itu jadi gereja dimulai 12 tahun lalu. Saat itu Uskup Agung Jakarta, mendiang Leo Sukoto S.J., membentuk Pengurus Gereja dan Dana Papa Roma Katolik Santa Bernadet, Ciledug. Karena tak punya tempat ibadah permanen, anggota paroki itu berpindah-pindah tempat dari bekas gudang padi ke gudang arsip. Akhirnya, kegiatan ibadah dilakukan di gedung Sekolah Sang Timur.
Menurut Suster Sylvia, pengurus Sekolah Sang Timur, sebenarnya mereka mengantongi izin untuk kebaktian di aula taman kanak-kanak. Izinnya turun dari Kepala Desa Karang Tengah pada tahun 1992. Sejak itu, tempat tersebut pun menjadi tempat ibadah bagi sekitar 9.000 umat Katolik di paroki wilayah itu?yang mencakup Karang Tengah, Ciledug, Larangan, Cipondoh, Pondok Aren, dan sebagian Serpong.
Rupanya, protes warga muncul karena dipicu bangunan baru, yaitu gedung serbaguna di atas lahan 700 meter persegi. Menurut Sylvia, lokasi gedung serbaguna itu berdempetan dan menjadi bagian kompleks Yayasan Sang Timur yang terhampar di atas tanah 2.000 meter persegi. Rencananya, gedung baru itu dipakai untuk tempat kebaktian juga.
Repotnya, Departemen Agama Kota Tangerang tiba-tiba meminta Sang Timur menghentikan kegiatan keagamaan dengan memakai gedung sekolah, Juli lalu. Sebulan kemudian, Lurah Karang Tengah pun mencabut izin yang pernah mereka berikan pada tahun 1992.
Karena kehilangan tempat ibadah, Forum Masyarakat Katolik Indonesia- Jakarta melayangkan protes ke alamat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Surat itu juga ditembuskan ke sejumlah lembaga tinggi negara. "Kami menolak perlakuan tak adil dan diskriminatif itu," begitu antara lain ditulis dalam surat yang ditandatangani organisasi payung sejumlah wadah masyarakat Katolik itu.
Wali Kota Tangerang, H. Wahidin Halim, sendiri mencoba tenang. Dia mengatakan, menurut aturan, tempat ibadah harus ada rekomendasi dari Departemen Agama. Yang harus diperhatikan adalah aspek sosialnya, misalnya ada keberatan warga atau tidak. Dan soal Sang Timur, kantornya sudah menerima tembusan per 12 September dari Departemen Agama. "Isinya, tidak mengeluarkan izin untuk tempat ibadah di kompleks itu," kata Wahidin.
Tapi, rupanya ada yang terlewatkan dari kisruh tempat ibadah itu. Sang Timur adalah juga sekolah bagi 2.417 murid yang mencari ilmu. Akibat konflik pekan lalu, bangku sekolah kosong. Semua kelas terpaksa diliburkan. Menurut Hillon I Goa, jika situasi membaik, anak mereka akan kembali bersekolah di sana pekan ini. "Kami harus mencari jalan yang lebih aman," kata juru bicara orang tua murid Sang Timur itu.
Di republik ini, seharusnya ada jaminan hukum bahwa semua warga bisa menjalankan ibadahnya dengan tenang dan damai.
Nezar Patria, Ayu Cipta (Tangerang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo